BAB 3 : OGIMW

1165 Words
Hidung Indah mencium bau wewangian perpaduan antara wangi Musk dan segar yang menguar, dan membuat Indah tanpa sadar menghirupnya. Wangi yang bisa membuat seseorang nyaman ketika berada di dekatnya. Indah mendongakkan kepala, karena ingin tahu siapa yang tadi bertabrakan dengannya. Mata Indah seketika melebar setelah tahu dengan siapa dia bertabrakan tadi. Sesaat kemudian Indah langsung menunduk takut, sementara orang di depannya menatap Indah dengan tatapan datar. "Maaf, Pak. Saya tidak sengaja," ucap Indah, sedikit takut. "Siapa nama kamu?" Tubuh Indah mendadak gemetar mendengar pertanyaan dingin dan datar dari orang itu. "Saya tanya sekali lagi, siapa nama kamu?" mengulangi pertanyaan yang sama, karena Indah belum menjawabnya. "In-- In-- Indah, Pak," jawab Indah, dengan nada gemetar dan tidak berani menatap pria yang Indah tahu anak pemimpin perusahaan Hadiutomo. Seseorang di depannya menatap Indah dengan tatapan memindai, karena ia belum pernah melihat gadis itu. "Kamu bekerja di bagian mana?" Indah meneguk saliva susah. Dengan tubuh semakin gemetaran, Indah menjawab, "Office Girl, Pak." Orang itu mengangguk paham. Pantas saja ia belum pernah melihat gadis itu. Ternyata berkerja di bagian bawah. "Baiklah, Indah. Lain kali hati-hati kalau jalan." Ia langsung melangkah pergi setelah mengucapkan itu menuju lobby perusahaan. Indah dibuat melongo dengan apa yang diucapkan sang atasan dan setelahnya ditinggal begitu saja. "Huft, kirain mau dipecat," ucap Indah, bernapas lega sembari mengelus dadanya. "Ngomong-ngomong, benar kata teman-teman kalau Pak Arfiq tuh, memang tampan," gumam Indah, pelan. Indah berlari kecil melangkah menuju ke depan gedung perusahaan. Di sana sudah ada satu ojek langganannya yang sedang menunggu. Alasan Indah buru-buru tadi, ya karena dia sedang ditunggu ojek langganannya. "Maaf, Pak, saya telat," ucap Indah, dengan napas sedikit tersengal. Kemudian Indah menerima helm yang disodorkan bapak ojek lalu memakainya. "Nggak apa, Neng," jawab pak ojek, dengan seulas senyum. "Terima kasih, Pak." Indah mendudukkan diri di jok belakang motor. Kemudian setelah Indah duduk, tukang ojek melajukan motornya membelah jalan raya. "Mau mampir dulu, Neng?" tanya ojek, ke Indah. "Iya, Pak. Ke pasar. Ada keperluan yang saya ingin beli," jawab Indah. Tukang ojek menganggukkan kepala, paham. Indah lebih memilih belanja di pasar daripada Supermarket. Selain harganya yang lebih terjangkau, di pasar juga jauh lebih lengkap. Setelah membeli keperluannya di pasar. Sekarang mereka sedang di perjalanan pulang ke rumah Indah. Beberapa kantong plastik Indah taruh di depan. Beruntung ojek langganannya bermotor matic. Jadi dia tidak perlu menenteng barang belanjaan yang lumayan banyak. Motor yang membawa Indah berhenti di lampu merah. Tepat di sampingnya ada mobil sedan mewah berwarna hitam yang juga berhenti. Indah tidak tahu bahwa di dalam mobil mewah itu sedang menatapnya. "Gadis yang menarik," gumamnya, dengan bibir tersenyum tipis. *** Indah pulang ke rumah dan seperti biasa. Masak buat sang nenek dan malamnya akan menemani beliau sampai tertidur. Kebetulan kamar mereka berdampingan. Tadi Indah sekuat tenaga menahan air mata saat sang nenek berbicara tentangnya. Kalau sudah sedih seperti ini, Indah akan tidur memeluk foto kecil yang telah usang. Foto kedua orang tuanya. Lewat foto itulah Indah merasa kalau dirinya sedang dipeluk sang mama yang sudah tiada. Pagi jam 07:30 WIB. Indah sudah sampai di depan gedung perusahaan tempatnya bekerja. Dia sengaja masuk pagi, walaupun jam kerjanya dimulai jam delapan. Indah berjalan melangkah masuk ke ruangan khusus pekerja seperti dia, yaitu Office Girl. Menyapa beberapa pekerja yang sudah berada di sana termasuk resepsionist perusahaan. Setelah sampai di ruangan Indah mengetuk pintu lalu membukanya. "Assalamualaikum...." Indah melenggang masuk ke ruangan, membuka loker lalu menaruh tas selempangnya. Kemudian mengambil baju dan berjalan ke kamar mandi untuk berganti baju kerjanya. Beberapa menit kemudian Indah keluar dari kamar mandi, berjalan menuju pantry untuk menyiapkan minuman buat beberapa staff kantor. Ketika sampai pintu keluar Indah dikagetkan oleh seseorang. "Wahh, lo pagi-pagi udah sampai aja, Ndah." Indah tersentak kaget dengan sapaan Lina, teman sejawatnya. "Ya ampun, Mbak! Aku kaget loh," ucap Indah, sambil mengelus dadanya pelan. Lina meringis pelan, karena telah membuat Indah terkaget. "Sorry, lo nggak apa kan, Ndah?" Lina merasa bersalah pada Indah. Indah mengatur napas sebentar, kemudian dia tersenyum ke arah Lina. "Aku nggak apa, Mbak," jawab Indah, dengan seulas senyum. "Lain kali, Mbak nggak akan ngagetin lo lagi deh," tekad Lina, mendapat tawa renyah dari Indah. "Sudah aku nggak apa-apa, kok, Mbak. Ya sudah aku keluar dulu ya, Mbak. Mau beres-beres ruangan." Indah berlalu setelah mengatakan itu. Lina hanya menganggukkan kepala. Indah keluar dari ruangan untuk mulai bekerja. Pekerjaan Indah sama kaya Office Girl pada umumnya. Menyapu, mengepel, membersihkan meja staff yang kotor karena lembur, merapikan berbagai berkas. Indah akan sibuk ketika menjelang makan siang, dimana dia akan bolak-balik memesan atau mengambil makanan untuk para staff kantor yang lebih memilih makan di ruangannya. Hari ini cukup repot karena ada salah pekerja yang izin tidak masuk kerja. Sekarang Indah sedang duduk sambil menyeka keringatnya. Hampir semua kerepotan hari ini termasuk Indah. "Ini, buat kamu." Kepala Indah mendongak ke atas, ketika ada seseorang yang mengulurkan sebuah minuman untuknya. Kemudian Indah mengulas senyum ternyata Farid yang memberi minum. Indah menerimanya masih dengan senyuman. "Terima kasih, Mas Farid," kata Indah, tersenyum kecil. Farid mengangguk, dan balas tersenyum ke Indah, lalu dia duduk di salah satu kursi. Farid melihat Indah meminum yang dia kasih, membuatnya tersenyum tipis. "Pasti capek banget ya, Ndah?" Indah terkekeh pelan mendengar pertanyaan Farid. Sementara Farid selalu terpesona ketika Indah tersenyum atau tertawa. Indah sudah cantik dan, ketika Indah tertawa atau tersenyum kecantikannya naik berkali-kali lipat. Indah yang sadar ditatap Farid mencoba meredakan tawanya, lalu berdehem sekali. "Yang namanya kerja itu, ya pasti capek, Mas Far," jawab Indah, kemudian kembali meminum minuman yang Farid beri. Sekarang Farid yang tertawa mendengar jawaban Indah. "Minuman ini enak, Mas. Sekali lagi terima kasih, ya." Farid tersenyum ke Indah. "Hem ... syukurlah kalau kamu suka," ucap Farid masih dengan senyuman. "Ndah, tolong belikan kopi buat Bu Siska, perut gue sakit banget." Tiba-tiba Lina masuk sambil memegangi perutnya. "Ya Allah, Mbak kenapa?" Indah beranjak dari duduk, sedikit panik melihat Lina yang memegangi perut. Farid juga ikutan berdiri tapi tidak panik seperti Indah. "Kenapa Lin?" Lina menggelengkan kepala, mendapat pertanyaan Farid. Indah membantu mendudukkan Lina di salah satu kursi yang ada di situ. "Perut gue sakit, kayanya sih mau datang bulan," ucap Lina berbisik pelan ke Indah karena di situ masih ada Farid. Indah mengangguk paham. "Ya sudah, biar aku aja yang beli kopi buat Bu Siska." Tangan Indah dicekal seseorang ketika hendak pergi. "Biar aku aja, Ndah." Indah menoleh ke Farid yang mencekal tangannya, kemudian tersenyum sembari melepaskan pelan cekalan tangan Farid. "Nggak apa, Mas. Aku bisa beli, kok," ucap Indah canggung. Farid tersadar tangannya mencekal tangan Indah, membuat dia merasa bersalah. "Ahh maaf, Ndah," ucap Farid sedikit canggung, lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Enggak apa, Mas. Aku pergi dulu," jawab Indah, tersenyum tipis ke Farid dan berpamitan ke Lina. Indah keluar dari ruangan untuk membeli kopi buat Bu Siska. Dia sudah paham beli di mana, karena Bu Siska memang sudah berlangganan. Dan sudah sering kali memesan kopi di tempat itu. Indah berjalan menuju Caffe seberang untuk membelikan kopi buat Bu Siska. Dia tidak sadar ada sepasang mata yang sedang memperhatikannya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD