AYAH, TIARA MAU BUNDA

1759 Words
Setelah kejadian kala itu malam dimana Nala menemani Tiara menunggu jemputan yang katanya yang menjemput sang Ayah itu dan kemudian Nala bertatap muka kembali pada dosen yang terkenal tanpa ekspresi itu dengan tatapan canggung dan di balas senyuman tipis namun mampu membuat Nala merasa dunianya berputar itu hingga sekarang—hingga hari Rabu lalu itu berlalu masih terngiang senyum tipis namun menawan itu—Nala memang harus mengakui senyum tipis milik dosennya itu mampu mengikat hatinya sejujurnya namun Nala masih saja mengelak dengan kenyataan yang ada. Dan tepat hari ini Nala ternyata memiliki jadwal bertemu dengan dosen pembimbingnya, kembali bertemu dengan laki-laki yang membuat Nala mengaku jujur terpesona itu, aura dosen mudanya yang ternyata sudah menyandang tittle duda muda, duda keren di umurnya 27 tahun dan parahnya lagi anak dari dosen tampannya adalah murid ballet Nala sungguh luar biasa bukan dunia. Memang benar apa yang di kata orang-orang dunia sempit-sesempit daun kelor. Hari-hari Nala di sibukan dengan berbagi kegiatan akhirnya di semester 7 akhir ini, menyelesaikan tugas-tugas yang sukses membuatnya muntah dengan topik-topik seputar tugas yang harus ia selesaikan. Berbeda dengan Akhtar yang diam-diam melirik dari ruangannya melalui celah dalam kordainnya—Akhtar merasa wanita yang tadi malam ia temui di tempat putrinya mengikuti les ballet mempunyai aura yang beda—bukan, Akhtar belum berani mengakui bahwa apakah benar ia terpesona pada pada gadis yang sedang mengudarakan senyumannya itu, hanya sekedar rasa kagum untuk Nala—yang nyatanya adalah mahasiswinya. “Manis.” Lirih Akhtar Akhtar akhirnya berlalu dari ruangannya mengingat bahwa ia harus menjemput putrinya dari sekolah, mengingat orangtuanya yang biasanya menjemput Tiara sedang ada acara maka Akhtar yang harus menjemputnya. Di tengah jalan Akhtar kembali mengudarakan pandangannya pada Nala yang masih asik tertawa gembira bersama teman-temannya—hingga akhirnya Akhtar tersadar dan menggelengkan kepalanya menghalau bayangan Nala yang dengan tanpa permisi mampir di sela-sela pikirannya. “Eh-eh La, Pak Akhtar keknya merhatiin lo banget.” “Hah? Apa, ngaco lo.” Nala tak percaya “Suer—jangan-jangan pak dosen cakep itu naksir lo, La.” Ujar Dika “Ngaco lo pada, dahlah gue mau ke tempat siska dulu ambil masker.” Nala mengalihkan pembicaraan “Halahh—Nala malu-malu kucing gaes.” Sorak Dika lagi “Dih norak amat lo, somad—dahlah gue cabut dulu.” Pamit Nala Dan di tengah jalan pun Nala memikirkan perkataan Dalila padanmya tentang Akhtar yang ketahuan memperhatikannya, mungkin hanya kebetulan Akhtar memperhatikannya ia tak ingin terlalu PD dulu mengetahui Akhtar menatapnya. Kepala cantik Nala menggeleng kencang perasaan suka itu tak boleh timbul di hatinya, jangan sampai namun tanpa Nala sadari sang illahi sudah mengatur dua hati yang saling menolak kehadiran cinta itu. ¤¤¤ Nala berjalan dengan langkah terburu tanpa dia sadari ia bertabrakan dengan seseorang dua-duanya saling mendesah kesakitan, jatuh tepat di lantai keras dengan ringisan yang menghiasi. “Tiara.” “Ayah, sakit.” Rengek Tiara “Maaf-maaf saya nggak sengaja, ada yang sak—Tiara?” “Miss Nala?” Panggil Tiara Nala mengangguk canggung di depan Akhtar perasan tak enak dan malu meliputi hati Nala yang sudah menabrak anaknya hanya karena langkahnya yang grudukan itu. “Maaf ya sayang, Miss buru-buru sekali sampai nggak sengaja nyenggol kamu.” Nala meminta maaf “Nggak apa-apa Miss—Nala nggak apa-apa kok ini lihat nggak lecet.” Ujar gadis mungil itu “Sekali lagi saya minta maaf ya Pak-Tiara.” “Tiara nggak apa-apa, sudah.” “Miss Nala, mau kemana? Tiara ikut Miss Nala boleh?” “Tiara, Miss Nala mau pergi, ayo keruangan ayah saja.” Akhtar lebih dulu melarang “Ahk—nggak apa Pak, kebetulan saya mau ke kantin—kalo bapak sedang kerja dan masih sibuk ngga apa-apa Tiara sama saya dulu.” Nala menyetujui mengajak Tiara “Boleh ya Ayah—Tiala ikut Miss Nala.” Tiara merengek pada Ayah “Ya sudah, jangan merepotkan Miss Nala ya.” Ujar Akhtar memberikan ijin “Asikk—ayo Miss Nala, kita jalan-jalan sama ke kantin.” Bahagia Tiara “Mmm—Nala ini uang untuk jajan Tiara nanti.” “Bapak bawa saja dulu, nanti biar sama Nala dulu jajannya.” Nala menolak pemberian Akhtar “Nanti merepotkan.” “Tidak pak—ayo kak Tiara pamit ke Ayah terus kita jalan-jalan.” Pinta Nala “Ayah Tiara ikut Miss Nala ya—dadah.” Pamit Tiara dan Nala hanya tersenyum canggung Akhtar melihat kepergian dua orang itu, ada rasa aneh menyesup relung Akhtar—Tiara terlihat senang dekat dengan Nala, bahkan saat orangtuanya membawakan pendamping hidup untuknya namun reaksi yang Tiara tak sesumringah ini saat bersama Nala. Tersadar dengan rapat yang akan segera di mulai Akhtar segera bergagas. ¤¤¤ Tiara dan Nala bergandengan layaknya seorang teman, dengan tawa menghiasi langkah mereka, Nala akhirnya memilih untuk mengajak Tiara ke kantin kampus karena teman-temannya sudah kembali berkumpul di sana. Tatapan-tatapan memperhatikan Nala dan Tiara sama sekali tak membuat Nala risih. “Wissss—anak siapa yang lo gondol, La.” Ajun—teman satu jurusannya “Anaknya Pak Akhtar.” “Aduh—terlihat uwu sekali lo La, sebelum bapaknya di deketin deketin anaknya dulu.” Comel Dika lagi “Gini nih, Dir kalo lo mau ngeber laki orang—anaknya lo deketin dulu, baru bapaknya lo seret.” Farhan si comel arab “Mulut j*****m lo di kondisikan Unta.” Kesal Dira “Mulut-mulut j*****m lo pada bisa di kondisikan kagak ada anak di bawah umur di sini.” Garang Nala “Ya maaf.” “Sini, Tiara duduk sini.” Ajak Nala “Tiara mau bakso sama jus jambu?” Nala menawari dan Tiara mengangguk malu-malu Tiara yang tadinya malu-malu kini sudah mau berbaur dengan teman-teman Nala, teman-teman Nala terhibur dengan kedatangan Tiara yang ternyata lucu itu membuat semua yang dekat dengan Tiara akan merasa gemas dengan Tiara. “Tiara.” Panggil suara berat “Ayahhh.” Teriak Tiara senang “Pulang, sudah siang.” “Yahh—ya sudah—Miss Nala dan teman-temannya Miss Nala Tiala pamit pulang dulu, dadah.” “dadah, Tiara.” “Terima kasih Nala dan semua.” “Sama-sama, Pak.” Setelah kepergian Tiara dan Akhtar, Nala menjadi bulan-bulanan teman-temannya, mendapatkan sorak-sorai bergembira melihat Nala terasa canggung saat bertatapan dengan Akhtar. “Gue prediksi nih ya gays, nggak lama lagi dah mereka berdua nikah.” “Ngaco lo Unta—dah gue mau pulang capek.” Pamit Nala “Mir, nebeng dong.” “kuy—cabut dulu guys.” Yang mendapat persetujuan teman-temannya Akhtar sedang berganti baju, saat melepas kemejanya ingat mengingat Nala lagi, senyuman dan keceriaan Nala membuatnya suka memperhatikan gadis itu. Apalagi Tiara terlihat suka sekali dengan Nala, bukan—Akhtar merasa ini hanya perasaan kagum bukan perasaan jatuh cinta dalam pandangan pertama, Nala tercatat sebagai mahasiswinya mana mungkin Nala mau bila ia pinang untuk menjadi ibu sambung Tiara. Nala masih muda dengan cita-cita siap ia raih. Namun terasa egois bila dia memaksa Nala untuk mau menikah dengannya tapi dirinya belum bisa untuk membuka hati sendirinya. Keinginan Tiara selalu Akhtar penuhi agar putrinya itu tak kekurangan apapun, segala hal Akhtar penuhi agar gadis kecilnya itu tak selalu merasa beda. “Ayah.” Panggil Tiara dari balik pintu kamar Akhtar Lekas Aktar membuka pintu kamarnya dan terlihat putrinya hanya menggenakan kaos dalam dan celana pendeknya. “Ada apa Tiara?” “Ayah—Tiala mau bilang.” Akhtar mengangkat Tiara untuk ia gendong dan membawanya ke dalam kamar, ia dudukkan Tiara dalam pangkuannya. “Ada apa?” “Tiala mau Bunda, Ayah.” Ujar Tiara dengan suara kecil “Bunda Tiara udah ada cuman dia sedang tidur.” “Mau Bunda Nala, Ayah.” Takut-takut Tiara mengatakan itu “Bunda Nala?” Tiara mengangguk  “Sejak kapan kamu panggil Miss Nala dengan sebutan Bunda Nala?” Tanya Akhtar lagi “Tadi Ayah, waktu Tiala ikut Bunda Nala ke kantin.” Akhtar menarik nafasnya halus Apa benar putrinya membutuhkan sesosok Ibu, apakah Nala tidak cukup hanya memilikinya untuk kebahagiaannya? Namun sayangnya sepertinya  memang tak bisa—Tiara membutuhkan sesosol Ibu yang juga mampu menyayanginya, Tiara juga menginginkan keluarga yang utuh. Nama Rahayu memang selalu Akhtar terapkan dalan hati Tiara bahwa Rahayu adalah ibu kandung dari Tiara namun sepertinya Tiara, gadis kecilnya itu belum mampu mengerti. “Nanti ya, Ayah bicarakan dulu sama Miss Nala.” “Benar Ayah?” Akhtar mengangguk “Horeee—terima kasih Ayah, sekarang Tiara mau tidur siang dulu ya.” Sorak sorai senang Tiara Melihat binar bahagia Tiara aja sudah membuat Akhtar bahagia, bahwa anaknya benar-benar menginginkan Nala untuk menjadi ibu sambungnya. Akhtar juga harus membicarakan ini kepada orang tuanya nanti malam. Bukannya lebih cepat lebih baik. ¤¤¤ Selesai makan malam Akhtar mengajak kedua orang tuanya untuk berdiskusi hal penting menyangkut Tiara. Sudah berulang kali Mama—Razita berulang kali mengatur makan malam spesial untuk menjodohkan Akhtar dengan anak-anak teman sosialitanya namun sayang Tiara lebih banyak malu dan enggan untuk berbaur dengan calon-calon ibu untuknya, tapi dengan Nala Tiara berbeda, Tiara akan menjadi anak-anak yang lebih semangat dan banyak tertawa tak ada rasa takut dan malu-malunya. “Pa, Ma—siang tadi Tiara datang ke Akhtar sudah dua kali dia meminta Akhtar ingin memiliki seorang Bunda lagi dan—Tiara menginginkan Miss Nalanya yang menjadi Bundanya.” Aktar menceritakan “Bunda Nala? Maksud kamu Miss Nala guru balletnya Tiara” Akhtar mengangguk “Kok kamu bisa kenal dengan Miss Nala ini, Tar?” Tanya sang Papa “Kebetulan Nala mahasiswi Akhtar di kampus PA.” Ujar Akhtar “Mama lihat sih, Nala memang memiliki jiwa keibuan jadi Tiara mudah untuk dekat dengan Nala apalagi Nala tipe wanita yang  sederhana dan nggak neko-neko.” Sela Razita “Papa sama Mama kan hanya bisa kasih kamu restu, Tar. Bagaimananya nanti itu sudah menjadi urusanmu yang terpenting kebahagiaanmu dan Tiara memang dengan Nala ini.” Ujar Gandhi “Kapan kita mau meminangnya?” Tanya Razita “Bukannya lebih cepat lebih baik?” “Secepatnya Pa, Ma.” Kedua orang tua Akhtar mengangguk setuju saja Akhtar masih memikirkan keinginan Tiara, meskipun ia sudah mengatakan keinginan Tiara pada kedua orang tuanya tentang keinginan Tiara namun tetap saja Akhtar masih belum bisa membuka hatinya ini semua untuk Tiara, ternyata sosok Ibu sangat penting juga untuk menemani pertumbuhan Tiara nanti saat sudah beranjak dewasa. Nala Ashana Bisa besok saya minta waktunya? Ada hal yang harus saya katakan Terima kasih! Pak Akhtar Bisa, Pak. Kebetulan besok ada bimbingan dari Bapak Langkah pertama berjalan baik, kalo ini memang terbaik kenapa tidak Akhtar coba, bila soal perasaan lama-lama juga akan terbiasa—sepertinya mencintai Nala tak begitu sulit memngingat Nala adalah gadis penuh dengan keceriaan. “kalo kamu memang jodoh yang Tuhan siapkan untuk menjadi pengganti Rahayu, akan aku coba apalagi ini memang untuk Tiara tak hanya untukku.” Lirih Akhtar sebelum memejamkan matanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD