Gadis Bermata Hijau

1431 Words
Rolls-Rocye seharga ratusan miliar yang merupakan mobil pribadi yang disiapkan untuk keperluan Ben terutama mengantar dan menjemputnya ke sekolah itu kembali memasuki perkarangan mansion. Lily keluar dari mobil mewah itu kemudian memasuki mansion usai mengantarkan Ben ke sekolah. Sebenarnya Lily masih belum setuju dengan keputusan Ben yang tidak ingin di tunggui selama sekolah. Padahal sebagai pengasuh yang dibayar dengan angka cukup besar harusnya membuat Lily bekerja lebih ekstra dalam menjaga Ben dimanapun termasuk di sekolah. Lily pikir ia harus mengikuti Ben kemanapun sebagai tugasnya, termasuk menunggu Ben di sekolah seperti beberapa pengasuh lainnya di sekolah Ben yang memang rata-rata anak disana memiliki pengasuh karena semuanya berasal dari keluarga kelas atas. Tapi Ben mengatakan bahwa Lily tidak perlu tetap berada di sekolahnya, ia bisa pulang usai mengantar Ben dan kembali saat menjemput Ben nanti. Lily merasa ia hampir tidak ada gunanya karena Ben terlalu mandiri untuk seuisianya. Belum lagi anak itu sudah menunjukkan sifat tegas dan keras kepalanya yang mana keputusannya tidak dapat diganggu gugat hingga akhirnya Lily hanya bisa pasrah mengikuti. Lily berjalan melewati pilar-pilar mansion yang tinggi menjulang. Ia berniat untuk istirahat sejenak sembari membaca buku di kamarnya sembari menunggu jam pulang tuan mudanya itu. Ya meskipun pasti akan cukup lama untuk menunggu. Sembari menuju kamar, Lily melihat ke sekelilingnya. Sepertinya suasana isi mansion hari ini cukup sibuk. Terlihat beberapa orang berlalu lalang mengangkat benda-benda berukuran besar yang sejujurnya tidak Lily paham apa itu. Tapi jika di lihat-lihat itu seperti untuk dekorasi dan seperti biasan-hiasan. "Lily." Langkah Lily terhenti saat sadar namanya di panggil. Ia langsung berbalik, benar saja asal suaranya ternyata dari belakang. Ellianor, kepala pelayann di mansion ini terlihat semakin menghampirinya hingga kini berdiri tepat di samping Lily. "Apa kau sedang sibuk?" "Tidak, aku hanya perlu menunggu sampai tuan muda pulang dari sekolah." "Ah bagus kalau begitu," katanya terlihat lega. "Memangnya ada apa?" tanya Lily.  "Aku ingin memintamu untuk mengantarkan berkas tuan Dean yang tertinggal ini. Ia butuh berkas ini, jika meminta orang kantor mengambilkannya pasti akan membutuhkan waktu yang cukup lama."  "Kenapa harus aku? aku bahkan tidak tahu kantornya dimana." Mengantarkan berkas ini pada Dean? itu artinya ia akan bertemu dengan Dean? ah membayangkannya saja sudah mampu membuat Lily bergidik ngeri, apalagi mengingat pertemuan pertamanya dengan Dean saat itu. Jika dilihat dari tatapannya, sepertinya Dean tidak menyukai dirinya, jadi Lily merasa masih belum siap untuk bertemu Dean kembali. "Kau bisa lihat sendirikan, seisi mansion sangat sibuk sekarang. Nanti malam tuan Dean akan mengadakan pesta disini, jadi tidak akan ada yang bisa mengantarkannya. Lagi pula ini berkas penting, tidak mungkin aku mempercayakannya pada sembarangan orang. Kau akan diantarkan oleh supir, jadi tidak perlu khawatir. Cepatlah, tuan Dean akan marah jika terlalu lama," desak Ellianor. Lily menghela nafas pasrah, jika sudah begini tidak ada pilihan lain. Lagi pula jika dipikir-pikir, belum tentu ia akan memberikan berkas ini langsung ke tangan Dean. Ia kan bos besar, jadi pasti apapun urusannya harus melalui sekretarisnya, jadi tidak begitu masalah. "Baiklah." Lily mengambil alih berkas di tangan Ellianor membuat Ellianor tersenyum lega. Akhirnya satu masalah selesai juga sebelum ia akhirnya harus berkutat mengurus pesta malam ini. *** Lily melangkahkan kakinya memasuki salah satu showroom terbesar di New York itu. Sebenarnya tujuannya adalah kantor, namun kantornya menyatu dengan showroom mobil-mobil mewah yang tengah terpajang rapi itu. Mata Lily berkilat kagum melihat mobil-mobil mewah itu. Memang di mansion Dean banyak mobil-mobil seperti ini juga karena rata-rata Dean punya segela jenis mobil apalagi super car seperti ini. Tapi tetap saja rasanya berbeda karena di tempat ini lebih lengkap. "Maaf, ada yang bisa saya bantu." Lily tersentak kaget saat seseorang datang memecahkan kekagumannya. Lily langsung tersenyum canggung, apa ia terlihat cukup menarik perhatian karena berjalan sambil melihat-lihat ke sekeliling seperti ini? ah sepertinya bukan itu alasannya, tentu saja pekerja disini bingung mengapa wanita berpakaian seragam pengasuh seperti ini datang ke tempat ini.  "Aku ingin  memberikan berkas tuan Dean yang tertinggal, pihak mansion yang mengirimku kesini." "Oh begitu, mari aku antar ke ruangan tuan." Lily mengangguk kemudian melanjutkan langkahnya mengikuti orang itu memasuki kantor. Kantor milik Dean terbilang sangat besar. Maklum saja, Dean bukan hanya menjual mobil-mobilnya untuk dalam negri namun juga menjualnya keluar negri juga. Jadi banyak pekerja-pekerja di kantor juga yang harus mengurus semua sistem penjualan usahanya ini.  "Sepertinya sekretaris tuan sedang tidak ada, kau pekerja di mansionkan?" Lily langsung mengangguk cepat. Ia melirik ruang sekretaris Dean yang sepertinya memang kosong karena berdinding kaca jadi bisa dilihat dari luar. "Kau bisa langsung mengantarkannya kepada tuan." Mulut Lily terbuka sedikit mendengarnya. Jadi dia harus benar-benar bertemu dengan Dean? Ia langsung melirik sebuah ruangan yang tertutup rapat, itu pasti ruangan Dean. Di lantai paling atas gedung ini hanya ada ruangan, jadi sudah bisa dipastikan bahwa ruangan itu adalah ruang Dean. "Baiklah, terima kasih." Orang yang mengantarkan Lily itu mengangguk kecil sembari tersenyum kemudian berlalu pergi.  Lily melangkahkan kakinya menuju pintu yang menjukang tinggi berwarna hitam itu. Ia sudah beberapa kali menghela nafas kasar berusaha menenangkan dirinya bahwa tidak akan terjadi apa-apa. Ia hanya perlu memberikannya pada Dean kemudian berlalu pergi. Setelah meyakinkan dirinya, tangan Lily pun terangkat untuk mengetuk pintu itu. "Masuk." Hanya butuh dua kali ketukan, Lily sudah mendapat sahutan dari dalam. Ia lalu membuka knop pintu. Hal pertama yang ditangkap oleh indra penglihatannya adalah Dean yang tengah duduk di kursi kebesarannya dan tengah terkutat dengan berkas-berkasnya yang lain. "Permisi Tuan." Mendengar suara yang cukup asing membuat Dean langsung mengangkat kepalanya. Ia pikir tadi sekretarisnya yang datang, namun suaranya berbeda. Suaranya tidak begitu asing sebenarnya, sudah pernah Dean dengarkan sebelumnya namun masih jarang. Pandangan Dean langsung bertemu dengan pandangan gadis pemilik mata berwarna hijau zamrud itu. Dean langsung bisa mengingat dengan jelas bahwa gadis ini adalah pengasuh baru Ben. Ia tidak pernah secepat ini bisa mengenali seseorang, bahkan beberapa pelayan di mansionnya saja masih banyak yang ia tidak ingat. "Maaf menganggu, saya diminta bibi Ellianor untuk mengantarkan berkas Tuan yang tertinggal," ucap Lily setelah berada tepat di hadapan Dean sekarang. Dean menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi dengan pandangan yang sama sekali tidak beralih dari Lily membuat Lily berasa tidak nyaman. Lagi pula siapa yang nyaman ditatap dingin oleh pria setampan Dean.  Lily memberikan berkas itu pada Dean tapi Dean masih tidak berkutik dari posisinya. Lily melihat berkas itu dan Dean secara bergantian, apa Dean sudah tidak membutuhkannya? beberapa detik tangannya melayang di udara menunggu Dean mengambil berkas itu, Dean menunjuk meja dengan dagunya pertanda bahwa Lily bisa menaruhnya di meja saja. Lily yang mengerti langsung meletakkan berkas itu di atas meja.  "Saya pamit dulu Tuan, permisi."  "Apakah warna bola mata aslimu memang seperti itu?" langkah Lily langsung seolah terkunci saat mendengar pertanyaan Dean. Dean bangkit dari duduknya kemudian berjalan perlahan mendekati Lily. Lily hanya tertunduk tidak berani menatap Dean. Mengapa untuk keluar dari ruangan ini rasanya susah sekali? bukankah tugasnya sudah selesai? "Lihat aku." Suara baritone khas sangat maskulin milik Dean itu seolah seperti mantra yang membuat Lily langsung mendongakkan kepalanya menatap Dean. Ia bisa melihat jelas bola mata berwarna biru milik Dean, warna yang cukup umum tapi entah mengapa terlihat begitu sempurna dan pas untuk Dean membuat kesan dingin namun tampan melekat pada dirinya.  "Kenapa tidak menjawab?" "Ini memang warna asli mataku Tuan," Lily memberanikan diri membuka suara. Ya memang bola mata berwarna hijau zamrud ini agak langka bagi orang-orang Amerika. Ia bahkan sudah sangat sering mendapat pertanyaan seperti ini, namun karena dirinya memiliki darah campuran Skotlandia jadi warna bola mata berkilau seperti zamrud ini cukup umum.  Lily merasa jantungnya berdetak tidak seperti biasanya, nafasnya bahkan tercekat sekarang. Bagaimana tidak, Dean bahkan tidak berkedip memandangi Lily tepat di bagian bola matanya. Sepertinya ia sedang meneliti dan meyakinkan dirinya bahwa warna ini adalah warna alami.  "Sangat indah," meskipun bersuara pelan, namun karena posisi yang begitu dekat Lily bisa mendengar apa yang dikatakan oleh Dean membuat jantungnya lebih berdebar lagi. Sangat indah? apa yang dimaksud Dean? apakah ia sedang membicarakan tentang Lily? ah kenapa Lily sangat percaya diri sekali? "Kau bisa pergi sekarang." Akhirnya Dean berkedip, ia langsung mengalihkan pandangannya dari Lily. Lily mengangguk pelan kemudian langsung berlalu keluar dari ruangan Dean seolah tidak menyia-nyiakan kesempatan karena kakinya sudah sangat lemas sekarang. Ia bahkan sudah tidak bisa merasakan lututnya lagi.  Saat pintu ruangannya tertutup pertanda Lily sudah benar-benar keluar, Dean langsung menyandarkan tubuhnya pada meja. Ia terdengar menghembuskan nafas kasar. Ia tidak mengerti dengan dirinya sendiri, mengapa ia sangat suka melihat mata itu sampai ia tidak sadar mengaguminya secara terang-terangan seperti tadi. Apalagi gadis itu adalah seorang pengasuh, rasanya sikap Dean ini tidak masuk diakal saja. Sepertinya ia harus membuang pikirannya ini jauh-jauh. Lagi pula pasti masih banyak gadis bermata hijau zambrud yang lebih indah di luar sana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD