AWAL PERTAMA

2659 Words
Nala Ashana Mahya, perkenalkan gadis mungil dengan wajah imut itu , dengan umur 23 tahun. Anak gadis dari wira salman. Saat ini sedang ia sedang mengurus skripsinya yang nyatanya membuatnya harus mengerahkan segala daya pikirnya, selain ia kuliah Nala memiliki hobi yang sedari kecil ia geluti, Ballet. Ballet, adalah teman akrab Nala di saat ia merasa kesal atau moodnya sedang tidak baik seperti saat ini, Ballat mampu membuat kosentrasinya sedikit santai. Seperti saat ini, Nala keluar dari ruang dosen pembimbingnya dengan raut wajah lelah dan kesal, lagi-lagi judul skripsinya di tolak dengan begitu gampang, padahal ia sudah sampai pusing tujuh keliling mencari judul yang pas untuk ia ajukan namun dua dosen pembimbingnya sama-sama menolak judulnya yang ia tahu sudah sangat ciamik itu. Langkah kakinya menuju ke kantin, ia butuh pasokan amunisi untuk mengisi perut agar otaknya mau di ajak kerja sama setelah di ajak berkonfrotrasi dengan dua dosen pembimbingnya yang Nala rasa kejam itu. “Mrengut aja itu muka, La. Ada apaan?” Tanya Amira—sahabat Nala “Judul gue di tolak lagi dong, Amiraaa!” Kesal Nala “Lagii?” Nala mengangguk lemah “Capek gue—mau nikah aja deh.” Eluh Nala “Malaikat beneran lewat, di aminin paling serius kapok lo, La.” “Hhhh! Bodo amat dah—pusing gue.” Erang Nala masa bodoh “Pak Mahdi, nasi gorengnya satu sama es teh satu ya.” Teriak Nala memesan makan siangnya “La, gila lo! Badan tambah berisi gini masih makan nasi aja lo.” Tegur Amira “Biarin napa sih ah, gue stress nih.” “Streess? Jalan aja yuk ntar, La.” Dika—teman satu kelas Nala menyela pembicaraan Nala dan Amira “Pakboi stress, jangan mau La, mending nggak usah jalan sekalian kalo sama Dika , mah.” Amira melarang “Lo siapa? Nggak kenal gue.” “Heh dakjal, diem kagak lo, gue lagi stres nih—sana pergi!” Usir Nala dan mendapat kikikan tawa Amira “La, gue tinggal ke ruangan Bu Hapsari dulu ya, gantian gue yang bimbingan.” “Kenapa deh nggak gue aja yang dapet bu Hapsari.” Celetuk Nala “Udah takdir, dah ya, ketemu di studio ballet nanti.” Pamit Amira dan Nala hanya melambaikan tangan dan kembali melanjutkan acaranya mengisi perut ¤¤¤ Akhtar mengerutkan dahinya, ia kembali membaca laporan-laporan hasil survey para mahasiswa-mahasiswinya yang sudah ia acc judulnya, bukannya mencari topik yang lebih matang namun yang ia temukan malah sebaliknya bagaimana Akhtar tidak mengerutkan keningnya dan menahan kesal sudah berulang kali Akhtar memberikan pesan kepada mahasiswa dan mahasiswinya untuk mencari sumber yang benar-benar matang tak setengah-setengah seperti ini. Akhtar tercatat sebagai dosen di sebuah perguruan sekaligus pemilik Hakim Company, tugas berat itu Akhtar emban setelah Ayahnya memilih untuk pensiun dini maka mau tak mau pemimpinan jatuh padanya, padahal kala itu Akhtar masih sangat nyaman dengan pekerjaannya sebagai dosen namun setelah putri kecilnya lahir kala itu Ayahnya memilih segera pensiun alasannya ingin menghabiskan harinya bersama cucunya. Akhtar memang duda, tak banyak yang tahu bahwa laki-laki itu sudah menyandang duda hanya segelintir orang yang tahu bahwa ia adalah seorang duda anak satu dengan di umurnya yang masih terbilang muda namun matang itu. Istrinya—almarhum istrinya lebih dulu meninggalkan Akhtar dan putri kecilnya maka dari itu Akhtar menjadi orang tua tunggal untuk putrinya—Mutiara Cantika Wijaya. Walau begitu Akhtar jarang dekat dengan putrinya karena aktivitasnya dan tentunya Tiara sangat mewarisi paras sang almarhum istrinya—Akhtar pernah bersikap egois menepikan Tiara karena ia masih terpuruk dengan keadaan maka lebih besar campur tangan orang tuanya dari pada dirinya. Semenjak Tiara sudah beranjak besar dan sudah mulai bisa protes Akhtar sedih menurunkan egonya untuk dekat dengan Tiara, anaknya tak hanya butuh materi darinya tapi Tiara juga butuh ia di sampingnya dan sekarang perlahan Akhtar mulai membangun komunikasi untuk Tiara hingga apapun yang putrinya inginkan akan Akhtar lakukan demi melihat warisan Rahayu itu tersenyum bahagia Hingga suatu permintaan membuat Akhtar tak bisa berkata apapun, mengatakan saja bibir Akhtar kaku. Anaknya menginginkan seorang ibu? Apakah Akhtar bisa mengabulkan keinginan sang anak, padahal saja ia mendekati wanita sudah terasa mati rasa. “Ayah, pokoknya Tiara mau Bunda—biar Tiala ada yang bikinin bekal kaya Satlio teman Tiala!” Adu Tiara sesaat ia baru saja sampai di rumah See, anak umur tahun sudah pintar mengelukan keinginannya, Akhtar hanya bisa menghela nafas lelah sembari merengkuh Tiara dalam pelukannya. “Ayah—“ “Tiara, Ayah capek. Kalo mau minta Bunda nanti ya. Tiara sama Nenek dulu.” Ujar tegas Akhtar “Nggak mau, Tiala mau Bunda baru Ayah!” Tiara berontak “Tiara!” Bentak Akhtar “Hhhh! Selalu saja kamu bentak anakmu, dia masih kecil Akhtar maklum!” tegur sang Mama “Ayo Tiara, kita tidur sama Nenek.” Ajak Razita pada cucunya dan malam ini kembali seperti malam-malam lainnya ¤¤¤ Nala dan Amira sudah siap dengan baju balletnya, sebelum memulai pemanasan, Nala dan Amira akan melakukan pengabsenan pada murid-murid balletnya ini. Jadi les ballet ini di bagi beberapa tingkatan batuta,anak-anak, dan dewasa dan kebetulan Nala dan Amira mendapat posisi mengajar di bagian batuta. Yang membuat Nala dan Amira semangat adalah kelucuan para Batuta yang masih polos dan mengikuti kegiatan mudah dengan lucu, setelah selesai mengabsen Nala dan Amira membantu berbaris untuk melakukan pemanasan singkat sebelum memulai menari ballet. Namun saat di tengah mereka melakukan pemanasan terdengar suara terbukanya pintu studio tempat Nala dan Amira mengajar. “Maaf, Miss Nala dan Miss Mira. Ada murid tambahan tapi sedikit terlambat masih bisa mengikuti?” Tanya rekan Nala dan Amira Nala mengangguk senang.” Masih bisa mengikuti dong Miss Nadia—ayo cantik kita gabung sama yang lain.” Ajak Nala pada gadis mungil yang sedang terisak itu “Terima kasih, Miss Nala dan Miss Mira.” “Sama-sama, Miss Nadia.” Ujar Nala dan Mira “Tiara, Nenek tunggu di loby ya.” Ujar Razita pada cucunya dan di balas dengan anggukan “Saya titip Tiara Mis.” “Baik, Ibu. Tiara disini akan kembali tersenyum.” Ramah Nala “Terima kasih.” Nala mengajak Tiara ke depan bersamanya dan Amira bermaksud untuk menggenalkan gadis imut dengan mata sipit, pipi bak bakpao itu. Tiara sudah berhenti dari terisaknya melihat teman-teman seusianya begitu banyak dan tak ada yang menangis seperti dirimya. “Nah, Tiara, bisa memperkenalkan diri? Miss Nala dan Miss Mira beserta teman-teman baru kamu ingin tahu nama lengkapmu.” Tanya Nala dengan keibuan “Boleh, Miss.” Nala mengangguk senang “Perkenalkan namaku Tiala Cantika Wijaya, usiaku 6 tahun, aku sekolah di TK. Anak Pintar, nama ayahku Akhtar Hakim Wijaya, telima kasih.” Tiara usai mengenalkan dirinya “Wahh—pintar sekali murid baru Miss ini.” Ujar Nala setelah bangun dari keterkejutannya “Ah—ayo anak-anak kembali berdiri, kita pemanasan ya.” Ajak Mira mengubah suasana ¤¤¤ Nala dan Amira sudah siap untuk bergagas pulang setelah tepat pukul 5 sore kelas balletnya sudah selesai, namun ada sesuatu yang Nala masih ia pikirkan, nama Akhtar Hakim Wijaya saat di sebutkan oleh murid barunya itu terasa asing di ingatannya—seperti ia kenal dengan nama femilier itu. “Kenapa?” Mira menyadari Nala sedang melamun “Hah? Kenapa apanya?” Tanya balik Nala “Kenapa bengong?” “Sadar nggak sih lo sama nama bapak yang di ucapin sama anak baru tadi?” Nala bercerita “Bapaknya Tiara?” Nala mengangguk tanda mengiyakan “Lah iya, ya—kok gue nggak ngeh ya.” Mira menyadari “Mir, dosen papan triplek!” Teriak Nala menyadari “Mamposlah—ngajar anak dosen sendiri wkwkwk—mana dospem lo hahahahaha.” Tawa Mira menggelegar kencang Nala hanya mendengus kesal “Dahlah terima nasib, La.” Goda Mira “Udah ah ayo pulang—pakai Go-Car aja, biar cepet.” Ajak Nala dan di setujui oleh Mira ¤¤¤ Akhtar keluar dari ruangannya, untuk melaksanakan meeting bulanan seperti bulan-bulan biasanya mengumpulkan para karyawannya. Beginilah hari-hari Akhtar selesainya ia mengajar ia akan kembali melanjutkan untuk ke kantornya mulai berkerja dengan tittle CEO di perusahaannya, pekerjaan inilah yang membuat Akhtar bisa membuat ia melupa akan dukanya walau imbasnya kepada putrinya, Tiara sedikit Akhtar acuhkan—oh bukan lagi sedikit namun kurang lebih memang Akhtar acuhkan namun semakin beranjak besar Akhtar mulai menurunkan egoisnya—anaknya membutuhkan sosoknya yang mendampingnya sebagai orangtua yang masih Tiara punya dan Akhtar memang sayang pada putri kecilnya namun keadaannya membuatnya sedikit menomerduakan putrinya. Selesai memimpin rapat bulanan yang ia pikir sejauh ini masih terlihat aman, serta kerja sama- kerja sama yang berjalan dengan lancar. Yang artinya Akhtar memang sukses membangun dan memimpin perusahaan selama ini, tapi ini baru dua tahun awal belum lima tahun, enam tahun, hingga sepuluh tahun nanti. “Vino, atur pertemuan saya dengan perusahan PT. Salman Mahakarya ini.” Perintah Akhtar pada Vino yang sama-sama memiliki wajah datar itu “Baik, Pak. Akan saya atur pertemuan besok di jam setelah istirahat usai.” Ujar Vino dan akhtar mengangguk setuju Disisi lain, Nala sedang asik berlatih balletnya meski hari ini ia libur mengajar les namun Nala ingin saja melakukan ballet—ingin sedikit meringankan beban pikirannya. Selama Nala mulai mengajukan skripsinya tenaganya mulai terkuras habis apalagi dosen pembimbingnya orang teramat sangat Nala hindari namun tuhan berkata lain ia di berikan dosen dengan muka sedatar triplek. “Ya kenapa coba kaprodi ngasih gue sama dosen pembimbing kek dia ini, bikin nambah beban aja.” Kesal Nala saat mulai menggerakkan badannya “Coba ya kalo bisa milih sendiri dospemnya—masalahnya emnag nggak bisa—ya allah mau lulus aja ribrt banget.” Celoteh Nala lagi Merasa puas Nala menggerakkan badannya Nala segera bergagas mengangti bajunya dan segera pulang sebelum Ayahnya menerornya untuk segera menyuruhnya untuk pulang. Meskipun Nala di lahirkan di keluarga yang sangat berkecupan tapi Ayahnya untuk menjalani hidup apa adanya, seperti halnya saat ini, pulang di antar abang Go-Jek. Jarang Nala mau menggunakan fasilitas yang ayahnya berikan bahkan abangnya sendiri saja meskipun di berikan kedudukan yang mumpuni oleh sang Ayah Ethan memilih untuk membangun usahanya sendiri, dulu sebelum sebesar sekarang Ethan mati-matian tetap menjalankan usahanya meskipun lawan-lawan yang sudah handal di luar sana Ethan berusaha menjalankan usahanya. Ushaa yang Ethan jalani adalah usaha sampingannya ia mencoba untuk mengeksplor dirinya, mencoba mentalnya dan dari usaha kecilnya sekarang mampu sesukses sekarang meski kegiatan Ethan lebih pada perusahaan sang Ayahnya, begitu juga dengan Nala, diam-diam Nala juga melakukan usaha sampingannya meskipun dalam bentuk online tanpa sang ayah tahu.  Nala sudah mandiri kala ia beranjak besar kelas enam SD, Ibunya sudah lebih dulu pergi menghadap sang illahi, karena penyakit kankernya. Kehilangan ibu untuk selamanya membuat Ethan dan Nala menjadi sosok yang mandiri. ¤¤¤ Nala selesai kuliah tepat di jam satu siang dosen pembimbingnya yang sudah ia tunggu ternyata kembali membuat janji selanjutnya membuat Nala harus menelan kekesalannya. Akhirnya Nala memilih untuk pulang terlebih dahulu mengingat hari ini ia ada jadwal menari ballet, ia tidak akan sendiri lagi kali ini ia akan bersama Amira karena memang jadwal mengajar para princess-princess kecil. Kadang Nala suka melihat semangatnya para muridnya kala sedang menarik ballet ini terlihat lucu, Nala kadang membayangkan dirinya nanti saat ia sudah menikah ia ingin memiliki bayi perempuan. Nala sampai rumah, rumah terasa sepi Ayah dan Abangnya memang dijam siang seperti ini jarang berada di rumah karena aktivitas pekerjaan mereka. Dengan langkah lunglai lelah Nala naik ke atas kamarnya berganti baju dan segera membantu Mbok Atmi memasak. “Mbok mau masak apa?” Tanya Nala “Mbok mau masak tumis aja Neng, nanti malam baru nyayur.” Mbok Atmi menjelaskan apa yang akan mereka masak “Oke, Nala bantuin ya—masih ada waktu kalo bantuin Mbok masak.” “Iya, Neng.” Masakan makan siang sudah siap di meja makan, memang makanan sederhana namun rasanya luar biasa enak bahkan Ayah dan Abangnya juga tidak masalah bila hanya di sajikan makanan sederhana mereka tetap melahap dengan bersih tak ada sisaan di piring mereka masing-masing. Di keluarga Nala memang di wajibkan makan siang bersama kecuali sudah ada janji makan siang bersama para kolega dari salah satu dari mereka, tapi kali ini Ayah Nala dan Ethan memilih untuk makan siang bersama di rumah. “Ayo makan dulu, Abang, Ayah.” Ajak Nala saat keluar dari dapur “Iya, sebentar cuci tangan dulu.” Nala mengancungi jempol Makan siang berjalan seperti biasanya sedangkan Nala sudah kembali ke dapur guna membantu Mbok Atmi membereskan piring bekas mereka gunakan, sebelum ia bersiap-siap dan berangkat ke studio tempatnya biasa melatih atau berlatih ballet. “La, mau latihan?” Tanya Ethan saat melewati kamar Nala yang terbuka sedikit “Iya, Bang. Mau ngajar krucil-krucil imut lagi.” Balas Nala semangat “Abang anterin mau? Kebetulan Abang mau ketemu sama klien di depan studio mu itu.” Ajak Ethan “Boleh deh, mayan hemat gopay.” Cengir Nala “Dasar, ya sudah nanti Abang tunggu di mobil ya, jangan lama!” perintah Ethan “Iya bawel!” ¤¤¤ Nala merasa puas kali ini para murid yang mereka aja penuh semangat dan mudah untuk ia ajak mencoba gerakan baru dalam menari balletnya. Namun saat Nala dan Amira selesai berganti baju dan akan turun kebawah netra keduanya melihat satu gadis kecil terduduk menunduk dengan wajah sendu dan masih memakai baju balletnya Nala dan Amira tahu bahwa gadis cilik itu juga murid yang beberapa hari yang lalu baru bergabung pada kelasnya. “La, bukannya itu Tiara?” Bisik Mira pada Nala Nala mengangguk. “Iya—lo kalo mau pulang duluan gapap, Mir. Gue temenin dia dulu kayaknya dia emang belum di jemput.” “Beneran gapapa?” “Iya gapapa, gih. Ntar emak lo marah lagi.” Nala mengusir Mira “Ya udah, sampai ketemu di kampus besok ya, La.” “Oke, hati-hati.” “Siap.” Nala ikut menunduk menjajarkan dirinya pada gadis mungil yang masih setia menunduk itu. Nala mengusap kepala Tiara dengan sayang hingga gadis kecil itu mengangkat kepalanya seolah kaget Miss yang mengajarnya masih di studio. “Tiara, kenapa masih di sini? Oma belum jemput.” Tiara menggeleng sendu menahan tangis. “Katanya bukan Oma yang jemput, Mis.” Ujar Tiara dengan suara cadelnya “Loh—terus yang jemput Tiara siapa?” “Ayah—Ayah yang mau jemput Tiala—ta-tapi Ayah belum jemput.” “Ya udah, ayo Miss temenin di bawah yuk.” Ajak Nala pada Tiara “Boleh, Miss?” Ragu Tiara “Boleh dong sayang—yuk, nanti Ayah cepet datang kok ya, jangan nangis lagi—princess kan nggak boleh nangis.” Nala menenangkan Tiara dan gadis mungil itu menurut Keduanya larut dalam canda tawa sembari menikmati es krim yang di sediakan studio, dengan riang keduanya bercanda berdua melupakan keresahan gadis cilik itu dan Nala senang dengan gadis mungil itu. Dari arah parkiran laki-laki jangkung itu sedang berlari tunggang langgang mengingat bahwa ia harus menjemput putrinya yang katanya sedang les ballet dan nyatanya ia terlambat menjemput putrinya. Akhtar membuka paksa pintu studio sembari mengatur nafas ngos-ngosan Akhtar mengudarakan netranya. “Ayah?” Panggil suara kecil dari ujung pojok “Tiara—“ Akhtar menghampiri Tiara yang sedang duduk santai sembari memegangi es krimnya dengan raut wajah lucu. Akhtar mencium dahi Tiara dengan sayang meski terkesan keras pada putrinya Akhtar sejujurnya memang sayang pada putri semata wayangnya, warisan dari mendiang istrinya—Rahayu. “Maaf—Mutiara, Ayah terlambat, Ayah lupa.” “Ayah—jahat, Tiala sendili telus ada Miss Nala yang nemenin Tiala.” Cerita Tiara Dengan canggung Nala berdiri dari duduknya memberi salam hormat pada dosennya sekaligus dosen pembimbingnya, senyum canggung Nala tampilkan untuk dosennya. “Maaf, Pak. Tiara saya ajak makan es krim.” Ujar Nala dengan canggung “Ngga apa-apa—maaf merepotkan—ayo Tiara kita pulang, pamit dulu sama Miss Nala.” Ujar Akhtar “Tiala pamit pulang dulu Miss Nala, telima kasih es krimnya.” Pamit Tiara “Terima kasih, Nala sudah menjaga putri saya.” “I—iya, pak.” Senyum singkat Akhtar berikan pada Nala kemudian keduanya pergi “Buset deh—ini jantung gue napa?” Batin Nala aneh Akhtar menggandeng Tiara dengan senyum kecil misterius—Nala membuatnya tiap kali merasa aneh kala ia dan Nala di pertemukan saat pertemuan bimbingan, akankah panah cinta sudah saling ada namun tak pernah ia sadari?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD