Chapter 2

1547 Words
“Huh... hosshh.. Ka.. Kak Rika..” “Violet, kamu kenapa?” Rika yang sedang menata letak guci-guci mahal pesanan Alvaro yang baru saja datang dibuat kaget dengan kedatangan gadis yang belum dalam waktu 24 jam menghuni rumah itu. Rika dibuat panik saat melihat gadis itu tampak kesusahan mengatur nafasnya. Bulir-bulir peluh tampak jelas di dahinya. Apa yang baru saja dia lakukan, pikir Rika. Padahal setiap sudut ruangan di rumah ini memiliki pendingin ruangan, bahkan Rika sering sekali merasa kedinginan berada disini. “Ka... huh... a...aku..” “Kamu ngomong apa sih? Tarik nafas dulu coba.” Rika dibuat makin panik. Beberapa pelayan yang juga ada disitu tampak mendekat dan ikut panik. Bisa habis mereka oleh Alvaro jika terjadi sesuatu pada Violet. “Aku mau minum,” setelah susah payah mengatur nafasnya, akhirnya kalimat lancar itu keluar juga dari mulutnya. “Jeni, cepat ambilkan Violet  air.” Dengan cepat seseorang bernama Jeni yang diperintahkan oleh Rika itu langsung berlari mengambil air. Tidak butuh waktu lama ia sudah kembali dengan air di tangannya dan memberikannya pada Violet. Violet langsung meneguk habis air itu seperti kesetanan. “Huhhh lega,” ucap Violet setelah meneguk habis airnya. “Kamu kenapa sih Vi?” “Aku tadinya mau lihat-lihat rumah ini karena bosan di kamar, eh malah kesasar dan gak tau balik ke kamar lagi lewat mana.” Gadis cantik itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal sembari tersenyum malu. Awalnya orang-orang yang berada disitu dibuat melongo oleh penuturan jujurnya, namun sesaat kemudian mereka tertawa geli. Lucu sekali gadis itu bisa tersesat. “Kok malah diketawain? Aku capek tahu lari-lari cari jalannya, aku kan takut.” Violet mengerucutkan bibirnya dan merengek yang malah terdengar manja. Mereka dibuat makin tertawa. “Kamu sih main pergi aja. Kamu kan bisa minta temani kakak atau yang lainnya. Semua yang ada disini siap layani kamu,” ucap Rika mengakhiri tawanya. “Tadinya memang mau ngajak Kak, tapi Kakak lagi sibuk. Mau ajak yang lain, aku kan gak enak, lagi pula belum kenal,” balas gadis itu jujur. “Kalau gitu, kamu duduk dulu.” Rika mengarahkan Violet agar duduk di sofa. Violet yang tidak tahu apa-apa hanya menurut saja. Setelah memastikan Violet duduk, Rika berjalan ke sudut ruangan. Violet mengernyitkan dahinya melihat Rika berjalan menuju intercom. Apa yang akan dilakukannya. “Kepada sekelompok pasukan barisan utama, kepada sekelompok pasukan barisan utama, diharap berkumpul di ruang santai 3. Sekali lagi kepada sekelompok pasukan barisan utama diharap berkumpul di ruang santai 3. Secepatnya.” Rika kembali menghampiri Violet setelah berbicara melalui intercom. Baru saja Violet ingin bertanya apa yang dilakukan Rika, tiba-tiba saja dari berbagai sudut ruangan beberapa orang tampak berlari menghampiri. Belum terjawab kebingungannya, Violet merasa makin bingung. “Nah Vi, ini namanya tim sekelompok pasukan barisan utama atau yang sering disingkat SPBU.” Violet tertawa mendengar singkatannya, aneh sekali. “Biar kamu gak pusing, kakak bakal kenalin satu persatu,” ucap Rika. “Sebelumnya kakak mau memperkenalkan kalau kakak sebagai kepala tertinggi asisten rumah tangga disini, dan ini adalah Jeni sebagai kepala dapur, jadi kalau kamu mau minta makan atau minum atau segalanya yang berhubungan dengan dapur bisa minta tolong sama Jeni. Kalau ini namanya Puri, dia sebagai kepala kebersihan ruangan, jadi kalau kamu mau bersihkan kamar minta sama Puri. Dan yang ini namanya Tio, dia akan menjadi sopir pribadi kamu sekaligus kepala bagian garasi. Sementara yang pakai seragam sama dengan Tio ini adalah pak Budi, pak Budi ini adalah sopir pribadi tuan Alvaro kalau lagi di Indonesia. Dan yang terakhir adalah Dodi, dia kepala kebun.” Violet mengangguk-anggukan kepalanya mendengar penjelasan dari Rika dan mencoba menghafal satu persatu nama mereka. “Tapi aku tadi lihat masih banyak pelayan yang lain. Itu bagian apa?” Tanya Violet. “Nah kami ini adalah tim SPBU alias bagian kepala-kepalanya, sementara yang lain itu di bawah kepemimpinan kami Non,” kali ini Dodi terdengar menjawab. “Gaya banget pakai bagian-bagian,” Violet terkekeh geli. “Kalau gak dibagi kami bisa pusing sendiri Non, pelayan disini banyak banget,” sahut Puri pula. Violet mengangguk setuju. Rumah ini bahkan seperti hotel yang memiliki banyak pekerja. “Oke, terima kasih atas perkenalannya kakak-kakak dan abang-abang semua. Tapi aku minta jangan panggil non ya, panggil Violet aja. aku istirahat dulu, capek. Bye pakai emot dadah disampingnya ada emot kedip mata sebelah.” Violet melambaikan tangannya kemudian berlalu pergi. Semua orang yang berada disana dibuat menggeleng sembari tersenyum oleh tingkah konyol gadis itu. Rasanya aura rumah ini akan berbeda setelah keberadaannya. *** Violet menatap suasana malam dari balkon kamarnya. Dari sini ia bisa melihat halaman belakang yang sangat luas dengan kolam renang besar di bagian tengahnya. Lampu-lampu taman menghiasi halaman belakang membuatnya terlihat begitu indah. Violet tak habis pikir, bagaimana bisa seseorang membangun rumah sebesar ini. Apalagi menurut Violet, Alvaro hanya tinggal bersama puluhan pelayan-pelayannya. Sejak tinggal di rumah ini sejak kemarin, Violet sama sekali tidak melihat orang lain entah itu adiknya Alvaro, ayahnya, ibunya, atau bahkan istrinya. Hal itu membuat Violet mengambil kesimpulan bahwa ia pasti tinggal sendiri di mansionnya ini. Violet benar-benar sudah tidak sabar mendengar penjelasan Alvaro mengapa ia membawanya ke rumah ini. Apalagi Alvaro menyebutkan tentang omanya. Sepengetahuan Violet selama ini, omanya tidak pernah berhubungan dengan seseorang bernama Alvaro. Jika omanya memiliki hubungan keluarga dengan Alvaro, seharusnya ia pernah melihat Alivaro sebelumnya. Lagi pula, sejak kapan omanya kenal dengan pria dingin seperti itu? Ya memang Violet akui ia sangat tampan, mata coklat yang indah namun terlihat begitu dingin dan mengitimidasi, rahang tegas yang terukir sempurna, hidung mancung, bibir tidak begitu tipis berwarna merah muda, serta postur tubuh yang sepertinya sangat nyaman dipeluk. Violet menggeleng saat menyadari dirinya sedang membayangkan sosok asing yang baru sehari masuk ke dalam kehidupannya. Tapi ia tidak bisa memungkiri bahwa pria yang sepertinya lebih tua 6 atau 7 tahun darinya itu benar-benar begitu mudah untuk membuat orang terpikat. “Violet..... !!!” Violet tersentak kaget dari lamunannya saat mendengar suara pekikan dua orang yang sangat amat ia kenal. Bahkan sebenarnya sedari tadi ia menunggu kedatangan dua orang itu. “Elis, Karin, kalian bikin kaget aja deh.”  “OMG! Sekarang lo harus jelasin.” "”Ntar aja jelasinnya, gimana kalau kita keliling rumah ini dulu buat cari spot foto yang bagus. Pasti keren banget foto-foto di rumah ini.” Violet menggeleng melihat sikap kedua sahabatnya ini. Ia menyusul Elis dan Karin yang sudah sibuk mengelilingi kamarnya. Mereka dibuat berdecap kagum melihat segala macam isi kamar ini. Tadi sore kedua temannya itu menanyakan keberadaannya, akhirnya Violet memberikan alamat rumah Alvaro agar mereka datang. Sebelumnya Violet sudah berpesan kepada Rika jika ada temannya yang datang langsung ke kamarnya saja. “Bisa duduk dulu gak sih?” Violet tampak kesal. Sahabat-sahabatnya itu sangat heboh. Menyadari mereka terlalu antusias melihat kamar Violet, Elin dan Karin langsung mengikuti Violet untuk duduk di sofa empuk yang berada di kamar itu. “Jadi sebenarnya apa yang terjadi sama lo? Kemarin lo bilang kalau lo mau diundang ke pesta yang dibuat sama brand perhiasan berlian yang sering lo beli. Terus kenapa sekarang lo ada disini?” Tanya Elis penasaran. “Atau jangan-jangan lo dapat hadiah undian mansion ini dari brand itu? Ah kenapa bukan gue aja? Kan gue juga pernah beli,” Karin mendesah kecewa. Violet dan Elis menatap kesal sahabatnya yang memang terkadang tidak menyambung jika diajak bicara itu. “Jadi ternyata undangan itu palsu, sama sekali gak ada pesta. Gue sangaja diundang buat dibawa kesini sama orang yang gak gue kenal.” “What? Jadi lo sekarang lagi diculik? Siapa yang culik lo?” Elis terlihat makin penasaran. “Aaaaaa gue mau juga diculik disini, gue ikut ya Vi... ya... ya... ya. ” “Karin!” Karin langsung bungkam saat mendapatkan teriakan peringatan dari kedua sahabatnya. Namanya Alvaro Adelio Cetta. Katanya dia bawa gue kesini atas suruhan oma, tapi dia belum jelasin sih alasan jelasnya karena dia harus buru-buru pergi ke Paris untuk makan siang.” “Haaaaaa????” Elis dan Karin melongo mendengar penuturan Violet. “Wait, tadi lo bilang namanya siapa?” “Alvaro Adelio Cetta,” Violet menjawab pertanyaan Elis. “Tunggu dulu deh, kayak pernah dengar............ bentar-bentar.” Elis mengeluarkan ponselnya dari tas kemudian mengetik sesuatu. Violet dan Karin hanya menunggu apa yang akan ia lakukan. “OMG! Pantesan dia bawa lo pakai embel-embel ngundang ke party brand berlian itu, Cetta itu kan nama brand berlian luar yang sering kita beli.” “Ya, dan gue harus nabung bertahun-tahun, bohongin nyokap bokap berkali-kali dan morotin gebetan-gebetan gue buat ngumpulin uang beli cincin berlian itu dan baru dapat beberapa bulan yang lalu. Kenapa berlian Cetta mahal bangetttt????” Karin berteriak frustrasi. Elis melemparkan bantal sofa di dekatnya pada Karin. Benar-benar perempuan yang aneh. “Oh iya! Kenapa gue bisa lupa. Pantas aja dia kaya.” “Lo beruntung banget Vi bisa dibawa tinggal disini.” “Kayaknya sih gitu. Karena dia udah bawa gue secara paksa kesini, lihat aja gue bakal porotin uangnya.” “Tapi dianya udah tua atau masih muda?” “Masih muda dan ganteng. Kayaknya kalau jadi istri dia keren juga. Gue bisa punya perhiasan yang baru terus setiap hari.” Violet tertawa membayangkan bahwa dirinya akan mempunyai banyak perhiasan baru. “Yeeeeee dasar ganjen!” Violet hanya mencibir menerima ledekan sahabat-sahabatnya itu. Jika semua orang ada diposisinya, pasti akan memikirkan hal yang sama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD