The Hurtful Confession

1528 Words
Kira-kira selama 20 menit sudah Auriga meladeni setiap celotehan Lovarie. Acara berlangsung lancar meski sesekali Victoria khawatir dengan keadaan sahabatnya. Untung saja pesta itu terlalu meriah untuk memedulikan seorang remaja tanggung yang mabuk di pojokan. Kini para tamu sudah memenuhi lantai dansa untuk bergoyang di tengah gaduhnya musik. Beberapa memilih mengamati di pinggiran, mengobrol dengan kenalan. Total sudah lima menit Lovarie diam menatap Jensen dari kejauhan. Auriga sudah ingin sekali membawa Lovarie pulang, tetapi dia takut hal itu justru akan membawa masalah bagi Lovarie. Maka, Auriga tidak ada pilihan lain. Tiba-tiba Lovarie bangkit, berjalan pelan menuju Jensen yang duduk sendirian di pinggir kolam. Cayanne terlihat sedang menyapa beberapa temannya di meja bar. Auriga diam di tempat, memprediksi tindakan apa yang hendak dilakukan Lovarie. Di luar dugaan, Jensen justru menatap Auriga dengan sorot mata yang tak terbaca. Auriga makin bingung harus mengikuti Lovarie dan Jensen yang keluar dari area pesta menuju toilet. Dia berjalan pelan, berharap menguping pembicaraan mereka bukanlah sebuah kesalahan. "You're drunk, Lova. We can't talk right now, okay? Kamu mabuk, Lova. Kita tidak bisa bicara sekarang, oke?" Lovarie menggeleng pelan. "Why are you didn't give my green mug to him? It's not about the mug, but it's about the reason. Tell me, Jensen, why? You want that mug? I can make the same ones. Kenapa kamu tidak memberikan mug hijauku padanya? Ini bukan tentang mug, tetapi tentang alasan. Katakan, Jensen, kenapa? Kamu mau mug itu? Aku bisa membuat yang sama persis." Jensen meraup wajah frustrasi. Tidak menyangka tindakannya ketahuan. "Stop talking, Lova, you're absolutely drunk! Berhenti bicara, Lova, kamu benar-benar mabuk!" "Tell me, Jensen, tell me ... why are you didn't give me a chance? Am I too bad to be yours? Can't you feel my feeling? I don't know what to do ... what should I do? You always make me feel f*****g stupid. You make me feeling loved and not at the same time. It's confusing, Jensen. Katakan, Jensen, katakan ... kenapa kamu tidak memberiku kesempatan? Apakah aku terlalu buruk untuk menjadi milikmu? Tidak bisakah kamu merasakan perasaanku? Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan ... apa yang harus kulakukan? Kamu selalu membuatku merasa dicintai dan tidak dalam waktu bersamaan. Ini membingunhman, Jensen." "I'm so sick when you called me with your girls' name then kissed me while drunk. It was hurting, but it still going. What do you want from me? Please, love me or leave me! Don't act like you're interested in me when actually you didn't feel anything about me. Don't, Jensen, don't. Aku muak ketika kamu memanggilku dengan nama gadis-gadismu lalu menciumku ketika kamu mabuk. Itu menyakitkan, tetapi masih berlangsung. Apa yang kamu mau dariku? Tolong, cintai aku atau tinggalkan aku! Jangan bertindak seolah kamu tertarik padaku di saat sebenarnya kamu tidak merasakan apa pun. Jangan, Jensen, jangan. "I never said my feeling just because I don't wanna crack our friendship. But I think it was cracked for a long time ago. It's not a pure friendship since I had this feeling for you. Sorry, Jensen ... I just can't help myself. Tell me what to do! Aku tidak pernah mengatakan perasaanku hanya karena aku tidak ingin merusak persshabatan kita. Namun, kupikir it sudah rusak sejak lama. Ini bukanlah murni persahabatan sejak aku memiliki perasaan untukmu. Maaci, Jensen ... aku tidak bisa apa-apa. Beri tahu aku apa yang harus dilakukan!" Hening cukup panjang. Jensen shock berat dengan ucapan Lovarie. Begitupun Auriga yang sedang bersembunyi agar tidak ketahuan. Meski sebenarnya Jensen tidak akan sadar jika ada yang menguping, karena kepalanya tengah berdengung. Confession dari Lovarie yang tiba-tiba ini membuat Jensen bingung. Terlalu mendadak, Jensen tidak ada persiapan. Badai hebat sedang terjadi di kepalanya. Di lain sisi, Auriga menguatkan dirinya agar tetap berdiri mendengar kalimat yang berpotensi menabur garam di hati terlukanya. Dia memang sudah tahu Lovarie mencintai Jensen, tetapi ini ... too much. Auriga jadi teringat ketika tadi Lovarie menyanyikan lirik 'I'll show you every version of yourself tonight'. Sepertinya Lovarie sudah berhasil. Auriga sudah melihat versi dirinya, Lovarie yang menunjukkan hal tersebut. Auriga yang sama dengan versi lebih patah hati. Ternyata, ini belum apa-apa, karena berikutnya, hati Auriga akan diiris lebih tipis dari kertas. Tindakan cepat dari Lovarie yang tidak mendapat penolakan, maupun balasan oleh Jensen. Benar. Lovarie mencium Jensen. Ternyata memang sesakit ini, ya? Ternyata memang sesakit ini melihat orang yang kita cinta bersama orang lain. Ternyata memang sesakit ini berdiri diam ketika orang yang kita cintai terlihat bahagia tanpa kita. Ternyata memang sesakit ini menjadi Lovarie yang selalu makan hati dengan sikap Jensen. Namun, mengapa? Mengapa harus Auriga yang merasakannya? Mengapa tidak Jensen saja? Dunia tidak adil ... Bukankah selalu begitu? Dunia selalu tidak adil. Dunia tidak akan pernah adil. Maka, kitalah yang harus adil pada diri sendiri. Harus adil memilih porsi bahagia dan sedih. Tidak boleh timpang sebelah. Auriga menarik napas dalam-dalam guna menetralisir getir yang kian terasa. Justru perih itu makin menyesakkan d**a. Apalagi tatkala Jensen membalas ciuman itu. "You taught me that being kissed when your partner drunk is the worst part in my life. Please, sober. I want to kiss you when you're sober, Lova. Kamu mengajarkanku kalau dicium ketika pasanganmu mabuk adalah bagian terburuk dalam hidupku. Tolong, sadar. Aku ingin menciumku ketika kamu sadar, Lova." Nama Jensen sudah disebut dua kali oleh MC, sekarang jadwal main To-Gather di panggung. Auriga mengalihkan pandangan, ke mana pun, asal tidak ke arah Jensen yang kasih berciuman dengan Lovarie. Persetan waiter tadi! "JENSEN! YOU HAVE TO ... go to ... stage ... ri-ght n-now." Victoria mematung. Tidak percaya melihat pemandangan di hadapannya. Ada Auriga yang berdiri tegar sembari menunduk dan menenteng dua sepatu Lovarie, sedangkan Lovarie dan Jensen sendiri masih berciuman. Dia menelan ludah. Apa-apaan ini? Gadis itu memang sering melihat Jensen having s*x dengan banyak gadis di pesta, tetapi meskipun saat ini Jensen hanya sedang berciuman, tetap saja. Yang dia cium adalah Lovarie. Sahabatnya. Sahabatnya yang mencintai Jensen. "WHAT THE f*****g s**t ARE YOU DOING, JENSEN?!" teriak Victoria. Jensen seketika melepas ciumannya dari Lovarie dan menyadari dunia masih berputar seperti biasa. Ada Victoria yang siap dengan kuda-kuda tinjunya, juga ... ada ... Auriga. Jensen melihat tatapan terluka itu. Dia sudah tahu Auriga memiliki rasa pada Lovarie. Sedangkan, Auriga justru berdiri di sana sejak awal? Mendengar semua ucapan Lovarie? Melihat mereka berciuman? Sungguh, Jensen belum pernah merasa sebersalah ini. Dia juga tidak tahu apa yang sedang terjadi. Yang jelas, dia sudah menyakiti dua hati sekaligus hanya dengan mencium Lovarie. Ini bukanlah hal baik. Jensen tidak tahu harus melakukan apa. "GET OUT FROM HERE OR I'LL TELL YOUR DAMMIT GIRLFRIEND! GET OUT! PERGI DARI SINI ATAU AKU AKAN KATAKAN PADA PACAR SIALANMU! PERGI!" Victoria tidak dalam mode main-main. Auriga dapat melihat keseriusan di wajah Victoria. Tentu saja gadis itu tidak ingin hal buruk terjadi menimpa Lovarie. Ngomong-ngomong, Lovarie sendiri sudah terduduk di lantai, terdiam. Membisu. Tidak menangis, tidak bereaksi. Auriga mendekat, memasangkan sepatu tadi ke kali Lovarie pelan-pelan. "Go away, Jensen. The world needs you more than your world needs Lova. I'll take care of her just like always. Pergi, Jensen. Dunia membutuhkanmu lebih dari duniamu membutuhkan Lova. Aku akan menjaganya seperti biasa." "Lova," panggil Jensen. Lovarie menengadah, tetapi Jensen justru makin frustrasi. Dia menggeleng dan pergi begitu saja. Meninggalkan sebuah kata yang semua orang harap dapat meredakan sakit hati. "Sorry." "Oh my God, are you okay, Lova? Can you stand up? Help me, Riga. Ya Tuhan, apakah kamu baik-baik saja, Lova? Bisakah kamu berdiri? Bantu aku, Riga," ucap Victoria sembari membantu Lovarie berdiri. Sesuai instruksi Victoria, mereka berhasil keluar dari area pesta melalui pintu belakang rumah Russell. Akan jadi heboh kalau orang-orang tahu keadaan Lovarie, terutama Cayanne. Untuk meminimalisir kemungkinan, Victoria cari aman. Butuh lima belas menit sampai Lovarie benar-benar duduk nyaman di jok mobil. Auriga menghela napas panjang, tersenyum pada Victoria. "Thanks for helping me. Terima kasih sudah membantuku." Victoria menggeleng. "No, I'm the one who should say thank you. For being there on her side. For loving her in the right way. I really wish she ended with you. Even when Jensen is her love, you're the best choice ever. Tidak, aku yang seharusnya mengucap terima kasih. Untuk selalu berada di sisinya. Untuk mencintainya dengan benar. Aku sangat berharap dia akan berakhir denganmu. Bahkan ketika Jensen adalah cintanya, kamu adalah pilihan terbaik." "Get in. Russell might looking for you. I'll take her home safely. Don't worry. Masuklah. Russell mungkin saja mencarimu. Aku akan membawanya pulang dengan selamat. Jangan khawatir," ujar Auriga. Akal Victoria berpikir cepat, lalu menjawab, "Bring her at your house, please. She really can't get home when she's drunk. I'll make a reason that she's stay at my place. It'll be okay. I trust you. Bawa dia ke rumahmu, kumohon. Dia benar-benar tidak boleh pulang ketika mabuk. Aku akan membuat alasan kalau dia akan menginap di rumahku. Itu akan baik-baik saja. Aku percaya padamu." Auriga mengangguk mantap. "I'll never break your believe. You can trust me. Okay, I really have to go before anyone notice. Have fun, Victoria. Aku tidak akan merusak kepercayaanmu. Kamu bisa memercayaiku. Oke, aku sungguhan harus pergi sebelum orang lain menyadarinya. Bersenang-senanglah, Victoria." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD