BAB 5 : OGIMW

1249 Words
*** "Ayo masuk, sebentar lagi akan turun hujan," ucap seorang pria tampan yang ada di dalam mobil dengan seulas senyum ke Indah. Indah menggelengkan kepalanya. Dia tidak kenal siapa pria itu. Kepala Indah menunduk takut dan berdoa dalam hati semoga ada orang yang menolongnya. Pria itu menghela napas pelan, lalu membuka pintu mobil kemudian berjalan memutari mobil melangkah kakinya mendekati Indah. "Jangan takut ... saya hanya ingin menolong dan mengantarkan kamu. Karena sebentar lagi akan turun hujan," ungkapnya. Kepala Indah mendongak menatap pria tampan yang sedang tersenyum ke arahnya. "Tidak usah, Pak," jawab Indah tidak enak. "Kamu takut yah?" tanyanya. Indah mengangguk polos, membuat seorang pria di hadapannya terkekeh pelan. "Kamu salah satu pekerja di tempat Arfiq, bukan?" tanyanya lagi. Mata Indah melotot orang di depannya kok bisa tahu. Namun tak urung Indah menganggukkan kepalanya. Interaksi mereka tidak luput dari mata seseorang yang menatapnya tajam dengan tangan berkepal. Ntahlah ... dia tidak suka melihat mereka berbincang-bincang akrab. Dia melangkahkan kakinya ke arah Indah dan pria itu. sementara pria di hadapan Indah mengulurkan tangannya ke Indah. "Perkenalkan nama saya---" "Aden." Ucapan sang pria di hadapan Indah berhenti ketika ada seseorang yang memanggil namanya. Indah dan Aden menoleh ke siapa yang memanggil nama Aden, yaitu Arfiq. Melihat Arfiq datang Indah menundukkan kepalanya. "Lo ngapain di sini?" tanya Arfiq sembari melirik Indah yang masih menunduk. "Gue tadi lagi di jalan mau pulang. Terus dari jauh gue ngeliat salah satu pegawai lo duduk sendirian belum pulang. Jadi gue menawarkan diri untuk mengantarkannya," jawab Aden santai. Hati Arfiq sedikit panas. Ntahlah ... mungkin dia cemburu. wkwkwk Arfiq menggelengkan kepala menyangkal perasaannya. Tidak mungkin dia secepat itu jatuh cinta ke Indah. Aden yang melihat Arfiq geleng- geleng kepala, membuat keningnya dia berkerut. "Lo kenapa, Fiq?" tanya Aden heran. Arfiq gelegapan mendapat pertanyaan dari Aden. "Enggak apa, Den. Biar gue aja yang ngantar dia pulang," ucap Arfiq. Indah yang tadinya menunduk langsung mendongakkan kepala mendengar ucapan Arfiq. Aden sendiri menaikkan satu alisnya. Heran tentu saja tapi kemudian Aden menyeringai ke Arfiq. Melihat seringai Aden, membuat Arfiq salah tingkah. "Apa?" tanya Arfiq mengangkat dagunya ke Aden. Aden menggeleng pelan. "Ya sudah, sana lo ajak dia pulang." Arfiq membuang muka lalu tersenyum tipis. Kemudian kembali menoleh ke Indah yang sedang menatap mereka. "Kamu, cepet masuk! Saya antar kamu pulang," ucap Arfiq dengan nada perintah ke Indah. "Tidak usah Pak. Saya bisa pulang sendiri," jawab Indah membuat Arfiq berdecak kesal. "Saya atasanmu. Cepat masuk mobil!" suara Arfiq sedikit meninggi dan berkacak pinggang ke Indah. "Tapi, Pak---" Indah masih menolak. Tiba-tiba dia beranjak berdiri karena lengannya ditarik Arfiq dengan satu tangan. "Saya bilang masuk," ucap Arfiq tidak mau dibantah. Tangan satu Arfiq membuka pintu mobil. "Pak--" Indah langsung mengkerut mendapat pelototan Arfiq. Dengan terpaksa Indah masuk ke mobil menuruti perintah Arfiq dengan bibir mengerucut. "Dasar pemaksa," gerutu Indah. "Apa kamu bilang!" Arfiq tentu saja dengar sedikit gerutuan Indah. "Tidak, Pak," cicit Indah menunduk takut. Brakk Indah terlonjak kaget pintu ditutup sedikit dibanting oleh Arfiq. "Aaahh ... dasar Pak Arfiq tukang maksa dan nyebelin," gerutunya. Indah sedikit berteriak di dalam mobil. Setelah menutup pintu mobil, Arfiq menoleh ke Aden yang sedang menatapnya. "Sudah Den. Lebih baik lo pulang juga," ucap Arfiq datar. Aden terbahak melihat Arfiq. Arfiq malah bingung melihat Aden yang terbahak, pikir dia apanya yang lucu. "Arfiq versi cemburu, benar-benar menggemaskan," ucap Aden setelah meredakan tawanya. Arfiq berdecak kesal, siapa juga yang cemburu. "Jangan ngaco deh, Den," sangkal Arfiq. Aden semakin terbahak. "Gue penasaran bagaimana reaksi Libra, kalau tahu. Tuan Arfiq Yang Agung ini cemburu ke saya," ucap Aden semakin menyebalkan bagi Arfiq sambil menyeringai kearah Arfiq. "Den. Lo jangan aneh-aneh Den ya," kata Arfiq sedikit kesal. Aden menghedikkan bahu tidak peduli. "Lagipula dia pegawai gue, jadi sudah seharusnya gue yang antar dia pulang," lanjut Arfiq. Kedua alis tebal Aden bertaut mendengar perkataan Arfiq. "Sejak kapan Tuan Arfiq Hadiutomo yang terhormat ini peduli dengan pegawainya." Arfiq memutar bola matanya jengah. Aden itu memang unik, terkadang jadi orang pendiam terkadang dia juga menyebalkan seperti adiknya, Zahra. "Terserah lo lah, Den." Arfiq mengibaskan tangannya di depan Aden. "Padahal gue berbaik hati lo Fiq, mau nganterin dia pulang," ungkap Aden. Arfiq mendengus kesal. "Pak. Kapan pulang? Kalau ngobrolnya masih lama. Biar saya pulang sendiri saja," ucap Indah dengan kepala menyembul sedikit ke jendela mobil dan langsung memotong ucapan Arfiq. "Sudah sana lo pergi, nanti dia milih pulang sendiri. Baru tahu rasa lo," timpal Aden. Lagi-lagi Arfiq berdecak kesal. "Ngomong sama lo, emang nggak guna," gerutu Arfiq. Arfiq langsung melangkah ke mobilnya untuk mengantar Indah pulang. Arfiq mendudukkan pantatnya di kursi kemudi, sementara Indah duduk tepat di samping Arfiq. "Pakai seatbeltnya!" ucap Arfiq dengan nada perintah. "Iya, Pak," jawab Indah sedikit ketus. Dan juga tanpa menoleh ke Arfiq, karena dia sedang kesal. Bibir Arfiq tersenyum tipis mendengar nada bicara ketus Indah. Baru kali ini ada pegawai dia yang berani ke Arfiq yang notabene adalah atasannya. Kemudian mobil yang dikendarai Arfiq melaju ke jalan meninggalkan Aden yang masih diam di tempatnya. Aden menatap kepergian mobil dengan seulas senyum. "Kaya gitu katanya nggak tertarik ke cewek itu, Arfiq Arfiq. Kemakan omongan sendiri kan lo," gumam Aden sambil menggelengkan kepalanya. *** Keheningan menemani perjalanan Indah dan Arfiq. Beberapa kali Indah menghela napas pelan dan lebih memilih menatap keluar jendela. "Dimana alamat rumah kamu?" tanya Arfiq tanpa menoleh ke Indah dia fokus ke setirnya. Indah menoleh sebentar ke arah Arfiq beberapa detik lalu menatap ke depan. "Jalan Y, Pak," jawab Indah tanpa menoleh ke Arfiq. Arfiq menjawab dengan anggukan. "Lain kali sebelum jam pulang minta ojek online cepet sampai sebelum kamu keluar," ucap Arfiq setelah beberapa menit mereka diam. Indah menghela napas, mendengar ucapan Arfiq. "Saya sudah pesan, Pak!" jawab Indah sedikit ketus. Dia seakan lupa dengan siapa dia berbicara, salah Arfiq sendiri yang membuat Indah kesal karena telah memaksa dia. "Kenapa jawaban kamu ketus?" tanya Arfiq menoleh ke Indah sebentar lalu kembali fokus ke setirnya. Mendengar pertanyaan Arfiq membuat Indah menoleh ke arah Arfiq. 'Karena Bapak menyebalkan,' jerit Indah dalam hati, tentu saja dia tidak berani bilang seperti itu. Bisa dipecat Indah dari kerjaannya. Hiks "Maaf, Pak," cicit Indah menunduk. Arfiq menaikkan sudut bibirnya mendengar jawaban Indah. "Untung saya bisa mengantar kamu pulang," ucap Arfiq jumawa. Indah menghela napas lelah. Siapa juga yang meminta atasannya untuk mengantar dia pulang. Arfiq sendiri kan yang memaksanya padahal Indah sudah menolak. Setelah kurang lebih satu jam, akhirnya mobil Arfiq berhenti di depan rumah sederhana milik keluarga Indah. "Itu rumah kamu?" tanya Arfiq menatap milik Indah. "Bukan, Pak! itu rumah Nenekku,' jawab Indah sambil melepaskan seat beltnya. Arfiq menganggukkan kepalanya paham. Indah keluar dari mobil lalu melangkah memutari mobil Arfiq, sementara Arfiq sendiri keluar dari mobilnya. "Hem, Pak ... terima kasih banyak telah mengantarkan saya pulang," ucap Indah sedikit memunggukkan kepalanya. "Sama-sama. Sudah sana masuk," ucap Arfiq tanpa sadar mengusap kepala Indah pelan. Tubuh Indah mematung beberapa detik kemudian dia mengerjapkan matanya. "Ya sudah saya pulang dulu." lanjut Arfiq beranjak dari situ. Indah yang belum sepenuhnya sadar menganggukkan kepala. Melihat Indah seperti itu membuat Arfiq terkekeh pelan kemudian dia mulai masuk ke mobil, lalu melajukan untuk pulang ke apartemen. Indah tersadar setelah mobil Arfiq sudah tidak terlihat lagi. "Tadi Pak Arfiq mengusap kepalaku kan?" tanyanya pada diri sendiri. Indah menggigit bibir bawah, rona merah mulai menjalar di pipinya yang memang putih. "Ya ampun ... kamu kenapa sih Indah," gumamnya. Indah berbalik badan sambil menutup wajah dengan kedua tangannya, malu tentu saja. "Itu tadi siapa Ndah?" Indah langsung terkejut mendapat pertanyaan seperti itu dari seseorang yang berada tepat di depannya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD