Girls Time

1548 Words
Tidak perlu tanya naik apa Victoria mengajak Lovarie belanja. Tentu saja gadis itu membawa mobil sport miliknya. Kemampuan Victoria dalam menyetir memang tidak diragukan, tetapi Lovarie tetap takut. Pasalnya, Victoria menyetir dengan kecepatan tinggi di jalanan macet sekalipun. Dalam lima belas menit, keduanya sudah berada di pusat perbelanjaan pakaian. Victoria menyeret Lovarie ke bagian pakaian berwarna cerah. "You have to wear something new, bright, colorful. f**k autumn, just choose any clothes that you like. Forget about brown, black, and red for a while, okay? Kamu harus memakai sesuatu yang baru, cerah, dan berwarna. Persetan musim gugur, pilihlah pakaian yang kamu suka. Lupakan soal cokelat, hitam, dan merah untuk sementara, oke?" Raut wajah Lovarie sudah menyatakan keberatan sebelum gadis itu bicara. "I'm not sure if I'm fit in with--. Aku tidak yakin kalau aku cocok dengan--" "Oh, this one! Yellow floral dress looks so good with your tall body. Oh, ini! Dress floral kuning terlihat bagus untuk tubuh tinggimu," ujar Victoria sembari menempelkan baju yang dimaksud ke Lovarie. "Green would be perfect for her. Give her the green one, Victoria. Hijau akan sempurna untuknya. Beri dia yang warna hijau, Victoria." Baik Victoria maupun Lovarie menoleh kaget. Ada Cayanne di belakang mereka, dengan beberapa tas belanja. Sial. Sungguh, Lovarie belum tahu harus bereaksi bagaimana. Niat hati belanja untuk melupakan masalah, Cayanne justru datang dengan senyum lebar. Victoria berusaha tampak normal dan menyapa Cayanne. "How are you? What about last night on the party? You must be tired after dancing all night long. Apa kabar? Bagaimana tadi malam di pesta? Kamu pasti lelah setelah menari sepanjang malam." Cayanne melambaikan tangan. "It was really fun! Ah, I wish you were there, Lova. You didn't come? Itu sangat menyenangkan! Ah, aku berharap kamu di sana, Lova. Kamu tidak datang?" Kerongkongan Lovarie tiba-tiba tercekat. Dia berdeham kecil, lalu menjawab dengan nada senormal mungkin. "I came, but my head hurts and it's impossible to have fun with headache, right? Aku datang, tetapi kepalaku sakit dan tidak mungkin bersenang-senang dengan keadaan sakit kepala, 'kan?" "Ah, I see. You look better today. So, back to the topic. I suggesting you to try green, especially the emerald green ones. Calm down, it's very calming color. You gonna like it. Ah, paham. Kamu terlihat lebih baik sekarang. Jadi, kembali ke topik. Aku menyarankan kamu untuk coba warna hijau, terutama yang hijau zamrud. Tentang, itu warna kalem. Kamu akan menyukainya." Tak lama kemudian, Lovarie sudah disodorkan gaun serupa dengan warna hijau. Tidak terlalu buruk. Cukup cocok untuk skin tone-nya yang tidak terlalu putih, juga tidak terlalu tan. Seketika senyum Lovarie pudar. Cayanne sebaik ini padanya, tetapi dia justru mencium Jensen tadi malam? Sungguh, dia tidak tahu harus mengatakan apa jika Cayanne mendengar kejadian semalam di pesta. Lovarie merutuki diri. Andai saja dia tidak ceroboh .... "Eh, you don't like it? It's okay, we can try other color and--. Eh, kamu tidak suka itu? Tidak apa-apa, kita bisa coba warna lain dan--" "N-no, I like it. Yeah, I really like this. T-tidak, aku suka. Ya, aku suka ini," ucap Lovarie. Victoria mendengar nada suara Lovarie berubah. Dia seperti menahan tangis. Namun, menangis bukanlah ide tepat untuk sekarang. Tidak di pusat perbelanjaan. Tidak di depan Cayanne. Victoria merangkul Lovarie, sembari pura-pura mencocokkan gaun hijau itu ke tubuh Lovarie. "Darling, hurry! I have meeting. Sayang, bergegas! Aku ada rapat." Papa Cayanne menyeru tidak sabaran. Dia berdiri sambil memegang beberapa tas belanja. Cayanne merotasikan bola mata, kemudian menyahut, "Fine! Oh, sorry, I need to go. It's nice to see you two on clothing store, girls! We should shopping together, it'll be fun! Baik! Oh, maaf, aku harus pergi. Senang melihat kalian di toko pakaian! Kita harus belanja bersama, itu akan menyenangkan!" Victoria melambaikan tangan dengan tempo cepat. "Great. See you later, your dad looks so impatient. Bagus. Sampau jumpa, ayahmu terlihat tidak sabar," katanya. Usai saling melambaikan tangan, Victoria menghela napas lega karena Cayanne sudah pergi. Dia memegang kedua pundak Lovarie, menatap gadis itu. "Hei, are you okay? Sorry, shopping is a bad idea. Hei, kamu tidak apa-apa? Maaf, belanja adalah ide yang buruk." Lovarie segera tersenyum. Dia tidak boleh mengecewakan sahabatnya yang sudah berusaha menghibur. Bahkan Victoria rela pergi ke pusat perbelanjaan dan meninggalkan jadwal work out-nya. "It's fine. Thank you, but I think we have to eat first. I'm starving. Tidak apa-apa. Terima kasih, tetapi kupikir kita harus makan dahulu. Aku lapar." "How about this dress? Bagaimana dengan gaunnya?" tanya Victoria. Baru saja Lovarie hendak mengembalikannya ke tempat semula, dia terpikirkan satu hal. Warna gaun itu hijau. Hijau adalah warna kesukaan Auriga. Dia ingat itu, banyak barang pribadi Auriga yang berwarna hijau, meski kebanyakan pakaian laki-laki itu berwarna netral. Dia mengangguk kecil, lalu menoleh pada Victoria. "I want to buy this. Riga likes green a lot. Aku mau beli ini. Riga sangat menyukai hijau." Diam-diam, tanpa disadari Lovarie, Victoria menatap wajahnya. Senyum tipis tercetak, tetapi dia tidak mengatakan apa pun. Sepertinya dia mulai paham ke mana arah cerita ini hendak berjalan. Victoria merangkul leher Lovarie, mengajaknya membayar gaun. "Tea time? Waktu minum teh?" "Wow, it's so rare. Victoria with a cup of tea. Should I post it on **? Wow, sangat langka. Victoria dengan secangkir teh. Haruskah aku unggah di **?" "Anyway, your followers increase a bit. Great progress. Art makes you famous. I'll paint some colors on my boxing gloves then. Ngomong-ngomong, pengikut kamu naik sedikit. Kemajuan bagus. Seni membuatmu terkenal. Maka aku akan melukiskan warna di sarung tangan tinjuku," celetuk Victoria. Lovarie membuka ponselnya dan menuju aplikasi **. Benar saja, ada 56 pengikut baru. Dia melongo, heran. Bagaimana bisa? Apa gara-gara Auriga me-repost postingannya? Ponsel Lovarie pindah tangan. Sekarang, Victoria mengutak-atik ponsel tersebut, lalu menunjukkannya pada Lovarie. "It's a simple answer. Jensen. He reposted your painting. With a little sentences: "Best friend's work always the best tho". But he didn't mention your account, it means you never get the notification. Jawaban simpel. Jensen. Dia me-repost lukisanmu. Dengan imbuhan kalimat: "Karya sahabat selalu yang terbaik". Namun, dia tidak menyebut akunmu, yang berarti kamu tidak akan mendapat notifikasinya." "Okay, I don't care. Oh, I haven't apologized to Russell yet. I think I have to call him. Oke, aku tidak peduli. Oh, aku belum meminta maaf ke Russell. Kupikir aku harus meneleponnya." Ucapan Lovarie membuat raut wajah Victoria berubah. Lovarie menyadari hal tersebut, tetapi kasir sudah menyebutkan harga gaun dan dia harus membayar terlebih dahulu. Hingga keduanya keluar dari pusat perbelanjaan dan masuk ke mobil, Lovarie menahan gerakan tangan Victoria. "What's wrong? Ada apa? Russell?" tanya Lovarie pelan. Victoria menghela napas pelan, lalu menatap Lovarie. "It was just, uh. No, I can't. Itu hanya, uh. Tidak, aku tidak bisa." Lovarie terkejut ketika Victoria justru menangis. Dia tidak pernah melihat sahabatnya menangis seperti ini. Lovarie memeluk Victoria, mengusap-usap punggungnya. "Ssshh, I'm here. Don't cry, Vivi." Perlu beberapa saat sampai Victoria tenang dan dia mengusap wajahnya. Gadis itu menoleh, menyunggingkan senyum tipis. "Thanks for not asking why, Lova. Terima kasih karena tidak bertanya alasannya, Lova." "Because I know you gonna tell me why. Karena aku tahu kamu akan mengatakannya padaku," jawab Lovarie. Victoria menyetir mobil sekitar lima menit, kemudian mereka sudah tiba di sebuah kedai teh. Lovarie memilih spot indoor yang lebih privat karena merasa obrolan selanjutnya akan cukup berat. Dia tahu betul, Victoria akan menceritakan alasan dia menangis. Ketika pramusaji datang, Lovarie langsung sibuk memilihkan menu karena Victoria tidak terlihat ingin memesan apa-apa. Lovarie meminta teh lemon, teh leci, sepiring kukis cokelat, serta dua potong keik red velvet. Pramusaji tadi pergi setelah mengeja pesanan Lovarie. "So?" Victoria meletakkan ponselnya di meja, mengusap singkat lengan atas tanda canggung. "I refuse to do free s*x, you know that. I mean, I'm still virgin, you know that. But it's only until last night, do you know that? Aku menolak melakukan seks bebas, kamu tahu itu. Maksudku, aku masih perawan, kamu tahu itu. Namun, itu hanya sampai tadi malam, apa kamu tahu?" "WHAT?!" Teriakan Lovarie mengundang atensi pengunjung lain. Lovarie yang menyadari hal tersebut langsung menutup mulut dan mengucap maaf. Dia kembali menatap Victoria yang terlihat gelisah. "Oh my God, who's the bastard?! Ya Tuhan, siapa yang melakukannya?" Victoria memijit keningnya. "Russell." "I ... I don't believe this. Was he forced you to do it? Aku ... aku tidak percaya ini. Apakah dia memaksamu untuk melakukannya?" Anggukan kepala Victoria sudah cukup untuk membuat pernyataan. Lovarie memegang tangan Victoria, tidak berani mengatakan apa pun lagi. "I think he's the one who most understood about--. Kupikir dia yang paling paham tentang--" "Sorry, but hold on. The waiter will be come with our foods. Maaf, tetapi tunggu. Pramusajinya akan datang bersama makanan kita," sela Lovarie. Benar saja, pelayan tadi datang bersama meja saji yang berisi makanan. Usai semua hidangan pindah tempat ke meja bundar, pramusaji itu pergi. Lovarie baru saja hendak mengusap tangan Victoria lagi, tetapi gadis itu justru dengan semangat memotong keik red velvetnya. "f**k about diet, we gonna eat this foods first. This is so delicious! Persetan dengan diet, kita akan makan makanan ini dulu. Sangat enak!" seru Victoria sembari mencicipi biskuit. Lovarie tertawa kecil, merasa geli. Sesedih apa pun Victoria, dia pandai menghibur diri sendiri. Victoria-lah yang selalu ada untuknya ketika dia sedih. Maka, kini giliran Lovarie yang menemani Victoria di waktu pentingnya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD