BAB 1 : OGIMW

1283 Words
*** Beberapa tahun yang lalu... Sebuah mobil berwarna hitam melaju dengan santai, sembari bercengkerama dan bercanda bersama, sebelum ada sesuatu yang mengakibatkan mobil tersebut melaju kencang untuk menghindari sesuatu. Dengan tangan gemetaran, si pria yang menyetir menyempatkan diri untuk melihat sang putri yang tertidur pulas di jok belakang, sementara wanita di sampingnya terus saja merapalkan doa semoga mobil yang ditumpangi mereka bertiga tidak ada apa-apa dan selamat sampai tujuan. Namun semua atas kehendak Tuhan, mobil mereka mengalami kecelakaan, dengan menabrak pembatas jalan. Si pria tewas di tempat, sedangkan sang wanita masih sempat memeluk putri kecilnya yang terus menangis sembari merintih kesakitan. Bersyukur karena sang putri selamat meskipun ada beberapa luka lecet di bagian kaki dan tangannya. 'Indah.' Sang wanita mengucap lirih nama putri kecil mereka, sebelum menghembuskan napas terakhir menyusul suaminya pergi. 'Mama.' Gadis kecil itu terus saja memanggil sang mama yang sudah tidak sadarkan diri. Setelah dievakuasi. Gadis kecil itu sudah bersama sang nenek. Sumiyati harus merasakan luka tak terlihat saat melihat anak dan menantunya harus pergi untuk selama-lamanya dan meninggalkan putri kecil mereka, Indah Windarani Laksono. Meskipun terpukul, namun beliau harus terlihat kuat demi cucu tunggalnya, sebab hanya beliau yang Indah punya sekarang. "Nenek." Panggil seseorang membuat lamunan tentang beberapa tahun yang lalu sirna. Mata tua yang sudah tidak terlihat jelas itu, menatap sang cucu yang sudah dewasa. Sang cucu sangat cantik, sebab menantunya juga cantik. "Kamu mau berangkat, Ndok?" Gadis itu mengangguk dengan senyum lebar, sebelum menjawab, "Iya, Nek. Aku mau berangkat. Hari ini kan Senin, jadi aku harus berangkat pagi-pagi." "Maaf, Nenek merepotkanmu." "Nenek ngomong apa sih." Indah berbalik ke kamar untuk mengambil sesuatu. Hidup itu penuh perjuangan. Mungkin itu yang dirasakan Indah saat ini. Di saat gadis lain sedang bermanja-manja dengan kedua orang tua, tapi tidak bagi Indah. Dia harus berkerja demi menghidupi dirinya juga sang nenek yang sudah tua. Mau bilang tidak adil, tapi semua sudah ditakdirkan oleh Tuhan. Semua sudah diatur sedemikian rupa. Lagipula kalau berbicara dia tidak beruntung, ada yang lebih tidak beruntung lagi kehidupannya. Sejatinya semua tentang pandai bersyukur apa tidak dengan pemberian Tuhan. Setiap hari setelah sholat subuh, Indah tidak tidur lagi atau bersantai-santai ria, akan tetapi membersihkan rumah dan memasak untuk sang nenek sebelum pergi berangkat kerja ke perusahaan Hadiutomo. Kalau kalian tanya dia bekerja apa? Dia berkerja sebagai Office Girl. Mungkin bagi sebagian orang itu pekerjaan rendah. Tapi bagi Indah tidak. Semua pekerjaan sama saja yang terpenting dia tidak mencuri dan sebagainya. Apalagi gajih di perusahaan Hadiutomo GROUP cukup besar untuk sekelas Office Girl seperti dirinya. Sebenarnya Indah ingin sekali melanjutkan kuliah, namun sayang. Sang nenek sudah hampir lima tahun ini sakit-sakitan dan mengharuskan Indah bekerja untuk membiayai kehidupan mereka berdua. "Nek, aku pergi dulu, ya. Nenek jaga diri baik-baik di rumah. Assalamualaikum." Indah pamit, tidak lupa mencium pipi keriput sang nenek. Sang nenek tersenyum, "Kamu juga hati-hati kerjanya, Ndok. Waalaikumsalam." Indah mengangguk dengan senyuman. Dia pun pergi berkerja meninggalkan sang nenek di rumah yang sudah tua peninggalan kakeknya. Kalau kalian tanya di mana orang tua Indah, kenapa berpamitan hanya pada nenek saja? Kedua orang tua sudah pergi selamanya, saat Indah berumur lima tahun dalam kecelakaan maut yang menewaskan mereka berdua. Selama perjalanan menuju ke perusahaan, bibir tipis milik Indah tidak berhenti tersenyum. Meskipun hanya seorang Office Girl di perusahaan, gadis cantik itu banyak yang suka. Mungkin karena sifatnya yang ramah dan rendah hati. Pekerjaan Office Girl memanglah tidak mudah. Tapi Indah tetap menikmatinya. Siang hari ini, Indah disuruh salah satu staf kantor untuk membeli sesuatu di luar perusahaan. Dari arah berlawanan seorang wanita paruh baya berjalan, setelah keluar dari sedan mewah berwarna hitam. Namun tidak fokus jalannya, sebab beliau sedang mengambil sesuatu dari tas. Yaitu ponsel, yang terus saja berdering. Karena wanita itu masih sibuk mencari ponsel, sampai membuatnya akan jatuh kalau saja Indah tidak langsung mencegahnya. Beruntung ada Indah yang kebetulan akan lewat persis samping si wanita paruh baya itu, makanya tidak sampai terjatuh tadi. "Anda tidak apa-apa?" tanya Indah, dengan nada khawatir. "Tidak apa-apa," jawab wanita paruh baya itu, sambil menoleh ke Indah. Kemudian kening beliau berkerut setelah melihat wajah Indah seperti tidak asing. "Syukurlah kalau Anda tidak apa-apa." "Terima kasih, ya," kata wanita paruh baya itu, membuat Indah mengulas senyum. "Sama-sama, Bu. Kalau begitu saya permisi dulu," pamit Indah, sembari memunggukkan badan sedikit. Setelah Indah beranjak dari situ, wanita paruh baya itu tersenyum. "Baik sekali dia, anaknya juga cantik," gumam beliau, dengan senyuman. Beliau adalah Megadewi Hadiutomo. Nyonya utama pemilik perusahaan Hadiutomo GROUP. Dan Indah tidak sadar atau tepatnya tidak tahu siapa wanita yang ditolongnya tadi. Kemudian beliau kembali melanjutkan jalannya menuju lantai paling atas tempat sang suami dan anaknya bekerja. Sesampai di lantai atas. Beliau menyapa sektretaris sang suami yang sedang berkerja. "Selamat siang, Fitri. Bapak ada di dalam?" tanya beliau. "Ada, Bu. Bapak ada di ruangannya," jawab Fitri, sekertaris sang suami. "Mari, Bu, saya antar?" tawarnya. "Tidak usah, Fit," jawab Bu Mega, menolak tawaran Fitri. "Baik, Bu." Fitri menganggukkan kepala, dan membiarkan Nyonya utama masuk ke ruangan sang atasan. Sudah dua jam berlalu, seorang pria menatap ke luar jendela, memandangi gedung-gedung tinggi pencakar langit yang ada di kota Jakarta. Pikirannya sedang mengingat waktu dua tahun yang lalu saat dirinya akan melamar sang kekasih, namun harus gugur malam itu juga. 'Ness, serius kamu mau pergi keluar negeri?' Gadis cantik berlesung pipi itu hanya tersenyum tipis. 'Tapi Ness, aku sudah janji akan mengenalkan kamu dengan mami dan papi.' Sebenarnya ia berbohong soal itu. Hanya sebagai alasan saja, agar sang kekasih mau diajak ke rumah orang tuanya. Hubungan mereka sudah berjalan sekitar kurang lebih dua tahun. Dan selama itu ia belum pernah membawa sang kekasih datang menemui kedua orang tuanya. Malam ini juga ia sedang melamar sang kekasih. Namun sayang, ia harus menelan pil pahit karena lamarannya ditolak sang kekasih dengan alasan ingin melanjutkan kuliah ke luar negeri. 'Maaf, Fiq. Aku nggak bisa. Aku tetap mau pergi keluar negeri untuk berkuliah,' jawab gadis cantik, bernama lengkap Ashley Vanessa Tan. 'Simpan cincin ini, karena aku tidak akan memakainya,' lanjut Ashley, sembari menyerahkan kotak beludru ke pria di hadapannya. 'Jadi dalam arti lain, kamu menolak lamaranku?' Ashley menghedikan bahu tidak peduli, 'Begitulah. Aku tidak mau memakainya karena aku tidak mau terikat apapun. Memakai cincin itu saja seperti menggenggam janji. Dan aku tidak mau itu.' 'Jadi hubungan kita yang terjalin selama dua tahun ini terbuang sia-sia?' ucapnya dengan nada getir. 'Maafkan aku, Arfiq. Aku janji setelah pulang dari sana akan menemuimu nanti.' Arfiq Septian Hadiutomo, hanya tersenyum kecut menatap cincin kecil berwarna biru laut diserahkan lagi padanya, padahal dia sudah mempersiapkan semua jauh-jauh hari dan berencana akan mengenalkan Ashley ke kedua orang tua, kalau lamarannya diterima. Nyatanya ... ya mungkin mereka memang tidak berjodoh. Ashley beranjak dari duduk, membenarkan dress putih gading miliknya. 'Aku pergi dulu, Fiq,' pamit Ashley, lalu menyempatkan diri mencium pipi Arfiq. Arfiq yang menginginkan cinta pertama dan berharap akan menjadi cinta terakhir, harus diterima hanya di angan-angan saja. Entah ini murni alasan Ashley saja ingin melanjutkan kuliah ke luar negeri atau memang ada alasan lainnya. Arfiq tidak mengerti. Arfiq tahu, Ashley bukan gadis sembarangan. Dia anak dari seorang pengusaha. Ashley tidak tahu saja, kalau Arfiq juga bukan orang sembarangan. Karena Arfiq akan menjadi penerus sang papa, Arlan Hadiutomo, CEO di perusahaan Hadiutomo GROUP. Yang Ashley tahu, Arfiq hanya karyawan swasta dengan gajih standar. Kalau saja dia tahu Arfiq yang sebenarnya, mungkin tidak seperti ini hasil dari lamarannya. Arfiq kembali mendesah pelan saat mengingat kenangan dua tahun silam dengan mantan kekasihnya. Arfiq mendengus sebal saat pintu ruangannya terbuka oleh seseorang tanpa mengetuk pintu dulu. "Len, kalau masuk itu yang sopan!" tegur Arfiq, seraya memutar kursi kebesarannya untuk melihat siapa yang datang tanpa tahu sopan santun. Mata Arfiq langsung melebar saat tahu siapa yang datang tiba-tiba ke ruangannya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD