Tata memberesi kamera. Ia baru saja membidik beberapa gambar. Sudah cukup ia menghibur diri. Saatnya pulang ke rumah.
Pulang kerja ia tak langsung ke rumah. Berkeliling sejenak di jalana sawah. Mencari onbyek yang menurutnya menyenangkan. Banyak hal yang bisa tertangkap kamera peninggalan orang tuanya.
Tak hanya di sawah itu ia mengambil gambar. Sebelumnya ia sudah mengambil di berbagai tempat. Random saja, sesuka hati Tata. Asal ia membunuh jenuh kala pulang kerja atau saat libur.
Sampai-sampai ia tak tahu ada beberapa foto yang menjadi saksi kunci sebuah peristiwa yang membuat sahabatnya celaka. Tidak, memang belum saatnya Tata tahu.
Tata gegas pulang. Perasaannya riang. Penatnya hilang. Mengendarai motor ia menuju ke arah rumah. Mampir di pom untuk mengisi bensin.
Tiba di gapura desanya, ia berpapasab dengan Kakak temannya yang keluar desa melewati gapura. Karena merasa kenal, jadi Tata pun menyapa perempuan itu.
"Mbak Tina, mau ke mana?" sapa Tata.
Agustina menoleh agak kaget dan sedikit panik. "Oh, eh, anu, Ta. Mau arisan ke rumah temen," alasan perempuan yang akrab dipanggil Tina.
"Oh gitu. Hati-hati, Mbak. Mari duluan ya."
Tata langsung tancap gas. Sementara Tina mengelus d**a karena gugup. Ia sedang ada sesuatu yang akan ia lakukan, apalagi adik Tata sedang bersama adiknya. Kalau Tata bilang bahwa mereka bertemu, Tina jadi was-was.
***
Hanya jilatan, awalnya. Namun tetap saja membuat Agustina menjerita tak karuan. Sang kekasih terlalu memanjakannya. Bahkan meski ia hanya telungkup di meja, dengan satu kaki dinaikkan. Membuat bongkahan kembar dan lubang merah berkerut itu tampak indah di mata sang kekasih. Lubang garis di bawah kerutan tampak basah karena jilatan membabi buta.
"Sayang, masukan."
Agustina memelas. Ia sudah lelah menahan. Telungkup di meja dengan menahan jeritan dan panas membakar di bagian bawah yang berkedut.
"Kamu tak sabaran sekali."
Laki-laki itu membalik tubuh Agustina. Telentang di atas meja makan yang tadinya mereka gunakan untum makan sayur sop dengan lauk ayam goreng ungkep. Sudah tandas, giliran memakan yang lain.
"Iya. Aku nggak pernah sabar kalau sama kamu."
Agustina pasrah begitu kedua pahanya dilebarkan. Dengan tatapan nakal, laki-laki itu meneliti tubuh sintal istri orang yang kesepian ditinggal kerja.
"Masuk sekarang?"
Agustina mengangguk semangat. Tidak. Laki-laki itu tak mengabulkan semudah itu. Ia menunduk lalu menuju inti perempuan itu. Menjilat bagian tengah yang menonjol. Mengulum pelan lama-lama semakin kuat. Membuat perempuan yang belum punya anak itu menjerit sambil menjambaki rambut sang kekasih gelap.
"Ah, jangan."
Laki-laki itu tak menggubris. Ia masih asyik dan terlalu asyik menggoda inti sang pujaan hati. Basah, merekah, hangat dan tentunya membuat kekasihnya akan semakin berteriak nikmat.
Napas Agustina terengah karena baru saja ia keluar. Hanya karena lidah. Belum batang panjang yang lebih berurat dan panjang dari milik suaminya. Kesukaannya.
"Kamu keluar, Yang."
Agustina mengatur napas. "Gara-gara kamu."
Sang lelaku tersenyum. Ia menunduk dan memagut bibir sang kekasih yang penuh. Ciuman keduanya semakin panas. Tanpa melepas pagutan, keduanya berjalan terseok menuju kamar.
Agustina telentang, diikuti sang lelaki yang berbaring di atas tubuh Agustina. Menindih, memagut, berdecap, dan turun ke dua gundukan sekal. Kedua tangan sang lelaki meremas, mengecupi pucuk kecokelatan.
Agustina mendesah nikmat. Terlebih kala kedua pahanya dibuka lebar dan ditekuk di samping. Batang itu menggoda sejenak untuk dibasahi. Hingga melesak masuk tanpa kesulitan. Agustina menahan napas sejenak begitu benda tumpul itu menyodok sampai ke dalam. Pagutan dan lesakan datang beriringan. Membuat Agustina kelabakan tak karuan.
Ritme yang pelan berubah semakin cepat. Laki-laki itu bahkan tak segan menusuk Agustina sambil memainkan biji keras di bagian inti. Tak dipungkiri Agustina menjerit, mendesah, berteriak agar lelaki itu semakin brutal menghabisinya. Ia hampir sampai, tapi laki-laki itu mencabutnya.
Agustina kecewa.
"Sayang, kenapa menyiksaku sih. Aku mau keluar nih." Agustina merengek dengan napas terengah.
Laki-laki itu menempelkan telunjuk ke bibir sang kekasih. Meminta tak usah berisik. Namun, mana bisa Tina harus menahan? Maka, mulutnya saja dibekap hingga ledakan itu membabi buta. Meruntuhkan segala pertahanan yang sama-sama digenggam. Melebur, hancur, dan sama-sama merasai mujarab akan rasa rindu serta g4irah.
Keduanya saling mendekap sejenak, sebelum sang lelaki benar-benar pulang.
"Yang."
Laki-laki itu menoleh. "Hem."
"Gimana nasib kita? Amira masih simpan foto kita. Kalau sampai ketahuan, bisa mati aku ketahuan Mas Heru."
Laki-laki itu juga khawatir dengan hubungannya yang sempat hampir terendus gara-gara Amira, kenalan dan tetangga Tina yang tak sengaja mengambil foto di mana ia juga ada di tempat tersebut. Untungnya karena segera menyadari, ia cepat-cepat kabur tanpa diketahui langsung.
"Aku segera usahakan biar foto itu tak tersebar," yakin laki-laki itu pada kekasih. Ah lebih tepatnya istri orang.
"Beneran ya? Terus gimana caranya?"
Laki-laki itu jadi berpikir. "Entahlah, aku juga lagi mikir."
Tina mengangguk. Ia yakin laki-laki di sampingnya ini bisa mengatasi keresahan mereka. Melirik jam dinding, sudah menjelang malam. Sore tadi ia menjemput laki-laki itu untuk datang ke rumahnya mumpung sepi.
Sebentar lagi adik Agustina pulang dari jalan dengan teman-temannya. Jika tak mau ketahuan, keduanya harus segera memberesi kekacauan dari dapur hingga kamar. Tak masalah, toh bukan kali pertama. Bahkan Agustina pernah membuat kekacaun dengan laki-laki itu saat adiknya di rumah.
Kemudian suara pintu dan teriakan dari luar kamar menandakan Yulia, adik Tina pulang. Laki-laki itu bersiap pulang.
Adik Agustina di luar sana asyik lihat TV setelah pulang dan ke kamar sejenak. Ada sinetron yang tak mau ia lewatkan. Dan dua sejoli itu asyik bergelung di dalam kamar. Untung saja suara music dari sound sistem di kamar Agustina milik suaminya bisa meredam keriuhan pasangan tersebut. Setelahnya, sang kekasih kabur lagi lewat jendela kamar.
Nekat, iya. Maka dari itu laki-laki tersebut begitu panik kala dirinya sempat terbidik kamera Amira saat ia dan Agustina sedang jalan bareng.
Ia harap segera membereskan masalah ini. Sayang, laki-laki itu tak sadar bahwa ia akan membawa masalah lain lagi. Terbidik kamera lain yang membawanya pada serentet kisah baru. Pun dengan orang yang membidik tanpa sengaja aksi laki-laki itu.
Baik Tata maupun laki-laki itu akan menemui hal baru dalam hidupnya. Berurusan dengan orang-orang baru dan perasaan yang terombang-ambing.
_____
Halo, selamat datang di cerita baruku. Maaf jika kurang berkenan. Tapi, semoga kalian suka ya sama cerita baruku ini. Selamat membaca bagian prolog. Up tiap hari.