3
Sherine merengut di depan berbagai jenis bunga yang menghias taman rumah Nicholas. Seminggu sudah ia menjadi istri pria itu—menjadi tawanannya, tapi kesempatan untuknya melarikan diri masih jauh dari harapan.
Ia hidup bagaikan burung di dalam sangkar emas. Tempat tinggal mewah, makanan lezat, pakaian mahal, tapi semuanya semu. Ia tidak memiliki kebebasan sedikit pun. Ia tak lebih dari hanya pemuas nafsu pria berengsek itu!
Istri!
Status omong kosong!
Ia tidak diperlakukan selayaknya seorang istri. Ia terkurung dalam rumah mewah bertembok kukuh.
Suara deru mobil yang memelan menarik perhatian Sherine.
Tampak pintu pagar terbuka, kemudian sebuah mobil mewah masuk, lalu parkir dengan rapi.
Ingin Sherine berlari melewati pintu pagar yang terbuka itu, tapi baru sekedip mata, pintu itu kembali tertutup. Belum lagi para pengawal yang berjaga siaga.
Sesosok memakai celana jeans sobek-sobek dan kaus pas tubuh berwarna pastel, keluar dari mobil.
Sherine mengerut kening. Ia belum pernah melihat Nicholas berpakaian seperti ini. Ada apa dengan pria itu?
Pertanyaan Sherine terjawab tatkala sesosok lain muncul, memakai kemeja tanpa dasi sambil menenteng tas kerja dengan jas tersampir di lengan.
Dada Sherine berdebar melihat sosok itu. Nicholas yang sesungguhnya!
Sesaat, tatapan Sherine terkunci pada iris gelap yang menatapnya tajam. Kemudian, kesadaran memenuhi diri Sherine, ia menoleh ke sosok berpenampilan santai dengan wajah persis Nicholas.
“Dia saudara kembarku, Sayang,” ucap Nicholas manis sambil berjalan ke arah Sherine.
Tubuh Sherine mengejang. Bukan oleh kenyataan yang baru Nicholas sampaikan padanya, tapi pada panggilannya.
Sayang.
Panggilan itu begitu intim. Bukan berarti Nicholas tak pernah memanggilnya seperti itu, tapi selama ini Nicholas hanya mengolok-olok. Kali ini berbeda. Ada nada posesif di sana.
Darah Sherine berdesir tatkala sebuah sentuhan panas menyentuh pinggul langsingnya. Ia mengangkat wajah dan matanya bertabrakan dengan mata sekelam malam.
“Dia Sean, Sayang. Adik kembarku yang tinggal di London. Aku pernah cerita, ingat?”
Meski suara Nicholas terdengar ringan, tapi tatapannya tajam menusuk seolah memberi Sherine pesan khusus. Pesan agar—
“Hai… Manis... kau cantik sekali, Sayang.”
Sherine terkejut dan berpaling. Matanya bertabrakan dengan sepasang mata gelap, yang cenderung menatap hangat.
Keterkejutan Sherine bertambah tatkala telapak tangannya diraih dan diremas hangat.
Kemudian pria itu menunduk mengecup punggung tangannya.
Wajah Sherine memerah. Ia ingin menarik tangannya karena menurutnya ini bukan cara berkenalan antar ipar yang lazim.
Tapi cengkeraman di pinggulnya yang terasa mengencang membuat sebuah ide kilat melintas di benak Sherine.
Nicholas jelas tegang memperkenalkan Sherine dengan adiknya. Lagi pula pria itu jelas berbohong. Nicholas tidak pernah bercerita sedikit pun tentang Sean.
Entah bagaimana Sherine seperti bisa membaca situasi. Nicholas ingin menunjukkan pada Sean bahwa mereka menikah karena saling mencintai.
Sherine mengabaikan Nicholas di sampingnya yang tampak tegang. Dan dengan sengaja ia tersenyum manis pada Sean saat pria itu mengangkat wajah.
“Ehm!” Nicholas berdeham, dengan tak sabar menarik tangan Sherine yang masih berjabatan dengan Sean.
Sekarang Sherine tahu kelemahan Nicholas. Jika ia tidak bisa meloloskan diri, setidaknya ia bisa membuat hidup Nicholas tak tenang. Ia bisa bersikap sedikit manis pada Sean untuk memanasi Nicholas. Selain itu, tentunya ia bisa mencoba peruntungan, siapa tahu Sean bisa menjadi jalan untuknya melarikan diri?
“Senang berkenalan denganmu, Sean,” ucap Sherine manis dengan nada manja. Suaranya sengaja dibuat sedikit parau.
Sherine bisa merasakan ketegangan Nicholas meningkat. Ia mengulum senyum, senang bisa mempermainkan pria yang sudah dengan kejam merenggut masa depannya itu.
“Aku merindukanmu sepanjang hari ini, Sayang. Sebaiknya kita masuk, Sean juga akan kembali ke hotel.”
“Aku akan menginap di sini, Nick. Kebetulan aku belum memesan kamar,” tukas Sean dengan seringai lebar.
Sherine bersorak gembira dalam hati. Bagus! Ia bisa memanfaatkan kehadiran Sean untuk memporakporandakan emosi Nicholas sekaligus mencari sela melarikan diri.
Sherine melirik Nicholas yang tampak menatap Sean seakan ingin mencekiknya, semakin jelas bahwa Nicholas tidak terlalu senang akan kehadiran saudara kembarnya.
“Tentu saja, asal kau tak keberatan mendengar jeritan Sherine saat kami bercinta,” ucap Nicholas dengan nada mengejek.
Rona merah merambat ke wajah Sherine. Dan kecupan panas mendarat di lehernya.
Dasar Nicholas! Sengaja memamerkan kemesraan palsu.
Sherine ingin mencakar Nicholas karena sudah membuatnya malu, tapi ia tahu tindakan itu tidak elegan.
Sean hanya terkekeh kecil dan mengangkat bahu.
“Aku masuk duluan,” kata Sherine sambil berusaha menahan rasa kesalnya. Ia melepaskan diri dari Nicholas, membalikkan badan dan berjalan pelan meninggalkan keduanya.
***
“Aku baru tahu kalau istriku wanita penggoda.”
Sherine yang baru saja masuk ke dalam kamar, tersentak. Ia berbalik dengan terkejut dan mendapati Nicholas sedang menutup pintu kamar, kemudian melangkah mendekatinya dengan wajah menyeramkan. Tegang berbalut amarah.
Impulsif, Sherine melangkah mundur. Ia tampak seperti seekor kelinci yang sedang akan dimangsa oleh binatang buas.
Nicholas menyeringai semakin dingin. Sherine benci menyadari pria itu membuatnya merasa terintimidasi oleh sikap dominan dan dinginnya.
Dengan jantung yang berdegup kencang, Sherine terus melangkah mundur, dan… Sherine mengumpat dalam hati tatkala kakinya membentur sesuatu hingga tubuhnya roboh. Ia terbaring terlentang di ranjang dengan kaki menjuntai.
Mata Sherine melebar saat memandang Nicholas yang menjulang tinggi di depannya. Dengan panik ia berusaha bangun, tapi terlambat, Nicholas telah pun membungkuk di atas dirinya. Sebelah tangan pria itu bertumpu di ranjang sementara sebelah lainnya menangkup dagu Sherine dengan jemarinya.
“Jangan coba-coba menjadi wanita jalang, Sherine.” Cengkereman Nicholas mengencang.
Sherine meringis merasakan sakit di dagunya.
“Lepaskan!” pinta Sherine dengan napas memburu.
Nicholas terkekeh sinis. “Lepaskan seluruh pakaianmu? Kau memang wanita jalang! Tanpa kau minta, aku pasti melakukannya, Manis!”
Sherine serasa akan mati karena dongkol. Pria ini berengsek, lihat saja, ia akan membalasnya!
Sherine mendesah lega tatkala Nicholas melepas cengkeraman di dagunya. Tapi ia bodoh jika berpikir pria itu akan melepaskannya begitu saja.
Dalam satu sentakan kasar, blus sutra putih yang Sherine kenakan, robek di bagian depan. Seketika d**a berbalut bra putih berenda terpampang sempurna.
“Kau berengsek!” teriak Sherine berang sambil hendak bangkit, tapi ia didorong dengan kasar hingga kembali terbaring.
Nicholas terkekeh senang. “Aku memang berengsek, Sayang. Dan aku tahu, wanita jalang sepertimu menyukai pria berengsek sepertiku.”
Mata Sherine melebar tatkala Nicholas menunduk. Ia berusaha menghindar ciuman pria itu, tapi Nicholas dengan kasar menyusurkan jemari ke kepalanya, menahannya bergerak.
Bibir panas itu menyentuh bibirnya. Sherine berteriak dan meronta, tapi sia-sia saja. Nicholas justru tampak semakin menikmati permainan jika ia terus berontak.
Akhirnya Sherine memilih diam, tapi celakanya saat ia diam, tubuhnya justru berkhianat. Seluruh sarafnya tiba-tiba berdesir nikmat, menggelenyar.
Sherine mengumpat dalam hati.
Tubuhnya menginginkan Nicholas!
***
Love,
Evathink
Follow i********:: evathink