3. Titah Mami Danti

1811 Words
Ruang tamu rumah keluarga Pramadana yang luas telah berubah menjadi sebuah ball room mini yang indah. Dekorasi kain satin putih dan kuning pastel terhampar dan menggantung dengan indahnya, berpadu dengan hiasan bunga-bunga cantik yang membuatnya menjadi tampak simple namun elegan. Kayla memandang sekeliling ruangan itu dengan perasaan terpesona. Ia memutar badannya, memindai, seakan ruangan itu belum pernah ia masuki sebelumnya. 'seperti disulap.' Kagumnya dalam hati. Senyuman merekah dari bibirnya. Agastya yang juga akan memasuki rumah melalui pintu yang sama dengan Kayla, menautkan alisnya melihat kelakuan Kayla. 'Cewek aneh, terpesona sampe segitunya!' "Makan, sudah jam tiga lewat," ucapnya cepat sambil melewati Kayla. Kayla merasa kesenangannya terganggu. 'Lah, makan aja sana. Kenapa jadi ngurusin gue?' Kayla mendumel kesal dalam hati. Mood bahagianya ambyar seketika. Diikutinya langkah Agastya dengan diam, menuju ruang makan keluarga. Di meja telah terhidang gurame acar kuning buatan Kayla dan di sebelahnya, tersedia juga sepiring tumis kangkung terasi buatan mbok Icih dan semangkuk nasi. Agastya menuju wastafel yang berada di dekat meja makan untuk mencuci kedua tangannya sebelum makan, walaupun dia tetap akan menggunakan sendok dan garpu sebagai alat makannya. Ia kemudian menarik salah satu kursi meja makan untuk duduk. Salah satu asisten RT menuangkan air mineral ke dalam gelas di samping piring Agastya. Saat ia mulai menyendokkan nasi keatas piringnya, saat itu dia baru menyadari tak ada Kayla yang duduk di meja makan bersamanya. "Panggilkan Kayla," perintahnya pada ART yang menuangkan airnya tadi. ART tersebut segera melangkahkan kakinya ke arah dapur bersih tempat di mana Kayla sedang menikmati makan siangnya. Ia menyampaikan perintah Agastya, namun diabaikan oleh Kayla. Ia ingin menyelesaikan makannya terlebih dahulu. ART tadi kembali kepada Agastya dan menyampaikan jawaban Kayla. Agastya berdecak kesal. 'Beraninya dia menolak perintah gue. Mami sehat, jodohin gue ama cewe keras kepala kayak gitu? Ck...!' Dengan menahan emosinya, ia melanjutkan makannya, mengambil sebagian daging ikan tesebut untuk ia cicipi. 'Enak! Memang enak. Rasa dan aromanya, pas. Pantas saja dia menyombongkan hasil masakannya tadi.' "Maaf, Mas, tadi manggil saya?" Kayla telah menyelesaikan makan siangnya dengan tergesa-gesa agar ia dapat menghadap Agastya secepatnya. Ia sadar Agastya pasti tidak suka saat ia mengabaikan panggilannya tadi. Agastya tidak menjawab, bahkan tidak menoleh sedikitpun pada Kayla. 'Biar dia tau rasanya diabaikan. Lagipula, apa dia tidak tau adab, selagi makan tidak boleh bicara?' Kayla bertahan di posisinya sambil menahan kesal. Biar bagaimanapun, Agastya patut mendapatkan hormat dan patuhnya. Walau dia tidak ada urusan di kantor, Agastya tetaplah anak pemilik perusahaan tempatnya mendulang rupiah. Kayla bingung, dia harus berdiri saja atau boleh duduk. Dalam bingungnya, Kayla memandang cara Agastya memakan ikan masakannya. Tampaknya Agastya menyukai masakannya, ikan gurame yang cukup untuk porsi tiga sampai empat orang itu, mampu ia habiskan, hingga tersisa 1/4 nya saja. Senyum sedikit terbit di bibir Kayla, namun cepat-cepat ia kembali mendatarkan wajahnya. Kembali ia memperhatikan Agastya yang tampak tak perduli dengan keberadaannya. Memperhatikan Agastya yang telaten alias bersusah payah memisahkan daging dari duri ikan, membuatnya geregetan sendiri. Menurut Kayla, Makan ikan dengan sendok garpu tuh, tidak puas. Apalagi ikan yang memiliki banyak duri. Senikmat-nikmatnya makan, pasti lebih enak dengan tangan, Nabi saja menganjurkan kita demikian. Sebagai penganut peratah tulang ikan, rasanya sangat merugi melihat Agastya makan bersisa-sisa daging di tulang seperti itu. 'Kebiasaan makan daging ikan salmon! Begitu ketemu ikan ada tulangnya aja, bingung!' Kayla memutar bola matanya malas. "Kalian sudah pulang?" Danti yang baru muncul entah dari mana, menyapa keduanya. Agastya tak bereaksi. Makannya sudah selesai. "Itu, kamu habiskan sendiri, sampai bersisa segitu doang?" Danti membulatkan matanya menatap ke arah piring tempat ikan tadi kemudian kepada Agastya. Agastya hanya mengedikkan bahunya kemudian beranjak ke arah kamar tidurnya di lantai dua. "Mas, maaf, tadi manggil saya, ada perlu apa, ya?" Kayla mengingatkan. "Gak jadi!" Ketus Agastya tanpa menoleh, ia pun melanjutkan langkahnya. Kayla mencebik pelan. Danti diam-diam memperhatikan interaksi keduanya dengan tersenyum. Perihal perjodohan ini, hanya Agastya yang sudah tahu, sedangkan Kayla belum. Danti sengaja belum meyampaikan pada Kayla niatnya ini, karena ia ingin meyakinkan Agastya dulu. Jangan sampai ternyata Agastya menolak mentah-mentah dan berakhir dengan Kayla yang sakit hati. --- "Gimana, Ga? Tadi kamu sudah menghabiskan waktu dengan Kayla. Bagaimana dia menurut pendapat kamu?" Danti sudah selesai berpakaian dan berdandan, ia kini berada di kamar Agastya untuk menuntaskan penasarannya. "Anaknya keras kepala, Mi. Yang ada nanti kami bertengkar terus." Agastya memakai kemeja berwarna navy nya perlahan sambil berbincang dengan Danti. "Kayla gak keras kepala, ih! Dia selalu nurut sama Mami. Kamunya kali yang galak sama dia, Kamu kan gitu, senyum pelit, ngomong irit. Ih... Gimana mau dapet pacar kalau bawaannya nge-gas terus, Ga!" kesal Danti. "Aku gak nyari pacar, Mi. Mami yang ribet sendiri, suruh aku buru-buru. Jodoh nanti datang sendiri kalau memang sudah waktunya." "Kamu sudah 32 tahun, Ga. Mami belom tau umur mami sepanjang apa. Mami udah tua, pengen hidup tenang. Pengennya tuh, nanti kalau mami meninggal, anak-anak mami udah ada yang ngurusin masing-masing." Danti memulai dramanya. "Terus ya, mami udah tua begini, masa belom punya cucu, kan, sedih," imbuhnya lagi dengan wajah sendu. "Suruh istri Amar hamil dong, udah sepuluh tahun menikah, nunggu apa lagi." "Memangnya hamil semudah pesan taxi, tinggal telpon langsung datang?" rajuk Danti. "Memangnya ada masalah, makanya belum bisa hamil?" "Ya enggak sih, kan sudah pernah keguguran dulu, waktu tiga tahun mereka menikah. Dan itu kayaknya bikin Elna trauma sampe sekarang." Air mata Danti mulai menggenang. Agastya yang menyadari Danti mulai melow, akhirnya mendekati maminya dan memeluknya. "Mami gak mau maksain Elna, Ga." "Terus, Mami jadinya maksain aku!" Kekeh Agastya pelan sambil mencium kening Danti. Danti tersenyum sumringah dan mengangguk cepat tanpa rasa bersalah. "Nunggu kamu cari sendiri, kan lama, makanya mami jodohin kamu sama Kayla. Mama sayang sama Kayla, Ga, udah kayak anak sendiri rasanya. Udah cocok semua-muanya juga ama keluarga kita, kan." Danti membalas pelukan anak bungsu kesayangannya itu. Danti yakin Agastya akan memenuhi keinginannya, tinggal sedikit bujukan lagi. "Kalau aku menemukan perempuan lain, bagaimana, Mi?" Danti terkesiap sejenak, kemudian cepat-cepat menetralkan wajahnya. "Yaaa ... gjkpapa, asalkan cocok sama keluarga besar kita, pintar urus rumah tangga, gak bisanya cuma shopping doang. Dan yang penting, gak nunda-nunda punya anak!" Telunjuknya mengarah ke wajah Agastya saat mengucapkan kalimat terakhirnya. "Ya udah, berarti gak harus dengan Kayla, kan, Mi. Agastya akan pertimbangkan siapa calon yang cocok." Danti yang tak menyukai ide Agastya, segera mencari celah untuk memberatkan Agastya. "Eh, tapi, mami kasi batas waktu, ya. Mami gak mau nunggu lama-lama. Dalam satu bulan kedepan, kamu sudah harus membawa calon istri kamu kehadapan mami. Ingat, harus sesuai kriteria mami tadi. Dan kalau sampai batas waktu itu kamu gagal, kamu gak punya alasan lagi untuk nolak kemauan mami." ucapnya putus asa. "Eh, satu lagi! Mami mau perempuan pribumi, jangan pernah bawa perempuan bulek dari London sana!" Titahnya tak terbantahkan. Agastya tersenyum simpul. Ia tahu, maminya takkan pernah setuju dengan perempuan manapun yang akan ia bawa kelak, karena bila sudah Kayla, ya, Kayla. Kecuali dia menemukan perempuan yang sama persis dengan Kayla. "Aku kerja, Mi. Gimana caranya dalam waktu sebulan bisa dapat calon istri pribumi di sana?" "Bukan urusan mami!" jawab Danti acuh sambil mengedikkan bahu. "Dah, mami mau turun, bentar lagi maghrib, sholat bareng di bawah aja, ya, Ga," ucapnya lagi sambil membelai lembut wajah putra bungsunya. Danti beranjak ke arah pintu kamar dan memandang Agastya sejanak sebelum keluar dan menutup pintu. Agastya membalas dengan senyum dan anggukkan. --- "Kamu cantik pake dress ini, aku gak salah pilih warna. Kamu kelihatan lebih glowing pake navy, Kay." Elnara memuji penampilan Kayla yang tengah menggunakan Chine dress keluaran Brand Weekend MaxMara pemberiannya, hadiah untuk ulang tahun Kayla ke 28 tahun, dua bulan lalu. Salah satu kebaikan keluarga ini kepada Kayla adalah, selalu memberikan hadiah maupun oleh-oleh, tak jarang bahkan sesuai dengan apa yang mereka juga pakai, tentu saja dengan brand ternama yang harganya akan membuat Kayla berpikir sepuluh kali sebelum membelinya. "Pilihan Mba Elna, selalu best." Senyum Kayla sambil menaikkan dua ibu jarinya. "Ke depan yuk, Mba, lihat-lihat situasi. Kali-kali udah ada yang datang, biar ada yang nyambut." Elna tersenyum masam, ia tidak biasa bersikap basabasi pada orang yang tak begitu ia kenal. Tipikal horang kayah. Kayla pun menyadari itu, ia tertawa melihat wajah manyun Elna. "Aku bercanda, Mba." Ucapnya sambil tetap menarik halus lengan Elnara. "Mba duduk aja nanti, aku yang sambut. Kalau ada Mba di depan, kan, berarti tetap ada keluarga inti di ruangan itu. Sambil nunggu ibu sama bapak keluar." Mau tak mau Elna mengikuti langkah Kayla. Kedekatannya dengan Kayla memang sudah tak perlu diragukan lagi. Kayla sering menjadi teman curhat Elnara jika moodnya sedang tidak baik terutama sejak Elnara keguguran tiga tahun yang lalu. "Udah ada yang datang?" Kayla berjengit kaget. Agastya berdiri tepat di sampingnya. "Eh, belom, Mas. Maghrib an dulu, barangkali." Kayla dengan gugup menggeser sedikit posisinya. Wangi mint yang maskulin tercium dari tubuh Agastya. Kayla segera mohon diri dengan alasan ingin menemani Elnara. Entah mengapa, sejak dulu pertama bertemu, Kayla selalu merasa tidak nyaman saat berdekatan dengan Agastya. Auranya terlalu dingin bagi Kayla. Agastya memandang Kayla dari kejauhan. Kata-kata maminya yang menginginkan agar ia menikahi Kayla bukanlah bualan semata. Ia yakin Danti akan berusaha extra untuk mewujudkan harapannya. Kayla memang belum tahu niat Danti, entah akan seperti apa reaksi Kayla nanti bila ia mengetahuinya. Agastya sendiri tak masalah harus menikah dengan siapapun, kalaupun ternyata jodohnya orang yang ia cintai, ya, syukur alhamdulillah, berarti ia mendapat bonus. Karena baginya menikah bukan prioritas hidupnya. Hanya saja bila itu bisa membuat maminya bahagia, ia akan melakukannya. Dengan harapan, semoga perempuan itu mau mengerti. Anggaplah dia aneh, namun baginya berkomitmen, bertanggung jawab atas jiwa raga manusia lain itu hal yang tidak main-main, dia tidak ingin menyebabkan seseorang menderita karena kesalahannya. Karena, ia juga tak memiliki jaminan akan mampu memberikan kebahagiaan. Bagi Agastya, tidak ada yang salah dengan Kayla, secara fisik Kayla menarik, di usianya yang di penghujung duapuluh, dia tampak awet muda. Hanya sifat keras kepala dan juteknya yang membuat Agastya kadang kesal bila didekatnya. Seperti tadi, baru disapa saja langsung menghindar. 'Ck....' "Kay, kamu di depan sana, temani Mas mu, dia pasti cuma kenal sebagian kolega bapak. Biar tamunya nyaman. bapak sama Amar sebentar lagi keluar, sedang ada conference call dari beberapa teman yang gak bisa hadir." Danti berbisik pelan pada Kayla. "Baik, Bu." Dengan berat hati Kayla menuju pintu utama, di mana Agastya tampak sedang berdiri menyapa tamu undangan yang baru datang. Agastya menyadari kehadiran Kayla di sampingnya, namun ia tak menanggapi. Beberapa tamu yang mengenali Agastya dan Kayla menyapa mereka dengan hangat, demikian juga sebaliknya. Melihat keserasian mereka yang —baru disadari— ternyata sama-sama memakai outfit bernuansa navy, sebagian bahkan bercanda dengan mendoakan mereka berjodoh. Jika Agastya menanggapi candaan tersebut dengan tertawa dan kadang menjawab dengan 'aamiin', tidak demikian dengan Kayla. Wajahnya sudah memerah sejak tadi, senyum pun hanya tersisa tipis saja. Agastya terkekeh dalam hati melihat kepanikan Kayla. 'Bagaimana nanti bila dia tau kalau mami berniat menjodohkan kami? Can't wait!' "Agastya, long time no see!" Agastya menoleh saat seseorang menepuk ringan bahu Agastya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD