5
Dan pucuk dicinta ulam pun tiba.
Sherine menjadi jawaban atas keinginannya.
Sherine masih muda dan pastinya sangat subur. Gadis itu akan menjadi mesin penghasil keturunan yang sangat potensial untuknya, bukan hanya itu, ia juga pastinya akan dipuaskan di atas ranjang mengingat betapa seksinya tubuh gadis cantik itu.
Meski harus Nicholas akui, ia harus mengeluarkan cukup banyak uang untuk mendapatkan Sherine.
Sekarang Sherine sudah menjadi miliknya dan Nicholas telah mencoba untuk segera membuatnya hamil dengan menyuruh Anne menyediakan makanan-makanan bergizi yang baik untuk kesuburan Sherine dan bercinta dengannya tanpa pelindung.
Tapi saat ini Sherine belum hamil. Mereka baru menikah seminggu, dan godaan telah datang.
Sean!
Seluruh saraf di tubuh Nicholas berdesir dingin. Kepahitan di masa lalu bermain dengan liar di benaknya membuat napasnya memburu.
Nicholas mengembus napas frustrasi, mengertak gigi jengkel, dan tanpa sadar meraih kunci mobil dan beranjak meninggalkan ruangannya.
Ia harus pulang.
Seharusnya ia tidak membiarkan ketakutan gila ini menguasainya, tapi sialnya ia pecundang!
Ia takut kehilangan Sherine. Ia takut sekali lagi miliknya jatuh ke tangan saudara kembarnya…
Harus ia akui Sean sangat memesona dengan segala sikap hangatnya yang sangat berbeda dengan Nicholas yang dingin.
Sherine bisa saja tertarik dan terpesona pada Sean. Dan hal tersebut tak boleh terjadi!
***
Sherine yang sedang duduk menonton televisi untuk mengisi waktu, terkejut tatkala pintu kamar terbuka.
Jantungnya berdegup lebih kencang saat melihat sesosok tampan dalam balutan setelan jas mahal, melangkah masuk.
Sherine kembali menatap layar televisi, berpura-pura tak acuh.
“Di mana Sean?”
Pertanyaan aneh itu mau tidak mau membuat Sherine menoleh dan menatap wajah blasteran berahang kukuh, yang sedang menatapnya dengan mata gelapnya yang bersinar dingin.
“Kau menanyakan Sean padaku? Yang benar saja!” cetus Sherine mencibir. “Bukankah dia bersamamu tadi!”
Mata Nicholas berkilat-kilat, kemudian ketegangan wajah itu mengendur, membuat Sherine bertanya-tanya apa sebenarnya yang ada di dalam kepala berambut gelap dan tebal itu.
Nicholas melangkah maju, duduk di sisinya membuat Sherine menggeser menjauh. Tapi tangan kekar nan langsing Nicholas meraih pinggangnya, menariknya hingga tubuh mereka berdekatan.
Sapuan lembut terasa membelai pipinya membuat napas Sherine seakan terhenti untuk sesaat. Nicholas menatapnya dalam-dalam dengan tangan membelai lembut pipinya.
Sherine menatap Nicholas dengan mata membesar dan jantungnya berdetak makin menggila. “Apa yang—“
“Sssttt…”
Nicholas menyusurkan jemarinya ke bibir Sherine. Mengusap ibu jarinya dengan sensual di sana.
Darah Sherine berdesir. Pusat dirinya berdenyut mendamba. Sialan lelaki ini yang bisa memberi efek dahsyat seperti ini padanya.
Sherine menarik diri, mengabaikan sensualitas yang menguar di antara mereka. Ia berdiri, memandang Nicholas yang menatapnya dengan ekspresi gelap.
“Sampai kapan kau akan mengurungku?” tanya Sherine frustrasi. Ia sudah jenuh berada di rumah terus menerus.
Nicholas mengangkat sebelah alisnya sambil duduk bersandar di sofa.
“Kata siapa aku mengurungmu? Kau bebas melakukan apa saja, Sayang.”
Mata Sherine berkilat marah. Pria berengsek! Pandainya dia bermain kata. “Kalau begitu kenapa aku tidak boleh keluar rumah?”
“Oh, itu…” Nicholas terkekeh kecil. Ia bangun dan melangkah mendekati Sherine.
Sherine melangkah mundur, menghindari kontak fisik dengan Nicholas, atau akal sehatnya akan menguap diambil alih oleh hasrat sesat yang menggila.
“Aku hanya menjagamu tetap aman, Sayang. Banyak orang jahat di luar sana.”
Langkah Sherine terhenti tatkala punggungnya membentur dinding tepat di samping jendela kamar.
Nicholas menyeringai menggoda. Ia menopang sebelah tangannya di dinding sementara sebelah lainnya merangkum lembut dagu Sherine dengan jemari.
“Kau tak perlu menjagaku! Aku bukan anak kecil!” napas Sherine memburu.
Nicholas terkekeh kecil dan semakin menunduk ke arah Sherine.
Napas Nicholas yang panas menerpa wajah Sherine dan membuat seluruh tubuhnya menggelenyar.
Sherine menatap Nicholas dengan mata membesar. Nicholas seakan ingin menciumnya.
Bayangan Nicholas menghimpit tubuhnya dan memberi sejuta kenikmatan, berkelibat dengan dahsyat di benak Sherine, membuat pusat dirinya terasa melumer.
Sherine membenci efek yang Nicholas timbulkan pada tubuhnya. Pada gairahnya.
Tatapan Nicholas terasa semakin gelap dan intens. Seluruh isi kepala Sherine menguap. Yang ada hanya gairah membara. Terkutuklah pria ini yang memiliki maskulinitas mematikan.
“Sayangnya aku ingin menjagamu, istriku…”
Suara Nicholas berat dan parau, dan Sherine tahu itu disebabkan gairah membakar pria itu sama dahsyatnya seperti dirinya.
Nicholas menunduk. Sherine, tanpa tahu apa yang harus dilakukan saat otaknya buntu oleh hasrat seperti ini, memejamkan mata.
Bibir Nicholas terasa panas menyapu bibirnya. Mengulumnya dengan lembut membuat tubuh Sherine menggelenyar menginginkan Nicholas.
Sebelah tangan Nicholas mengelus pinggulnya dengan gerakan sensual. Sesuatu di dalam diri Sherine semakin meleleh. Tanpa sadar Sherine membuka bibir dan mengerang kecil.
Nicholas mengambil kesempatan itu untuk makin menghanyutkan Sherine dengan ciumannya. Lidah Nicholas menerobos masuk, menggoda Sherine dengan nikmat.
Pusat diri Sherine berdenyut semakin intens. Seluruh sel di dalam tubuhnya berteriak mendamba.
Ciuman Nicholas memabukkan. Membuatnya terbang ke awang-awang. Melupakan kenyataan bahwa ia dipaksa menjadi istri pria itu.
Dan Sherine tidak dapat lagi memikirkan apa yang terjadi selanjutnya selain menikmati kenikmatan demi kenikmatan yang diciptakan bibir itu pada dirinya.
Jemari Nicholas menjelajahi setiap senti tubuhnya. Dengan kasar melepas setiap benang yang menempel.
Sherine tidak peduli jika pakaiannya tidak dapat ia kenakan lagi, yang terpenting hanyalah menuntaskan hasrat yang menggila ini.
***
Nicholas puas melihat Sherine tunduk dalam kendali gairah mereka.
Tapi kepuasan Nicholas tidak berumur panjang. Saat ia selesai mandi dan makan siang seusai permainan panas itu, kemunculan Sean di depan pintu rumahnya membuyarkan segalanya. Untuk sesaat tadi Nicholas benar-benar lupa pada Sean.
“Sean,” sapa Nicholas dingin. Ia yang akan kembali ke kantor, merasa terganggu dengan kehadiran saudara kembarnya itu. Ia tidak ingin meninggalkan Sean berduaan saja dengan Sherine.
“Hendak ke kantor?” tanya Sean hangat dengan seringai lebar.
Nicholas spontan menggeleng. Gerakan yang menunjukkan kenyataan bodoh karena jelas-jelas ia berpakaian rapi dan sedang menenteng tas kerja.
Sean menyeringai mengejek menatap Nicholas dari ujung rambut hingga ujung kaki, lalu kembali menyeret tatapannya ke atas, membuat Nicholas gusar karena diperlakukan seperti anak kecil yang ketahuan berbohong.
“Omong-omong, aku akan memesan kamar hotel untukmu,” kata Nicholas dingin.
Sean terkejut, kemudian menyeringai sambil melambaikan sekilas tangannya. “Tak perlu repot-repot, ranjang di kamar tamumu empuknya tak kalah dengan ranjang kamar suite hotel bintang lima.”
Sean melewati tubuh Nicholas dan masuk ke rumah dengan gaya tak acuh.
Nicholas mengencangkan rahang. Gusar dengan sikap Sean yang tak acuh dan berpura-pura tidak mengerti kalau sesungguhnya Nicholas sangat ingin Sean cepat-cepat angkat kaki dari rumahnya agar Sherine aman.
***
Love,
Evathink
Follow i********:: evathink