Sentuhan Pertama

1093 Words
Bram terlihat tersenyum di atas kursi kebesarannya. Disaksikan oleh sang asisten pribadi —Lian, lelaki itu tidak menyadari. Sejak tuannya itu masuk ke dalam mobil, Lian hanya melihat wajah bahagia yang terpancar di wajah sang tuan. Lian menyadari jika sosok gadis yang dijadikan pembantu di istana tuannya itu, sudah membuat lelaki tampan itu sedikit berubah. Kini di dalam kantor, sejak dua jam yang lalu mereka tiba, lelaki itu terlihat tidak fokus dengan pekerjaannya. Hanya sesekali mendesah entah karena apa. "Lian, apakah hari ini saya ada rapat penting?" "Tidak ada, Tuan. Hanya beberapa berkas saja yang harus Tuan tanda tangani. Selebihnya hanya pekerjaan biasa, yaitu pengecekan laporan dari para manajer masing-masing divisi." "Apa sudah kamu periksa?" "Eh, sedang saya periksa, Tuan." Begitulah interaksi Bram dan sang asisten, bertanya apa yang ingin diketahui. Serta menjawab apa yang ditanyakan. Bram memang tengah bahagia. Ia bahagia sebab menemukan hal yang bisa membuatnya tersenyum di istana megahnya. Dara, hal yang membuat lelaki itu kini merasakan sesuatu yang begitu berbeda. Teringat akan keisengannya yang meminta sang gadis untuk membantunya mandi tadi pagi, berbuat peristiwa yang tak disangka. Itulah yang kini membuat wajah tampan duda empat puluhan tahun yang biasanya berwajah dingin tanpa kata, terlihat tampan nan rupawan. Flashback on. "Sekarang cepat bersihkan tubuh saya!" perintahnya pada Dara. Gadis itu langsung terkejut, dan senyum tipis hadis di wajah Bram ketika melihat wajah bengong seperti orang bodoh di depannya. "Cepat! Kenapa malah bengong!" hardik nya kemudian. Jujur saja Bram ingin tahu sejauh mana gadis itu berhubungan dengan lelaki. Menikah dan hidup selama kurang lebih tiga bulan bersama Anton —suaminya, seharusnya tidak membuat gadis itu canggung dan malu-malu seperti saat ini. "T—tuan, apakah Anda yakin ingin dibantu oleh saya? M—maksud saya, apakah Anda tidak bisa membersihkan diri Anda sendiri?" tanya Dara cepat. Ia lebih baik bertanya seperti itu daripada harus dipaksa menyentuh tubuh atletis di depannya, yang sama sekali belum pernah ia lakukan selama hidupnya. "Tidak!" Bram menjawab cepat. "Untuk hari ini dan seterusnya saya tidak bisa melakukannya sendiri. Sebab itulah saya mempekerjakan kamu di rumah ini, dan saya perintahkan untuk mengurus segala keperluan yang saya butuhkan." "Termasuk urusan mandi, Tuan?" "Iya." Matilah! Pasti itu yang saat ini ada di pikirannya. Tunggu! Ini tidak seburuk yang dia pikirkan bukan? batin Bram berkata. Kita lihat, apa yang akan ia lakukan dengan perintah yang sudah diberikan. Dara mulai memposisikan tubuh dan tangan untuk menyentuh tubuh Bram. Kaku dan malu, sikap yang tampak di kedua mata lelaki itu. Tangan itu mulai menyentuh pundak sang lelaki, gematar yang berasal dari tangan Dara Bram rasakan ketika pundaknya disentuh. "Cepat!" perintah Bram lagi supaya Dara tidak berlama-lama. Begitu akhirnya sang gadis memberanikan diri menggosokkan tubuhnya dengan spon, Bram merasakan debaran yang aneh menelusup di relung hatinya. Jantungnya tiba-tiba berdetak kencang. Anehnya anggota tubuh di bawahnya tiba-tiba bereaksi ketika tangan itu sudah mulai menggosok area d*da dan perut. Anggota tubuh yang sudah lama tertidur itu, bagaimana bisa bereaksi ketika disentuh oleh seorang gadis lugu dan polos di depannya? Tubuh mereka kini tampak saling berhadapan. Bram menahan hasrat yang tiba-tiba muncul begitu sang gadis berada tepat di depan wajahnya. Dara memang tidak mengangkat kepalanya, ia lebih memilih untuk menunduk sebab rasa takut juga malu yang bercampur jadi satu di dalam jiwa. Begitu Dara akan menggosok area paha sang tuan, tanpa disengaja ia malah menyenggol sesuatu yang keras di pangkal paha lelaki itu. Membuat geraman keluar dari mulut Bram tanpa dikomando. "Ah, maaf, Tuan! S—saya tidak sengaja. S—saya tidak bermaksud —?" "Teruskan saja! Tidak usah kamu pedulikan." "B—baik, Tuan!" Sial! Begitu kata yang keluar dari mulut Bram ketika anggota tubuhnya yang paling perkasa itu tersentuh tanpa sengaja oleh Dara. Merinding dan gemetar itu yang Bram rasakan. "Sial! Bagaimana bisa? Selama ini sudah banyak wanita yang Lian sodorkan padaku, tetapi tak pernah ada satupun yang bisa membuatku tertarik bahkan membuat di bawah sana itu terbangun. Bahkan Jeni pun tidak mampu berbuat banyak hingga akhirnya ia selingkuh dariku! Tapi, gadis ini? Ck, aku sungguh tidak mengerti!" Di tengah suasana intim yang terjadi saat ini, di mana Dara tetap bertahan dengan gerakan tangannya yang terus menggosok seluruh tubuh Bram sedangkan lelaki itu sendiri terus memejamkan kedua matanya, yang sama-sama menahan di dalam jiwanya dimana sentuhan tangan gadis itu sudah membuatnya terbuai. "Tuan, sudah selesai. Anda sudah bisa membasuh tubuh Anda di shower itu!" ucap Dara seraya menunjuk ke arah keran pancuran. "Hem." Bram pun bangkit dan berdiri untuk membasuh tubuhnya. Lelaki itu sungguh tidak malu dengan semua gerakan yang dilakukan. Sikap yang memang sengaja Bram lakukan itu memaksa Dara untuk menutup mata dan memalingkan wajah ketika harus melihat pemandangan di depannya. Namun, ketika Dara akan keluar ruangan itu, Bram lagi-lagi memanggil. "Apa lagi, Tuan?" Tampak sekali gadis itu menahan kesal. Ia memang berbalik tetapi kedua matanya masih tertutup enggan melihat tubuh sang tuan yang masih berada di dalam bathtub. "Kamu kesal?" tanya Bram yang memang menyadari jika gadis itu tak suka berada satu ruangan dengannya. "T—tidak. Ada apa?" "Kenapa kamu menutup matamu?" "Eh, maaf, Tuan. Tapi —!" "Ah, sudahlah. Kemari cepat!" hardik Bram menyuruh gadis itu mendekat. Namun, baru beberapa langkah Dara berjalan —dikarenakan matanya yang terpejam, ia tak melihat langkah kakinya dengan benar. Busa sabun yang menetes dari tubuh Bram berceceran di lantai, terinjak oleh Dara dan membuat tubuhnya terpeleset. Bram yang melihat adegan gadis itu terpeleset dengan cepat menahan tubuh yang hampir jatuh itu terlentang ke lantai kamar mandi. "Kyaaaa!" pekik Dara yang akhirnya bisa terselamatkan oleh Bram. Tapi, kejadian tak terduga kembali terjadi, di mana tubuh Bram yang belum sempat dibilas ternyata mengakibatkan lantai licin dan lelaki itu pun terpeleset. Menyadari tangannya sedang memegang tubuh Dara, lelaki itu memposisikan tubuhnya supaya di bawah. Bugh! Bram terjatuh ke lantai dengan tubuh Dara di atasnya. Yang membuat mereka semakin terkejut adalah bibir keduanya yang saling bersentuhan. Sepersekian detik keduanya terdiam. Baik Dara ataupun Bram tak ada yang bergerak. Terutama sekali Dara yang berada di atas tubuh Bram yang t*lanjang, tentu ia tak ingin bergerak yang malah akan membangunkan sesuatu di bawah sana. Bram merasakan debaran di dalam dadanya bergetar hebat. Bibirnya yang sudah lama tak tersentuh bibir wanita, seolah mendapatkan asupan segar. Namun, baru saja ia akan mencoba menggerakkan bibirnya, sang gadis dengan cepat sudah menarik wajahnya menjauh. "M—maaf, Tuan. Saya permisi!" Dara beranjak bangun. Tanpa menunggu jawaban dari lelaki itu ia memilih untuk meninggalkan sang tuan, berlari menuju kamar utama. Bram sempat melihat wajah gadis itu merona. Entah mengapa di tengah detak jantungnya yang terus berpacu cepat, lelaki itu merasakan bahagia. Flashback off ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD