2. Iissshhh ...!

2178 Words
"Mana, Mi, alamatnya?" "Alamat apa?" "Katanya aku diminta jemput Kayla, gimana sih?" Agastya mendengkus kesal. "Telat, kamu! Tu, orangnya udah nyampe!" Danti melengos sambil berjalan menuju kitchen island tempat Kayla duduk sambil mengaduk adonan brownies. Kayla melirik sekilas pada anak bungsu Big Boss nya itu. Tepat saat Agastya juga sedang menoleh ke arahnya. Cepat Kayla mengalihkan pandangannya kembali pada adonan browniesnya. Agastya mendengkus kesal sambil berjalan kembali ke kamarnya. 'Kalau tau bisa datang sendiri, gak perlu ribet gue bangun pagi-pagi. Pengen santai, jadi gak bisa.' 'Belagu banget, sumpah! Gak usah juteknya ke gue dong. Bukan gue yang minta jemput, juga!' Kayla merasakan ketidak senangan dari sekilas pandang Agastya tadi. 'Salahnya gue di mana, coba? Bisa beda banget, sih, sifatnya dengan Mas Amar. Jangan-jangan dia ketuker pas di rumah sakit!' Kayla terkekeh dalam hati. "Udah bisa di masukin oven, ya, Bu. Suhunya udah cukup." Kayla mengabari Danti sambil menuju oven listrik di seberang kitchen island. Danti mengangguk setuju. "O, iya, Kay. Nanti siang, habis dzuhur, ambil makaroni ke rumah Tante Airina ya, sekalian mampirin butiknya Tante Butet, ambil kebaya ibu, kemarin ada yang kurang payetnya, jadi dibalikin lagi deh." Ucap Danti sambil menikmati ikan gurame acar kuning yang dibawa Kayla dari rumahnya tadi. "Baik, Bu." Kayla merapikan alat-alat dan bekas wadah kosong tempatnya mengadon brownies tadi, kemudian membawanya kedalam bak cuci piring yang selanjutnya akan dicuci oleh Mbok Icih. Anggota katering dan EO sudah mulai berdatangan. Makanan sudah mulai disusun rapi di ruang kosong di samping rumah yang biasanya berfungsi sebagai garasi. Ruangan itu biasa untuk menyimpan sepeda motor pekerja yang pulang harian maupun yang tinggal tetap. Pintu ruangan dibuka lebar, namun terhalang pandangan dari luar karena diberi sekat bambu lipat agar ruangan tersebut juga tak menjadi pengap. Meja-meja prasmanan sudah disusun di dalam ruang tamu yang besarnya hampir dua kali lipat rumah Kayla. Diruangan tersebut telah ditempatkan sepuluh buah meja bundar berkapasitas enam orang dan dua meja untuk delapan orang. Masing-masing meja dan kursi telah diberi nama pemiliknya, karena tamu undangan yang berjumlah lima puluh orang tersebut semuanya kelas VVIP. Sisanya, keluarga dan teman. Setiap meja nantinya akan dilayani oleh seorang pelayan. Sehingga, tamu bisa langsung memilih makanan di meja prasmanan ataupun memesan melalui pelayan. --- "Maaf, Bu. Apa saya sudah bisa jalan sekarang?" Kayla bertanya pada Danti yang sedang mengawasi pekerjaan karyawan katering dan EO Danti melihat jam di tanganya sesaat. "Boleh deh, biar gak khawatir telat di jalan juga." Danti menjawab sambil mengelus lembut lengan Kayla. "Kamu cari Mas Aga, ya, biar dia yang antar kamu," ucapnya lagi sambil tersenyum. Kayla sebenarnya ingin menolak, lebih baik dia diantar supir atau menggunakan taxi saja daripada harus berkendara berdua saja dengan laki-laki susah senyum bernama Agastya itu. Tapi dia bisa apa, mau menolak perintah istri Big Boss? Nekat atau minta dipecat? Kayla berjalan di belakang Agastya, menuju ke arah mobil yang akan mereka kendarai. Banyak mobil yang terparkir disana, Kayla tak tahu mobil mana yang dituju Agastya. Ia pun dengan diam mengikuti dari belakang. Agastya memencet salah satu tombol di alarm kunci mobil yang dipegangnya. Tampaknya ia pun tak tau kunci mobil mana yang ia pegang saat ini. Hanya tau merk dari mobil itu saja, karena ada logonya tertera di handle kuncinya. Mercedes-benz. Akhirnya suara denting Alarm tanda pintu terbuka, mengisyaratkan di mana sang mobil berada. Keduanya berjalan menuju mobil terparkir. "Get in!" ucapnya singkat setelah mereka berdiri tepat di samping mobil. Suara baritonnya sedikit menghentak jantung Kayla. 'Diih.. Galak banget! Suaranya mirip Mas Amar, tapi ini lebih serak. Lebih seksih!' Kayla terkekeh dalam hati. Namun wajahnya tetap terpasang datar. Sama datar dengan wajah Agastya saat ini. 'Wajahnya bisa biasa aja, gak sih? Kaku banget kayak abis disuntik botox.' ucap Kayla dalam hati lagi, saat tadi sepintas mereka bersitatap ketika bersamaan memasang seatbelt ke penguncinya. Kayla memutar matanya, jengah. "Kemana dulu, nih?" Agastya bertanya tanpa menoleh saat mobil sudah berada di luar gerbang pagar. "Tujuannya ke rumah Tante Airina dan ke butik Tante Butet." Kayla menjawab pelan namun jelas, dia tak ingin wajah Agastya semakin ketat karena Kayla membuat kesalahan. Biar Agastya sendiri yang menentukan tujuan pertamanya. "Hmm." Balasan yang singkat dan padat. Kayla menghembuskan nafas perlahan menahan emosi. 'Isshh, bernafas aja gue takut.' Setelah hampir empat puluh lima menit berkendara dalam diam, akhirnya sampai di rumah Airina untuk menjemput makaroni panggang dan pai apel pesanan Danti. Kayla segera turun saat mobil telah terparkir sempurna di carport. Agastya tak ikut turun, ia menunggu di dalam mobil. Padahal Donni adalah adik sepupu Arkasatya, namun ia sedang malas berbasabasi karena ada Kayla saat ini. "Iya, nanti malam kami datang, Kak. Lho, Kakak bukan sama supir?" Ara yang membantu Kayla membawakan dua pinggan makaroni, memandang ke arah mobil yang terparkir. Karena, kalau sekedar mengambil ini itu, cukup diantar oleh supir, biasanya pun hanya menggunakan Xpander. Sedangkan kali ini menggunakan Mercy. "Siapa di dalam, Kak?" kepo Ara. "Mas Agastya." Cengir Kayla sungkan. Ara menaikkan alis nya dan membentuk huruf O pada bibirnya. "Si Jutek pulang! Sendiri dia, Kak?" Kekeh Ara perlahan sambil bertanya. Kayla yang mendengar ucapan Ara pun ikut tersenyum kikuk dan mengangguk. Berbarengan mereka menuju ke mobil. Kayla yang sebelah tangannya kosong, segera membuka pintu bagian belakang untuk meletakkan sepinggan besar pai apel dan kemudian meraih dua pinggan makaroni panggang yang berada di tangan Ara, kemudian meletakkannya juga di kursi jok belakang bersamaan dengan pai apel tadi. Ara mengetuk pelan jendela pintu depan mobil di bagian penumpang. Perlahan kaca gelap tersebut turun. Tampak Agastya tersenyum seadanya ke arah Ara. Agastya senang ketemu Ara, tapi ya gitu, no ekspresi. Ara yang sudah mengenal sifat Agastya sejak lama, tak perduli. "Sombong banget ya, gak mau turun! Mentang-mentang nih, kayaknya!" Ara langsung aja mengomelinya. Agastya tertawa singkat. "Tante Ai di rumah?" "Iya di rumah, gak mau mampir dulu? Kali-kali ada pounds sterling yang nganggur di dompet, kan, belom kasi aku kado nikahan, by the way." cerocos Ara lagi. Kembali Agastya tertawa singkat mendengar ocehan Ara yang memang sudah sangat dia hapal kelakuannya. Ia kemudian memutuskan untuk turun dulu dan bertemu dengan Airina. Setelah mendekat pada Ara, Agastya merangkulkan lengannya di bahu Ara dan mengajaknya menemui Airina. "Kak Kay, yuk masuk lagi." Ara mengajak Kayla yang sedang berdiri di samping mobil sambil menatap lucu interaksi keduanya. Ara yang ceria menghadapi Agastya yang kaku. Sambil berjalan masuk ke dalam rumah, Agastya tak memandang ke arah Kayla, dia pun tak repot-repot menyuruh Kayla untuk menunggu atau sekedar memberi perintah. Seperti Kayla tak semobil saja dengannya tadi. Kayla benar-benar hanya bisa mengelus d**a. Setelah tak lebih dari sepuluh menit berbasa basi dengan Airina, Agastya memohon izin untuk melanjutkan perjalanannya. Di depan pintu masuk, Agastya berpapasan dengan Kayla yang sudah berdiri di dekat pintu. Hanya memberi kode dengan gedikan kepala ke arah mobil. Kayla langsung paham dan menyusulnya dari belakang. Sebelum masuk ke dalam mobil, Kayla berpamitan kepada Airina dan Ara. "Mas Aga, Kak Kayla nya diajak ngobrol dong, kasihan tuh, stress dia jalan bareng berdua ama Mas Aga," ledek Ara pada Agastya, dia tak perduli pada Agastya yang kembali memasang wajah datarnya dan Kayla yang kembali memutar matanya malas. Namun memberikan senyum pada Ara. Airina terkekeh. "Ga! Baik-baik, mana tau jodoh!" Kerling Airina pula pada Agastya yang hanya membalas dengan gelengan kepala dan segera masuk ke dalam mobil. Airina tahu niat Danti ingin menjodohkan Agastya dengan Kayla. Menurut Airina mereka cocok, Agastya yang cuek dan dingin bertemu dengan Kayla yang walaupun tampak pendiam tapi sebenarnya ceriwis kalau sudah kenal dekat. Sifatnya sedikit mirip Ara kalau diperhatikan, ceplas ceplos. Saat mobil Agastya mundur beberapa meter, ia segera menghentikan kembali mobilnya. "Panggilkan Ara," ucap Agastya sambil menurunkan kaca jendela mobil di samping Kayla. Kayla yang mendengar jelas permintaan Agastya, segera memanggil Ara dan menyuruhnya menuju ke jendela Agastya. "Mas cuma punya sisa empat lembar doang di dompet. Buat kamu. Sorry, Mas gak bisa datang waktu nikahan kamu." Ucapnya saat memberikan empat lembar pecahan limapuluh pounds sterling kepada Ara. "Ya elah, Mas! Aku bercanda kali. Gak mau, ah!" Ara menolak, menyorongkan kembali uang pemberian Agastya. Agastya menggeleng cepat, menahan tangan Ara. "Mas kasi sebagai kado, kenapa ditolak?" "Tapi ini banyak benget!" "Banyak? Segitu gak ada artinya kalau untuk adeknya Mas. Udah mundur, Mas mo jalan, nanti kaki kamu terlindas." Agastya menggerakkan mobilnya mundur perlahan. Masih terdengar dengkusan Ara. "Makasi banyak, Masque!" Teriakan Ara terdengar pelan dari dalam mobil, sepertinya ia baru tersadar belum mengucapkan terimakasih. Kayla sekilas menoleh ke arah Agastya, tapi tidak berani berlama-lama, hanya ingin memastikan keroyalan Agastya pada Ara tadi bukan hanya pencitraan. Bayangkan, limapuluh pound sterling dikali empat lembar, kalau di konversikan ke rupiah, menjadi nyaris empat juta rupiah. Ia berikan uang segitu banyak kepada Ara begitu saja. Emang sih, Ara itu adik sepupunya, wajar saja memberi kado berupa uang. 'Dan seandainya gue kaya raya seperti Agastya, gue juga gak akan perhitungan dan akan berbuat yang sama untuk sepupu kesayangan gue. Isshhh, gak nyangka, ternyata di balik wajah kakunya tersimpan jiwa seorang dermawan.' Puji Kayla dalam hati. Suasana di mobil yang sunyi senyap membuat Kayla mengantuk. Tapi ia tak mungkin tidur. 'Bisa disemprot habis-habisan sama si kaku ini, kalau itu sampai kejadian.' Jarak ke Butik Tante Butet masih memakan waktu lima belas menitan lagi kalau lancar. Kayla ingin menyalakan radio dengan harapan mampu mengusir kantuknya. Tapi dia tak mungkin menyalakannya begitu saja tanpa permisi, apalagi perangkat audio itu belum pernah Kayla pergunakan, salah pencet malah berabe. Tapi matanya sudah lima watt banget. Kayla berdehem, membersihkan tenggorokan yang tiba-tiba terasa kering. Agastya bergeming, pandangannya fokus ke arah jalanan. "Boleh nyalain radio, gak?" Suara Kayla mencicit, entah mengapa rasanya kehadiran Agastya sangat mengintimidasi, padahal kalau dipikir-pikir, pria itu tak melakukan apapun. Agastya tak menjawab, namun tangannya bergerak ke arah perangkat audio tape tersebut dan menyalakannya. Akhirnya... "Trimakasih," Ucap Kayla masih bersuara dengan pelan, teredam oleh suara radio yang sepertinya sedikit terlalu keras. Kayla berinisiatif untuk sedikit memelankan volumenya. Ternyata Agastya juga bereaksi sama. Sehingga akhirnya jemari mereka bersentuhan di depan tombol volume. Jangan pikir kejadian tersebut berakhir seperti adegan-adegan di sinetron. Saling pandang, tatap-tatapan dan berakhir jatuh cinta. Tidak! Tentu tidak. Keduanya tak saling pandang walaupun Kayla sedikit berjengit dan menarik cepat tangannya, ia memilih langsung mengalihkan pandangannya ke arah luar dari jendela di sampingnya. Sementara Agastya terlihat lebih santai, ia meneruskan niatnya untuk mengecilkan sedikit volume radionya. Akhirnya urusan dari butik Tante Butet pun selesai. Kayla sudah tak sabar ingin segera sampai di rumah. Waktu juga sudah menunjukkan pukul 14.48 di dashboard mobil. Harapannya bisa segera makan siang dan sholat Ashar di rumah saja. "Saya laper, mampir makan dulu," ucap Agastya tiba-tiba. Itu perintah, bukan ajakan apalagi penawaran. 'Eh, apa-apaan? Masak gue harus nahan diri lebih lama, sih! Gila, aja!' Dengkus Kayla dalam hati tanpa menoleh pada Agastya. Tapi, apa dia bisa menolak? "Silahkan. Saya boleh nunggu di mobil aja, kan, ya? Soalnya saya tadi udah masak dan nyiapin untuk makan siang. Jadi saya ingin makan di rumah aja," ujar Kayla pelan. Sebenarnya ia sedikit bingung ingin memanggil apa pada Agastya. Sebagai sekertaris Amartya, Kayla memanggil Bapak ketika di kantor, dan mendapat perintah memanggil Mas, jika berada di luar urusan kantor. Begitu juga kepada istri Amartya. Sedangkan terhadap Agastya, dia takut dianggap sok akrab jika tanpa izin memanggilnya dengan panggilan Mas. Walaupun Danti membiasakan Kayla begitu. Agastya menoleh kearah Kayla sambil tetap fokus menyetir. "Kamu yang masak sendiri?" Kayla mengangguk sambil mengucapkan kata "iya" dengan perlahan. Ia bicara tanpa memandang Agastya. "Di rumah banyak makanan, ngapain kamu masak?" 'What? Lah, anda juga mau makan diluar padahal di rumah banyak makanan!' Dumel Kayla dalam hati. Namun ia tak menjawab. Agastya sedikit kesal karena Kayla bungkam. "Memangnya kamu masak apa? Sampe kamu nolak saya ajak makan di restoran." 'Ooh, ternyata dia ngajakin gue ikut makan juga, seandainya tadi gue setuju.' Kayla mencebik dalam hati. 'Ternyata si kaku ini punya niat baik juga.' "Mm ... Saya masak ikan gurame acar kuning." Kayla menjawab dengan bangga. Kenapa bangga? Tadi Danti dan Elna, istri Amar, telah menyicipinya dan mengatakan masakannya enak. Dan menyimpan seporsi untuk mereka hidangkan di acara, dan dua porsi lagi untuk dimakan keluarga. "Tapi ini bahkan sudah hampir jam 15.00, kamu yakin masakan kamu masih ada? Kecuali masakan kamu gak enak, jadi gak ada yang minat," ujar Agastya datar. Kayla menoleh sinis pada Agastya yang tetap fokus pada jalan raya. "Saya tadi pagi, masak tiga porsi untuk makan siang keluarga. Ternyata, Bu Danti suka, dan ingin menyimpan satu porsi untuk dihidangkan nanti malam, dan dua porsi lagi untuk makan siang. Saya rasa, Ibu akan berbaik hati menyisakan sedikit untuk saya. Kalaupun tidak, ya gakpapa. Alhamdulillah, berarti masakan saya tidak sia-sia. Saya bisa makan yang lain." Karena kesalnya, Kayla sampai lupa akan rasa takutnya pada Agastya, ia bicara cukup panjang kali ini. "Halo, Mi, assalamualaikum." "......" "Ikan masakannya Kayla, masih ada?" Kayla menatap serius ke arah Agastya, begitu mendengar namanya disebut. Sedangkan Agastya nya sendiri tetap datar dan fokus pada jalan raya. "......" "Iya, sebentar lagi kami sampai. Minta Mbok Icih siapin makan siang untuk kami." Kayla terperangah. Agastya memang tak terduga. 'Eh, apa tadi katanya? Kami? Makan siang untuk kami? Duuh... Mana bisa gue telan makanan di depan dia! Isshhh....' Rutuk Kayla dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD