Sebelum Badai

1066 Words
Cahaya langit sore jatuh tepat pada kulit putih satu wanita yang sedang menikmati indahnya pantai menyambut kedatangan malam, ditemani satu buah kelapa muda yang sudah hampir habis. Lalu lalang orang menambah ramai suasana tenggelamnya matahari di langit Bali. Indah dan menawan bak wanita itu tak pernah gagal menarik minat para lelaki untuk sekedar melirik kecantikannya. Intan sedang berlibur bersama sang suami Arka, entah sudah berapa kali mereka memilih Bali sebagai destinasi favorit untuk liburan mereka. Rasanya Bali tak pernah habis untuk dijelajahi tiap mereka berkunjung. Ini hari terakhir sebelum besok mereka harus kembali ke Jakarta karena Arka memiliki pekerjaan yang sudah dua minggu ia tinggalkan. Arkana Dhaninjaya anak sekaligus pewaris satu-satunya perusahaan manufaktur milik keluarga, Arka tak memiliki saudara tentu saja itu yang membuat dia menjadi pewaris satu-satunya perusahaan Dhaninjaya bukan? Wajahnya rupawan, tak heran juga jika banyak wanita yang memperebutkan Arka dulu maupun sekarang. Banyak orang memandang jika hidup sepasang suami-isteri itu sempurna bergelimang harta, apalagi mereka telah menjalin hubungan sejak menempuh pendidikan universitas. Konon katanya Intan lah satu-satunya gadis yang Arka pacari dengan serius, bahkan Arka yang dulu dikenal suka bergonta-ganti pasangan menjadi bucin dan tak tersentuh semenjak bersama Intan. "Kamu mau dinner apa, Sayang?" Suara lembut Arka pelan berbisik di telinga Intan, tangan kanannya ikut mengelus kepala istri kecilnya itu. "Kamu mau gak kita keluar cari makan di jalan? Aku bosen makan di villa terus." Intan membalas, menyenderkan kepalanya ke bahu lebar Arka. "As you wish , Sayang." Lihat? Bagaimana lembutnya perlakuan Arka pada Intan yang membuat siapapun merasa iri atas keberuntungan yang dimiliki wanita itu. Arka itu bagai pangeran bagi Intan, ia jadi ingat saat kedua orangtuanya meninggal akibat sebuah kecelakaan, Arka lah yang menjadi penyokong terbesar untuk kelanjutan hidup ia dan adiknya. Karena saat itu juga Intan masih kuliah dan adiknya masih butuh biaya sekolah yang cukup besar. Intan sempat bekerja setelah lulus kuliah, namun setelah dilamar oleh Bima ia langsung berhenti, menuruti permintaan pria itu agar Intan tak lagi bekerja. Kata Arka ia hanya ingin melihat istrinya selalu di rumah dan melayani dirinya tanpa melakukan pekerjaan apapun. Itu terbukti karena Arka mempekerjakan tiga asisten rumah tangga sekaligus setelah pernikahan mereka. "Kamu sebenarnya mau makan apa?" Arka kembali bertanya saat mereka kembali ke villa karena hari telah malam. "Gak tau, nanti aja liat apa yang ada." Arka mengangguk, berjalan mengikuti langkah Intan dari belakang. Villa mereka tak terlalu jauh dari pantai yang mereka kunjungi untuk menghabiskan waktu sore tadi, jadilah mereka memilih berjalan kaki untuk datang ke pantai tersebut. Sedari awal mereka keluar pantai tangan Intan tak lepas Arka gandeng, bahkan dirinya rela kerepotan membawa tas sekaligus ponselnya dengan tangan satu hanya agar pegangan pada tangan mereka tak terlepas. "Kamu tau gak?" "Apa?" "Sunset tadi bagus banget ...." "Ya taulah, kan aku juga liat. Gimana sih kamu?" "Tapi, Sayang, aku malah liatin kamu ketimbang sunset tadi, kamu jauh lebih indah dari pada sunset di pantai." "Gombal gombal gombal." Meskipun begitu Intan tetap merona, wajahnya merah padam. Skill gombalan Arka memang tak seberapa, tapi karena pria itu telah memiliki hati Intan jadilah apapun yang keluar dari bibir Arka seolah membuat Intan tak bisa lepas untuk memperhatikan. Selalu spesial, sama seperti tujuh tahun lalu. ❛⁠ ⁠ꁞ⁠ ⁠❛⁠ ⁠❛⁠ ⁠ꁞ⁠ ⁠❛⁠ "Kamu sebenarnya mau makan apa, Sayang?" Sudah sepuluh kali telinga Intan mendengar pertanyaan itu keluar dari bibir suaminya, namun Intan tak kunjung menemukan tempat yang ia inginkan untuk makan malam mereka. Padahal ini sudah larut malam. Kalian harus apresiasi kesabaran Arka yang sejak tadi mengikuti langkah Intan memutar food court. Sebenarnya mereka juga tak tau apa nama tempat itu, memang seperti food court tapi berisikan banyak pedagang kaki lima. Jarang-jarang mereka menemui tempat seperti ini, selain karena sibuk dan jarang keluar untuk berjalan-jalan Arka memang selalu memastikan makanan yang menjadi santapan mereka bernutrisi dan tidak sembarangan orang yang memasaknya. Maka dari itu seringnya mereka makan malam di rumah, mungkin sesekali akan keluar seperti sekarang atas permintaan Intan tapi sungguh sangat Intan yakini sangat jarang mereka lakukan. "Kita makan ikan ya," ucap Intan setelah sekian lama terdiam menatap deretan pedagang. "Ikan apa?" Arka menoleh ke arah Intan yang masih melihat sekeliling. "Itu!" tunjuk Intan pada satu tempat makan yang cukup ramai pengunjung. Langsung Intan gandeng tangan Arka menuju salah satu pedagang kaki lima yang ia inginkan. Ada bangku kecil dengan kursi plastik untuk para pembeli yang ingin menikmati makanan di situ. Jujur saja Intan lebih menyukai makanan di tempat seperti ini, tapi kehidupan Arka menuntutnya untuk membiasakan diri makan di restoran entah untuk kepentingan pekerjaan atau acara keluarga biasa. Tempat yang mereka pilih cukup ramai, agaknya membuat Arka sedikit risih. Namun demi sang Istri, dengan senang hati Arka akan tetap menuruti kemauannya. Meskipun dengan mengorbankan kenyamanan dirinya sendiri. Intan liat ada banyak menu ikan laut di pedagang itu, sedikit banyak menarik untuk intan sendiri. Bisa dipastikan ikannya fresh dari laut, menilik jika bali terkenal akan hasil lautnya. "Kamu mau pesen apa, Sayang?" tanya Arka setelah mereka sama-sama duduk. "Ikan bakar," jawab Intan singkat. "Pak pesen ikan bakar satu, sate lilit, sama plecing kangkung. Minumnya air putih." Arka berucap pada sang pramusaji setelah melihat buku menu. "Aku mau es teh!" bisik Intan sedikit berseru pada Arka. "Nanti kamu batuk!" "Ih sekali doang, aku kan gak anak kecil lagi." "Hm." Arka tampak tak ikhlas menurut keinginan Intan, namun tetap saja. "Pak sama teh anget satu ya!" "Baik, Mas." "Kok teh anget? Es teh, Sayang!" "Mending itu apa gak usah sekalian?" Arka melotot kesal, tak mau dibantah lagi. "Hehehe iya iya... love you." "Love you more." Mereka menunggu hingga pesanan datang, sambil melihat-lihat pemandangan ramainya lalu lalang orang yang juga tengah mencari makan malam. Arka tak banyak bicara lebih memilih membuka ponselnya, mungkin sedang melihat-lihat pekerjaan yang sudah menanti dirinya di kantor. "Kita besok berangkat jam delapan, Sayang, kamu jangan tidur malem lagi ya!" pesan Arka pada Intan. "Iya, lagian drakor yang ku tonton udah abis." "Ya makanya abis ini langsung tidur ya, biar besok ga kesiangan." "Siap!" Tak beberapa lama pesanan mereka datang, disambut antusias oleh Intan yang sudah lapar. Arka hanya tersenyum kecil, melihat binar di mata istrinya. "Kamu udah beliin oleh-oleh buat Dikta?" tanya Arka mendistrak kegembiraan Intan. "Udah kemarin, kan kita beli bareng!" "Oh iya, aku lupa!" "Tua! Pikun!" "Heh enak aja!" ⁠❛⁠ ⁠ꁞ⁠ ⁠❛⁠ ⁠❛⁠ ⁠ꁞ⁠ ⁠❛⁠
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD