4. Lidah Buaya

1438 Words
"Agastya, long time no see!" Agastya menoleh saat seseorang menepuk ringan bahu Agastya. "Kaivan! Apa kabar? Sekarang di Jakarta?" Agastya menyambut hangat teman lamanya saat sama-sama menyelesaikan studi S2 nya di London. "Bokap udah pensiun, so, gue yang jadi tumbalnya." Canda pria bernama Kaivan itu sambil tertawa pelan. "Wah, hebat! Utama Jaya pasti makin sukses ditangan lo!" Agastya menepuk pelan bahu temannya itu. "Silahkan masuk, Van, nanti kita lanjut di dalam." Kaivan mengangkat kedua jempolnya, kemudian menyapa Kayla. "Malam Kay." "Malam, Pak Tama, selamat datang." Kayla menyambut Kaivan dengan ramah. Ia sudah mengenal Kaivan selama hampir dua tahun, sejak Kaivan menggantikan posisi ayahnya sebagai CEO di PT. Utama Jaya. Mereka cukup sering bertatap muka mengingat perusahaan yang Kaivan pimpin juga bergerak dibidang jasa keuangan. "Gimana adikmu? Jangan lupa tawaran saya kalau adik kamu berminat." "Ah, iya, Pak, pasti. Trimakasih." Kayla tersenyum hangat sembari mempersilahkan Kaivan untuk masuk ke ruangan acara. "Kalian kelihatan akrab." Tanya Agastya dengan wajah datar. "Sering ketemu kalau urusan meeting di BI (Bank Indonesia)." jawab Kayla singkat. Tamu sudah mulai ramai berdatangan. Tak lama Amartya pun bergabung bersama Agastya dan Kayla. Begitu mendapati Amar telah bersiap disamping Agastya, Kayla pun mengundurkan diri dari kewajibannya menerima tamu. Ia mencari kesibukan dengan memantau persiapan menu di meja prasmanan. Acara belum dimulai, namun tamu-tamu bisa menikmati minuman dan makanan ringan pembuka yang disediakan pramusaji berdasarkan menu yang tersedia. Kaivan dan Kayla tampak asyik mengobrol santai sambil berdiri didekat salah satu stand makanan. Agastya yang sedang mengobrol bersama beberapa kolega Papinya, sesekali melirik ke arah mereka. Kaivan dan Kayla tampak akrab. Berdasarkan naluri lelakinya ia mempunyai firasat bahwa Kaivan memiliki ketertarikan kepada Kayla. "Mami kok kesel ya, kalau lihat Kayla dekat dengan laki-laki lain?" Danti berucap pelan. Agastya sedikit salah tingkah, ia merasa baru saja tertangkap basah sedang memperhatikan Kayla. Danti memasang wajah juteknya sambil terus menatap ke arah Kayla dan Kaivan. Namun segera berubah menjadi cengiran manis saat menatap ke arah Agastya, "Kamu kesana dong, Ga. Jangan biarin mereka tambah akrab." "Mami apaan, sih. Bagus dong, kalau Kayla bisa menemukan pasangan yang cocok untuk masa depannya. Mami harusnya dukung. Aku kenal Kaivan, tanggung jawab orangnya." Agastya merangkul bahu Danti, membawanya kepada Elnara yang sedang mengobrol dengan kedua orang tuanya. Danti masih ingin mendebat Agastya, namun ia menahan diri karena sudah ada keluarga Elnara dihadapannya. Perlahan, Agastya memisahkan diri dari perbincangan Danti dan keluarga Elnara. Acara utama sudah akan dimulai, tampak MC acara sudah mengambil posisi di depan, disamping kue tart cantik empat tingkat yang berukuran sedang, dikelilingi empat set nasi tumpeng mini yang menggugah selera. Para tamu yang tadi masih berdiri, mengobrol dan bersenda gurau sembari menikmati makanan di meja buffet segera kembali ke kursinya masing-masing untuk menikmati sajian acara utama. --- "Cicipin ikan acar kuningnya, Van. Buatan Kayla tuh." Saran Agastya pada Kaivan yang tampak sedang memilih makanan yang akan menjadi menu makan malamnya. "Serius, lo?" Kaivan tampak tak percaya. "Emang, Kayla bisa masak?" "Tampaknya selain sebagai sekertaris handal, dia juga ahli memasak." terang Agastya. Kaivan tertawa mendengar ucapan Agastya, kemudian memgambil sepotong besar daging ikan rekomendasi Agastya tadi. "Lo, gak makan?" "Gue belom laper, tadi makan siangnya telat, jd sekarang pengin yang ringan-ringan aja." Agastya mengambil sepotong makaroni panggang dan secangkir kopi untuk dia bawa ke meja, menyusul Kaivan. "Wah, bener lo bilang, enak nih. Seriusan, Kayla yang masak?" Agastya mengangguk sambil mengunyah makaroninya. "Istri idaman!" gumam Kaivan sambil terkekeh pelan. "Lo naksir sekretaris abang gue?" Agastya menoleh ke arah Kaivan yang sedang menikmati makan malamnya. "Too obvious, ha?" Kaivan terkekeh lagi. Agastya mengedikkan bahunya. "Udah dua kali gue ajak makan siang, gak berhasil bro." sambungnya lagi. Agastya melebarkan matanya tak percaya. "Seriously?" Kaivan mengangguk mengiyakan. "Belom rezeki, bro. Coba terus." Ucap Agastya menyemangati. Kaivan mengacungkan kedua ibu jarinya. Acara berjalan sukses dan meriah. Apalagi Yuni Shara sebagai artis pengisi acaranya benar-benar membuat suasana semakin semarak, membawakan lagu-lagu melankolis era tahun 80 dan 90 an dan mengajak serta pemilik acara dan para tamu untuk berdansa. Semua tamu tampak pulang dengan wajah bahagia. Itulah yang diharapkan dari sebuah acara, memberi kesan dan kenangan indah bagi penikmatnya. "Trimakasih telah datang, Pak Utama." Ucap Kayla sambil menyalami saat Kaivan akan berpamitan untuk pulang. Kaivan berjalan didampingi Agastya. "Sama-sama, Kay. Tadi kemana aja sih, padahal saya cariin kamu mau ajakin dansa." Ujar Kaivan tanpa melepas tangan Kayla dari genggamannya. Kayla sedikit mengerutkan alisnya, 'ini bercanda atau serius?' Namun secepat kilat kembali menormalkan wajahnya. Agastya menangkap reaksi tipis itu. "Ah, saya ada dibelakang, Pak. Ngurusin ini itu." senyumnya sopan, kemudian melirik sedikit kearah tangannya yang masih dalam genggaman Kaivan kemudian beralih kepada Agastya. Agastya menyadari reaksi Kayla dan memahami ketidak nyamanannya. "Ayo, Bro. Gue antar kedepan. Lo pake supir atau nyetir sendiri?" Agastya menepuk pelan pundak Kaivan agar melanjutkan langkahnya pulang. Untungnya Kaivan segera teralihkan dan menerima ajakan Agastya untuk menemaninya menuju parkiran. Kayla menarik nafas lega. Kaivan memang pria yang cukup menarik, tampan dan humble. Namun Kaivan juga memiliki sifat yang sangat ekspresif, seperti buku yang terbuka, orang bisa dengan cepat mengetahui suasana hatinya. Jika sudah menyukai sesuatu, langsung saja bilang suka. Begitu juga sebaliknya. Kayla merasa risi menghadapi pria yang terlalu blak-blakan. "Mbok Icih, bikinin kopi dong." Agastya meneriaki keinginannya sambil berjalan menuju dapur. "Mbok Icih...." "Mbok Icih nya mungkin di dapur belakang, Mas." Kayla yang kebetulan sedang berada sendirian di dapur bersih, menjawab panggilan Agastya. "Mau saya yang bikinin, Mas?" "Terserah, kalau kamu gak keberatan." Agastya menunggu jawaban Kayla sambil berdiri di ujung kitchen island. Kayla sedikit mendengus mendengar cara Agastya menjawab. "Saya bikinin." "Silahkan, Mas." Tak sampai dua menit Kayla telah menyelesaikan kopi pesanan Agastya. "Lain kali, kalau gak tau tuh, nanya. Saya biasanya minum kopi hitam dengan sedikit brown sugar." Protes Agastya. "Maaf, biar saya bikin ulang." Ucap Kayla cepat sambil tangannya ingin menarik kembali cangkir kopi yang sudah berada ditangan Agastya. "Gak perlu, biar ini saya minum aja. Daripada mubazir!" Tolak Agastya. Kayla memutar matanya, ia malas berdebat. Padahal bisa saja ia membuatkan yang baru dan yang ini untuk dirinya, toh Kayla juga pecinta kopi. Ia berbalik membelakangi Agastya dan kemudian melanjutkan kegiatannya tadi yang ingin membuat teh jahe untuk dirinya sendiri. Agastya menempatkan bokongnya disalah satu kitchen stool. Kayla membuatkannya kopi yang tampaknya dicampur dengan creamer karena warnanya seperti kopi s**u. Agastya menunggu sebentar sebelum meminumnya karena kepulan asap tampak masih keluar dari cangkir kopinya. Sambil menunggu, Agastya memperhatikan segala gerak gerik Kayla. Rambutnya yang berwarna coklat tua —yang Agastya tak yakini keaslian warnanya— sekarang sudah dijepit asal keatas, dengan beberapa anak rambut yang menjuntai, memperlihatkan tahi lalat kecil ditengkuk leher yang putih jenjang itu. Badannya cukup tinggi untuk ukuran perempuan Asia tampak proporsional, tidak kurus, tidak juga gemuk, karena selama beberapa kali bertemu, Agastya tak pernah melihat Kayla dengan pakaian yang ketat. Setelah dirasa cukup hangat, Agastya menyesap kopinya perlahan. 'Hmm....' Ia menyukainya. Ternyata kopi ini tidak manis walaupun tampak berwarna seperti kopi s**u, hanya saja pahitnya menjadi lebih ringan dan ada aroma lain yang menguar dari kopinya yang ia tak tau berasal dari apa. 'Okay, she's good at making coffee too.' "Kamu bikin apa?" "Ah! Aww! Aduuh,dududuh...!" Tiba-tiba Kayla melompat mundur sambil mengibas-ngibaskan bagian atas dressnya. "Eh, kenapa, Kay?" Agastya segera bangkit dan mendekati Kayla yang tampak kesakitan. "Mas ngagetin, jadinya ketumpahan!" Kayla mulai terisak, dadanya perih ketumpahan air panas saat akan meniup air jahe yang baru dia seduh. Jarinya gemetar membuka kancing depan yang ada di gaunnya. "Astaghfirullah! Kamu lagi ngelamun apa, sampe kaget segitunya?" Agastya mengangsurkan beberapa lembar tissue kepada Kayla. "Jangan digosok, ditepuk-tepuk aja, biar gak tambah melepuh." Cegah Agastya saat melihat Kayla berniat mengelap tumpahan air di dadanya dari dalam baju. 'Aish, ni cewek main buka kancing aja.' "Mas, Ibu ada tanam lidah buaya di taman, di samping kolam renang, minta tolong sama...." Kayla seketika menghentikan kalimatnya yang bernada rengekan dan kemudian menatap lurus pada netra Agastya. "Maaf, Mas! Aku kok, ish..., maaf, Mas! Maaf!" Kayla gugup setengah mati, segera ia berlalu dari hadapan Agastya menuju dapur kotor mencari Mbok Icih ataupun asisten rumah tangga yang lain. Kayla merutuki kecerobohannya yang tanpa sadar telah memerintah anak bungsu majikannya melakukan sesuatu untuk dirinya. Sungguh ia tak sengaja. Mana mungkin dalam keadaan sadar ia memerintah Agastya. Mau diletakkan dimana mukanya nanti saat berhadapan dengan Agastya. Agastya masih berdiri mematung di dapur karena ditinggal begitu saja oleh kayla. Ia tak tau alasan Kayla meninggalkannya ditengah ucapannya yang menggantung. Belum lagi permaintaan maaf Kayla yang berkali-kali. 'Lah, kok ngacir sih? Bukannya minta diambilin daun lidah buaya ya, tadi?' Dan yang paling Agastya surprise, 'Si keras kepala itu bisa merengek juga ternyata!' Kekehnya dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD