BAB 6 : OGIMW

1207 Words
Happy reading... *** "Itu tadi siapa, Ndah?" Indah langsung terkejut mendapat pertanyaan oleh seseorang yang ada di depannya. Ternyata neneknya. Kemudian Indah bernapas lega. Kakinya melangkah menghampiri sang Nenek. "Assalamualaikum, Nek ...." Indah menyalami punggung tangan sang Nenek. "Waalaikumsalam ... itu tadi siapa Ndah?" tanya Nenek Sumi. Indah mendadak salah tingkah, wajahnya langsung menunduk. "Itu Bos di perusahaan tempat aku berkerja, Nek," lirih Indah pelan. Mendengar jawaban sang cucu, nenek Indah menghela napas pelan, kemudian menatap cucu semata wayangnya. "Bapak cuma nganterin aku pulang doang kok, Nek. Soalnya sebentar lagi akan hujan," ucap Indah. "Ayo masuk, Nek ... di luar dingin." Indah membantu Neneknya masuk kedalam rumah milik mereka. Setelah itu Indah membantu mendudukkan Neneknya di salah satu sofa ruang tamu. Indah sendiri juga mendudukkan dirinya di samping sang Nenek. Nenek Sumi menatap dalam Indah dengan matanya yang sudah mulai rabun. "Ndok ... kamu ada hubungan dengan dia?" tanya Nenek Sumi. Kening Indah berkerut mendengar pertanyaan dari Neneknya. "Aku nggak paham, Nek. Hubungan apa yang Nenek maksud itu?" tanya Indah balas menatap neneknya lembut. "Hubungan pacaran Indah," jawab sang Nenek. Indah terkekeh pelan. "Nggak, Nek ... nggak mungkin aku sama dia. Kita itu beda, dan aku juga tahu diri siapa aku siapa dia," ucap Indah sambil tersenyum ke Neneknya. Sang Nenek menghela napas pelan. "Maaf Ndah, Nenek cuma nggak mau kamu terluka." Senyum Indah masih terpatri di bibirnya. "Insya Allah aku nggak bakalan terluka, Nek ... lagipula dia tidak mungkin suka sama aku yang bekerja sebagai Office Girl di kantornya." Indah beranjak dari duduknya."Ah ya ... Nenek sudah makan belum?" Indah mengalihkan pembicaraan, sementara sang Nenek menggelengkan kepalanya. "Ya sudah ... aku mau mandi dulu, baru aku masak buat makan malam kita." Indah melipir ke kamarnya setelah mengatakan itu. Meninggalkan sang Nenek yang masih duduk di ruang tamu. Indah keluar dari kamarnya untuk memasak makan malam buat dia dan Neneknya. Setelah menyelesaikan makan malamnya, Indah dan neneknya bercerita banyak, terutama bercerita masa-masa ketika kedua orang tuanya masih hidup. "Kamu tahu, Ndok ... Nenek akan pergi dengan tenang ketika kamu sudah memiliki keluarga yang menyayangimu," ucap sang Nenek sendu. Tubuh Indah sedikit menegang beberapa detik, kemudian memeluk Neneknya dari samping. "Aku hanya mau dengan Nenek ... karena Nenek adalah harta aku satu-satunya, setelah Mama dan Papa pergi." Sang Nenek menepuk-nepuk tangan Indah pelan. "Nenek selalu berdoa, semoga nanti kamu memiliki calon suami dan mertua yang akan menyayangimu." Indah terkekeh pelan kemudian mengurai pelukannya. "Aku masih 24 tahun, Nek ... belum kepikiran untuk menikah," jawab Indah. Mata tua sang Nenek memicing ke Indah, dan membuat Indah salah tingkah. "Lalu yang tadi sore itu, siapa?" tanya beliau. Mulut Indah sedikit menganga lalu mengerjapkan matanya beberapa kali. "Itu atasan aku, Nek. Lagipula, Pak Arfiq tidak mungkin suka sama aku," jawabnya tersenyum. Sang nenek menganggukkan kepalanya. "Syukurlah ... Nenek tidak melarangnya, hanya saja Nenek takut kamu tidak diterima di keluarganya." Lagi-lagi Indah terkekeh pelan. "Nenek nggak usah pikirin itu. Lebih baik kita tidur yuk ... ini sudah malam," ucap Indah. Indah beranjak dari duduknya kemudian membantu sang Nenek bangun, memapahnya menuju tempat tidur. "Nenek tidur. Aku mau beres-beres dulu sebentar," ucap Indah setelah membantu membaringkan neneknya di kasur. "Jangan bekerja terlalu keras, Ndok ... nanti kamu sakit," kata Nenek Sumi. Indah yang hampir sampai di depan pintu berhenti lalu menoleh ke sang Nenek. "Insya Allah aku sehat, Nek," ucapnya dengan senyuman. "Aku keluar dulu, Nek." Nenek Sumi hanya menganggukkan kepalanya. Pukul 9 malam Indah masih beres-beres, biar besok paginya tidak terlalu repot. BRUKK Indah berjingkrak kaget kemudian langsung berlari ke kamar Neneknya. "Astaghfirullahal'adzim ... NENEK!!" Indah menghampiri Neneknya yang jatuh di lantai dengan kening yang berdarah. "Nenek ... Nenek kenapa bisa jatuh," ucapnya gemetar. Indah terisak saat itu juga, dia sekuat tenaga membopong Neneknya ke kasur walaupun berat sementara sang Nenek meringis kesakitan. "Nenek tunggu sebentar di sini. Aku mau minta tolong ke orang-orang buat bawa Nenek ke Rumah Sakit," ucap Indah panik. Sang nenek hanya menganggukkan kepalanya pelan. Indah berlari keluar rumahnya. "Tolong ... tolong huhuhu ...." Teriak Indah, dia sangat ketakutan. Beberapa warga datang tergopoh-gopoh. Beruntung rumah Indah tidak terlalu jauh dari rumah warga. "Kenapa, Neng?" tanya salah satu warga. "Tolong Nenek saya, Pak. Tolong bantuin saya bawa Nenek ke Rumah Sakit, beliau tadi jatuh," jawabnya sambil terisak. "Ayo, Pak, di sini kamarnya." lanjut Indah masih menangis. Indah menunjukkan kamar sang Nenek. Dimana Nenek Sumi merintih kesakitan dan itu membuat Indah tambah terisak. "Ayo bapak-bapak bantu," ucap salah satu warga. Beberapa warga membantu membopong Nenek Sumi keluar dari kamar. "Saya sudah minta tolong pinjam mobil salah satu warga, Pak, sebentar lagi datang mobilnya," ucap tetangga Indah. "Kamu siap-siap juga, Indah." Indah menganggukkan kepalanya. "Iya Bu," jawab Indah nada suaranya bergetar. Indah mengganti celananya, mengambil sweater dan juga tas selempang dimana ada ponsel dan dompet miliknya. *** Setelah sampai di Rumah Sakit. Nenek Sumi langsung ditangani beberapa perawat untuk diperiksa. Indah masih menangis sesenggukan, dia duduk di kursi tunggu sementara Neneknya lagi ditangani di UGD. Sementara para warga sudah pulang karena sudah malam. "Papa Mama ... hiks. Aku takut." Indah menangis tergugu menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dia takut, sangat takut. Karena hanya Neneknya yang Indah punya saat ini. Hampir setengah jam, akhirnya Dokter yang menangani sang Nenek keluar. Indah beranjak dari duduknya untuk menghampiri Dokter. "Bagaimana keadaan Nenek saya, Dokter? Apakah Nenek saya baik-baik saja?" tanyanya khawatir bahkan nada suaranya bergetar. "Apakah Nenek anda punya riwayat sakit jantung?" tanya sang Dokter. Indah mengangguk pelan sambil mengusap air matanya. "Kabar baiknya anda cepat dibawa kesini, dan kabar buruknya Nenek anda harus melakukan operasi jantung, Mbak," ucap sang Dokter dengan seulas senyum kecil. Lutut Indah melemas seketika. Dia tahu biaya operasi jantung tidaklah sedikit. "Tolong beri saya waktu, Dokter," ucapnya mengiba. "Baik, Mbak. Kalau begitu saya pamit dulu. Yang sabar ya, Mbak ... " Sang dokter prihatin melihat Indah yang sendirian. "Apa saya boleh menjenguknya, Dok?" pinta Indah. "Tentu, Mbak ...," jawabnya mengulas senyum. "Terima kasih, Dokter," ucap Indah, Dokter itu hanya mengangguk. Indah masuk rawat inap sang Nenek. tubuhnya sedikit gemetar melihat Neneknya. sang Nenek terbaring lemah tak berdaya di atas brankar Rumah Sakit dengan beberapa alat yang menempel di tubuhnya. "Nenek ... hiks. Maafkan aku, Nek, hiks." Indah menciumi tangan sang Nenek yang sudah keriput. Indah menangis sambil memegangi tangan sang Nenek. Sangking lelahnya menangis Indah sampai tertidur di situ sampai pagi. Hari ini Indah izin tidak masuk kerja, tentu saja dia menemani Neneknya di Rumah Sakit. Sementara di kantor ada seorang pria yang sedang uring-uringan karena tanpa sengaja mendengar seseorang tidak masuk bekerja hari ini. Dia bahkan memarahi siapa saja yang membuat salah. "Kemana sih gadis itu," ucapnya menggerutu sambil menyenderkan kepala di kursi kebesarannya. Di tempat yang berbeda Indah sedang menemui Dokter yang menangani Neneknya. "Mbak, kapan kami bisa melakukan tindakan operasi?" tanya Dokter. Wajah Indah menunduk, matanya sudah bengkak karena kebanyakan menangis semalam. "Tolong beri saya waktu, Dokter," pinta Indah memelas, sang Dokter mendesah pelan. "Baik, Mbak. Tapi tolong kalau bisa secepatnya," jawab Dokter. Indah mengangguk. "Terima kasih, Dokter," ucap Indah. Indah kembali duduk di bangku taman Rumah Sakit. "Aku harus mencari uang sebanyak itu dimana, hiks. Sementara aku hanya sendiri yang merawat Nenek," ucapnya sembari menutup wajah mulai menangis lagi. "Kamu tidak sendiri, kok." Tiba-tiba seseorang duduk tepat di samping memberikan Indah sebuah sapu tangan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD