Chapter 1

1167 Words
Aurel menarik tangan temannya dan lantas mereka berjalan beriringan menuju lapangan parkir. Ia sudah dari setengah jam lalu sampai di sekolah ini dan baru sekarang para panitia MPLS menyuruh semua calon siswa baru untuk berkumpul. "Duh, gue nggak sabar deh liat Kakel yang kemarin," tukas Aurel setelah ia dan Tiara berhasil mengambil tempat duduk di baris ketiga dari depan. "Kakel yang mana?" tanya Tiara dengan kening mengkerut. "Ada, pokoknya. Kemarin dia kayak liat-liatin gue gitu." "Ah, kepedean lo!" Tiara memutar matanya. "Dih, apaan! Orang dia beneran liatin gue, kok!" elak Aurel merasa tak terima. Acara dimulai dengan doa bersama. Kemudian kata sambutan dari beberapa guru-yang memang bertanggung jawab dengan penerimaan calon siswa baru-, ketua serta wakil ketua panitia MPLS. Aurel tujuh puluh persen menyimak apa yang dibicarakan di depan, sementara tiga puluh persennya ia gunakan untuk mendongakkan kepala ke berbagai arah. Mencari Si Kakel, tentunya. Jujur saja, sejak awal ia menjalankan aksi separuh modusnya pada Si Kakel, ia senang bukan main saat sampai di rumah. Seketika itu juga ia langsung meng-stalk akun ** OSIS sekolahnya. Dan saat melihat salah satu postingan yang terdapat wajah yang mirip dengan Si Kakel, Aurel langsung membuka masing-masing akun yang di-tag pada postingan itu, tapi tak berhasil. Sayangnya lagi, walaupun sudah mencari nama-nama following akun IG kakel OSIS yang lain, gadis ini tetap tidak menemukan akun ** Si Kakel-nya. Setelah aksi kurang kerjaannya itu, barulah Aurel menyadari kebodohannya. Ya, ia bodoh karena tak sempat menanyakan nama ataupun username ** Kakel itu. Tapi tak apa. Ia juga malu jika harus menanyai hal itu pada interaksi pertama mereka yang disengajakan. Kenangan absurdnya beberapa hari lalu buyar saat mata Aurel menemukan si pria yang akhir-akhir ini terus mengusik pikirannya. Perawakan pria itu tampak lain, kelihatan lebih rapi dari terakhir kali Aurel lihat. Bagian yang terlihat berbeda adalah bagian rambutnya. Walaupun tampak sedikit yang dipotong, tapi kadar ketampanannya malah bertambah berkali-kali lipat. Karena tak bisa teriak, Aurel hanya mengatupkan kedua tangannya dengan pikiran yang memuja wajah cowok itu. Mata Aurel terus mengawasi pergerakan Si Kakel yang tampak sibuk tidak hanya di satu tempat. Ia menahan napas. Bingung memikirkan apa yang harus dilakukan kalau-kalau mata mereka bertemu. Sebuah toyoran kuat membuat gadis itu mendengus kesal saat mengetahui siapa pelakunya. "Apaan, sih, Ra!" kesalnya sembari memegang pelipis. "Lo yang apaan liatin orang sampe segitunya!" tukas Tiara merasa heran dengan temannya. "Ck, ini tuh namanya mengagumi ciptaan Tuhan, Tiara. Nggak boleh disia-siakan itu mah," balas Aurel. Gadis berambut sepunggung itu kembali menoleh pada objek yang tadi diamatinya. Dan saat itulah ia menjadi gugup. Si Kakel ternyata sedang menatapnya. Lalu secara alami senyuman terpatri di bibir lelaki itu. Dengan canggung, Aurel balas tersenyum. Sempat menyesal karena entah mengapa ia jadi tak tahu bagaimana cara menunjukan senyuman terindah yang sebelumnya sudah ia siapkan. Saat Si Kakel kembali sibuk dengan kegiatannya, Aurel langsung menoleh pada Tiara dan menjadi histeris. "OMG! Dia senyumin gue, Ra, senyumin gue! Astaga! Gila, gila, gila! Manis banget sumpah senyumannya!" bisiknya dengan heboh. Walaupun begitu sempat ditatap aneh oleh beberapa orang di sekitar mereka. Tiara hanya bisa menarik napas dalam dan menunduk sambil memijit kepalanya. Ah, tidak! Itu bukan temannya! Harusnya ia tidak duduk di samping Aurel jika kelakuan lama gadis itu ternyata masih ada. Pikirnya. Kejadian itu terjadi beberapa kali. Kejadian saling melempar senyum antara Aurel dan Si Kakel yang sampai sekarang tak ia ketahui namanya. Sementara Tiara di sebelahnya rasanya ingin kabur saja karena pahanya yang terus-terusan diremas Aurel untuk melampiaskan rasa senangnya. Memprotes pun percuma karena gadis itu terus mengacuhkannya. Akhirnya Tiara hanya bisa menahan kekesalannya sambil terus-terusan mengingatkan diri sendiri kalau Aurel itu temannya. Acara perkenalan panitia pun tiba. Saat-saat yang entah sudah berapa menit Aurel nantikan. Beberapa siswa yang sekiranya lebih dari sepuluh orang itu berdiri berjejer di depan. Masing-masing memakai nametag yang talinya berwarna biru. Aurel tidak terlalu memperhatikan perkenalan itu. Ia hanya menghapal nama panggilan dan itu pun cuma beberapa orang saja–yang menurutnya tampan dan yang ingin ia ingat. Akhirnya, Si Kakel mendapat giliran perkenalan yang langsung membuat Aurel auto memfokuskan diri. "Perkenalkan nama saya Denalfin Mahendra. Biasa dipanggil Alfi. Dari kelas Sebelas Mipa 1-" Denalfin Mahendra. Sebelas Mipa 1. Ulang Aurel di dalam hati sambil memandang wajah tampan Si Kakel yang sekarang sudah ia ketahui namanya. Astaga! Dia melupakan satu. Ia tadi tak sempat mendengar jabatannya di OSIS. "Ra, tadi jabatan Kak Alfi apaan?" "Gak denger gue," kata Tiara yang pandangannya fokus pada pria di paling ujung sebelah kanan. Acara dilanjutkan dengan pembagian gugus. Aurel menunggu gilirannya sambil berdoa dalam hati agar ia masuk di gugus tiga karena Alfi mendapat tanggung jawab sebagai pembimbing di gugus itu. Begitu giliran barisan Aurel tiba, ia langsung maju bersama Tiara dan yang lainnya. Gadis itu menyebutkan nama lengkapnya pada guru wanita yang langsung mencari di daftar nama. "Gugus lima," ucap wanita separuh baya itu mengundang raut kekecewaan di wajah Aurel. Ia lantas berjalan lesu menuju tempat gugus lima, tapi tak lama karena menyadari kalau ia akan melewati Alfi. Sontak dirinya menjadi gugup. Dan tanpa diduga Aurel, pria itu malah mencegatnya. "Gugus berapa?" "Lima, Kak," jawab Aurel tak tahu harus menampilkan ekspresi apa karena terlalu gugup akan hal yang tiba-tiba ini. "Oh, di sana," tukas Alfi sambil tersenyum dan menunjuk ke arah yang memang sudah diketahui Aurel. Sementara gadis itu hanya bisa mengangguk dan berjalan ke tempat kakak-kakak gugusnya berada. Saat sampai, ia disambut hangat sebab menjadi orang pertama di gugus lima. Setelah mendapat buku panduan MPLS, ia berpamitan dan melangkah kembali ke tempatnya duduk tadi. Dan lagi, di tengah perjalanan, Alfi kembali menahannya. "Namanya siapa?" "Aurelia," jawab Aurel dan ketika melihat Alfi seperti masih menunggu ucapannya, ia pun menambahkan. "Artawijaya." Keduanya lalu saling bertukar senyum sebelum akhirnya Aurel kembali ke tempatnya juga kembali menyiksa Tiara dengan kebahagiaannya. ??? Hari pertama MPLS. Aurel berangkat sekolah dengan seragam putih abu-abu. Tapi ia merasa jika penampilannya sama saja ketika waktu SMP. Hanya warna rok seragam yang berubah dari biru menjadi abu-abu. Atribut sekolah melekat lengkap di seragam yang masih kelihatan baru. Rambut sepunggung gadis itu dikepang dua dengan menggunakan pita merah. Semoga saja ia masih terlihat manis dengan penampilan yang seperti ini. Di gugus lima, terdapat 40 siswa dengan hanya memiliki tujuh orang perempuan termasuk Aurel dan sisanya adalah laki-laki. Menjadi gadis pertama yang datang di gugusnya, Aurel memutuskan untuk berbaris paling depan saat upacara pembukaan masa MPLS. Dan otomatis saat materi yang dilaksanakan di lapangan parkir pun, gadis itu juga duduk di paling depan. Tapi ia tak masalah, dan malah berpikir itu bagus karena jika mulai mengantuk, matanya otomatis akan langsung terbuka lebar jika mengingat para kakak panitia tampan pasti sering mondar-mandir di hadapannya karena kesibukan mereka. Hari pertamama MPLS berjalan lancar. Tak ada yang lebih istimewa selain Aurel dan Alfi yang sesekali mencuri pandang dan saling melempar senyum. Bahkan sampai di rumah pun, senyuman tipis Alfi masih terpatri dengan jelas di pikiran Aurel. Membuatnya selalu ingin menjerit saja jika mengingat lengkungan tipis itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD