Stupid Thing

1672 Words
"Shit." Umpatan Lovarie yang sebenarnya cukup pelan tetap menarik atensi. Victoria langsung tahu bahwa dua sahabatnya sedang bertengkar lagi. "Can you two stop being silly? Hostile, bury the hatchet, and repeat. Now what's the problem? Bisakah kalian berdua berhenti konyol? Bermusuhan, baikan, dan mengulanginya. Sekarang masalahnya apa?" Tidak ada yang menjawab. Lovarie memalingkan wajah malas, sedangkan Jensen mengangkat bahu. Auriga menghela napas. "It looks like I'm the one who have to tell the truth. So, last morning we played 'Truth or Dare' and Lova choose dare. Jensen told that I should kiss her. Then--. Sepertinya aku yang harus mengatakan kebenaran. Jadi, pagi tadi kami memainkan 'Truth or Dare' dan lova memilih dare. Jensen mengatakan bahwa aku harus menciumnya. Lalu--" "MY FOOL CHICK ALREADY KISSING WITH SOMEONE?! Cewek bodohku sudah berciuman dengan seseorang?!" teriak Victoria heboh. Dia mengguncang-guncangkan bahu Lovarie. "Sorry, but technically two guys. Jensen is her first and second kiss, I'm her third. Maaf, tetapi secara teknis dua laki-laji. Jensen adalah ciuman pertama dan keduanya, aku yang ketiga."  Informasi lengkap dari Auriga membuat Victoria menepuk-nepuk punggungnya keras. "Complete informations, Auriga, good job. I think I know how it's gonna go because I know my best friends so much. Informasi lengkap, Auriga, kerja bagus. Kupikir aku tahu bagaimana kejadiannya karena aku sangat kenal sahabat-sahabatku." Jensen berkata, "I've apologized to her and that was done, okay? Let's moving on. Wanna have fun? Aku sudah meminta maaf padanya dan itu sudah selesai, oke? Ayo move on. Mau bersenang-senang?" Victoria meninju Jensen dengan sarung tinjunya, membuat lelaki itu mengaduh. "I know what do you mean. Such an immature teenager. Stop making problems! There's no s*x, drug, or drinks at my home. Aku tahu apa maksudmu. Sungguh remaja tidak dewasa. Berhenti membuat masalah! Tidak ada seks, narkoba, atau minuman di rumahku." "I know, I know. We have another thing to do. Aku tahu, aku tahu. Kita punya hal lain untuk dilakukan." Melihat smirk di wajah Jensen, Auriga mulai curiga. Maka dia bertanya, "What's that? Apa itu?" "Stealing at store. Anyone who steal one chocolate bar quickest can request anything to the three others. Mencuri di toko. Siapa pun yang mencuri sebuah cokelat paling cepat bisa meminta apa saja ke tiga lainnya." Nah, benar, 'kan. Jangan pernah berekspetasi bahwa ide-ide Jensen adalah hal baik. Auriga berseru, "You're crazy! Kamu gila!" "I am and you knew that. Benar dan kamu sudah tahu itu." Victoria menghela napas panjang. Dia menatap Lovarie yang masih diam. "Lova, we can't help him anymore. Should I throw him out? Lova, kita tidak bisa membantunya lagi. Haruskah aku mengusirnya?" Lovarie melirik Jensen sekilas. "You shouldn't. Kamu tidak harus melakukannya." Jensen tersenyum lebar, tetapi senyum itu segera sirna ketika Lovarie melanjutkan ucapannya. "Because I don't care what he will gonna do. Karena aku tidak peduli apa yang akan dia lakukan." Tatkala Jensen hendak meraih tangan Lovarie, gadis itu langsung bersembunyi di balik badan Auriga. "Don't apologize if you don't really feeling regrets. Jangan meminta maaf kalau kamu tidak benar-benar menyesal." "Lova, I just--" "You better listen to her. Give her space without pressure, Jensen. Lebih baik kamu mendengarnya. Beri dia ruang tanpa tekanan, Jensen," ucap Auriga. Tidak terlalu jelas, tetapi Auriga tahu raut wajah Jensen agak berubah. Lelaki London itu pun mengalah. Dia merangkul Victoria. "Let's do that craziness! Ayo lakukan kegilaan itu!" Victoria melepas sarung tangan tinjunya sambil berkata, "That's something criminal, stupid! Itu sesuatu yang kriminal, bodoh!" "C'mon, just a little chocolate bar doesn't make the owner of that store bankrupt, right? Ayolah, hanya sebuah batang cokelat tidak membuat pemilik tokonya bangkrut, 'kan?" Ketiganya menatap Victoria yang melangkah ke pintu. Gadis itu tersenyum miring. "Why don't we do it at least once in our lives? Kenapa kita tidak lakukan itu setidkanya satu kali dalam hidup kita?" Jensen sudah berteriak heboh dan menggendong Victoria keluar ruangan. Menyisakan Auriga yang melongo dan Lovarie. "Lov, lo enggak bilang kalo Victoria gila juga." Lovarie menggeleng pelan. "Gue juga lupa." "Lo punya dosa apa sampe punya sahabat modelan mereka?" Pertanyaan Auriga memicu kekehan Lovarie. Gadis itu menyahut, "Tunggu sampe lo liat betapa baik dan setia kawannya mereka. Ayo, gue juga penasaran." Auriga merasa hanya dirinya yang waras di sini. Bahkan Lovarie pun semangat mengikuti ide kriminal Jensen.  *** Keempatnya sudah berdiri di depan toko kelontong yang terbilang cukup sepi dan agak jauh dari keramaian. Ternyata, di London yang terkenal dengan para turisnya pun, masih tersisa spot-spot sepi. Di toko tersebut hanya ada satu pegawai---ibu tua---yang sedang menggungu kasir. Jensen menjelaskan secara singkat apa yang harus dilakukan. Jadi, mereka akan masuk ke toko satu per satu untuk mencuri sebuah cokelat. Tiga orang yang menunggu di luar harus menghitung berapa lama waktu mencuri dengan stop watch di ponsel. Setelah sepakat, meski ragu dan terpaksa, Lovarie beserta Auriga mengikutinya. Jensen mendapat giliran pertama, Lovarie kedua, Auriga ketiga, dan Victoria terakhir. Lelaki pirang itu berujar, "You have to see my skill. Kalian harus lihat skill-ku." "I've seen your criminal-skill so many times, Jensen. Aku sudah lihat skill kriminalmu berkali-kali, Jensen," sahut Victoria.  Ucapan Victoria dianggap angin lalu oleh Jensen. Laki-laki itu masuk ke toko dan ketika pintu dibuka, Auriga pun menyalakan penghitung waktu di ponselnya. Mereka memperhatikan bagaimana Jensen berjalan santai di antara rak-rak makanan, lalu mencomot sebuah cokelat, menaruhnya di saku celana. Entah bagaimana caranya Jensen bisa keluar dari toko dengan mudah dalam tiga menit. Sambil menggigit cokelat hasil curiannya, Jensen berujar, "See? This is easy. Your turn, Lova. Lihat? Ini mudah. Giliranmu, Lova." Lovarie meragu lagi. Akan tetapi, Jensen tidak ingin buang waktu. Lelaki itu mendorong Lovarie hingga masuk ke toko tersebut. Mau tak mau, Lovarie akhirnya berjalan pelan menuju rak camilan, menggenggam cokelat bar kuat-kuat. Sekilas, Lovarie melihat ibu tua penjaga toko dan hatinya goyah. Dia tidak bisa begini. Mungkin bagi Jensen hanyalah permainan dan sebatang cokelat, tetapi bagi pemilik toko, Lovarie tahun ini berharga. Gadis itu teringat tentang kehidupannya setelah orang tua tiada. Memiliki uang pas-pasan dan setiap rupiah sungguh berharga. Apa pun permainan bodoh Jensen, Lovarie tidak akan ikut. Tidak jika merugikan orang lain seperti ini. Maka dari itu, Lovarie meletakkan cokelat bar, lalu berjalan menuju kasir, menyerahkan beberapa Euro ke pemilik toko. Lovarie membungkukkan badan sambil berkata, "Sorry, he brought a chocolate bar, but he doesn't has money. So, I'll pay for him. Hope you'd forgive him. I'm sorry in behalf of him. Maaf, dia membawa sebuah cokelat batang, tetapi dia tidak punya uang. Jadi, aku akan membayar. Semoga Anda memaafkannya. Aku meminta maaf atas nama dia." Di luar dugaan, si pemilik toko justru tersenyum. "That's okay, just a chocolate bar. Thank you for your kindness. Tidak apa-apa, hanya sebuah cokelat. Terima kasih atas kebaikanmu." Sekali lagi Lovarie mengangguk sambil tersenyum canggung, kemudian balik badan. Alangkah terkejutnya Lovarie ketika dia justru menabrak tubuh seseorang. Auriga. Dia sudah berdiri di hadapan Lovarie. "Lo ngapain di sini?" Auriga memberi kode agar Lovarie keluar toko. Usai Lovarie benar-benar keluar, barulah Auriga menuju rak makanan, mengambil tiga cokelat bar. Tak lama, dia membawanya ke kasir dan mengeluarkan dompet. Dia membayar sesuai harga, tidak kurang, tidak lebih.  Ketika si pemilik toko sudah memasukkan uang dari Auriga ke mesin kasir, Auriga mengatakan, "The first guy who entered this store first is stole your chocolate bar. He has money, but he doesn't pay. I don't want to pay for him or apologize because I don't agree with his act. I just wanna speak up the truth. Orang pertama yang masuk toko ini benar-benar mencuri cokelatmu. Dia punya uang, tetapi dia tidak membayar. Aku tidak ingin membayar untuknya atau meminta maaf karena aku tidak setuju dengan tindakan dia. Aku hanya ingin mengatakan kebenaran." Unik, si pemilik toko yang sudah paruh baya itu keluar dari area kasir, lalu memeluk Auriga tiba-tiba. Belum sempat Auriga bereaksi, pelukan sudah terurai. Wanita tersebut meraih cokelat yang ada di depan kasir, menyerahkannya satu pada Auriga. "Price of a courage and honesty. Not too much, but I really appreciate it. Thanks a lot, you're really a good boy. Harga sebuah keberanian dan kejujuran. Tidak terlalu banyak, tetapi aku menghargai itu. Terima kasih banyak, kamu benar-benar lelaki baik." Mau tak mau, senyum Auriga mengembang. Rupanya berbuat baik semudah ini. "You have to install CCTV camera. We don't know what would happen. Just for anticipate. Anda harus memasang kamera CCTV. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Hanya untuk antisipasi." "No needed. I believe in this world there's many nice people like you. If someday someone steal, then I'll assume that's an alms. Tidak perlu. Aku percaya di dunia ini ada banyak orang baik sepertimu. Jika suatu hari seseorang mencuri, maka aku akan menganggapnya sedekah." Setelah basa-basi, Auriga keluar toko. Menatap datar pada tiga kawan barunya. Lelaki itu memberi masing-masing cokelat dan berujar, "This is easy, right? Got one free chocolate and three paid chocolates. We don't have to adverse someone for a silly thing. Wake up, you live in the world with more than seven billion people in there. Ini mudah, 'kan? Dapat satu cokelat gratis dan tiga cokelat berbayar. Kita tidak harus merugikan seseorang untuk melakukan hal konyol. Bangun, kamu hidup di dunia dengan lebih dari tujuh miliar orang di sana." Yang lain hanya diam dan memandangi cokelat bar pemberian Auriga. Jensen yang agak tersinggung bertanya, "What do you mean? Apa maksudmu?" "I mean Victoria doesn't have to go in there and steal chocolate bar like you. Maksudku Victoria tidak harus masuk ke sana dan mencuri cokelat seperti kamu," balas Auriga tenang. Lovarie langsung menahan tangan Jensen yang hendak maju. Gadis itu tahu, Jensen pasti sedang marah. Ini kali pertama ada yang berani menghentikan, bahkan menyinggung perbuatan Jensen terang-terangan. Lovarie cukup takut. Sifat Jensen dan Auriga berseberangan. Siapa tahu ke depannya mereka bisa akur atau tidak? "I've never lied. The girls are agree with me, but don't blame them. Look at yourself deeply, Jensen. Aku tidak pernah berbohong. Gadis-gadis pun setuju denganku, tetapi jangan salahkan mereka. Lihatlah dirimu dalam-dalam, Jensen." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD