Not Today

1601 Words
Lovarie tidak berani keluar kamar sebelum orang tuanya pergi bekerja. Bukan apa-apa, hanya saja, Lovarie takut orang tuanya mencium bau alkohol karena dia belum mandi dan bersih-bersih. Gadis itu tidak berani menatap kamar Auriga di seberang. Memukul kepala karena menyesali semua tindakan bodohnya sudah dilakukan Lovarie sejak tadi. Dia mengerang di balik bantal. "Lova g****k banget anjir! Ngapain lo confess ke Jensen pas lagi tipsy?! Ngapain cium Jensen?! Yang paling parah, lo lakuin itu di depan Riga!" Apa yang akan terjadi berikutnya? Benerapa hal pasti tidak akan sama lagi. Di antara dia dan Jensen, maupun Auriga. Kacau sudah. Lovarie-lah yang menghancurkan persahabatan mereka. Ujung mata Lovarie melirik jam dinding. Sudah pukul sebelas siang. Dia belum sarapan, tetapi tidak ingin turun untuk makan. Tiba-tiba Lovarie teringat kuliahnya. Ada jadwal siang hari ini. Ah, biarlah. Lovarie sedang tidak ingin kuliah. Gadis itu pun membuka ponsel, mengabari salah satu teman kuliahnya agar menyampaikan bahwa dia sakit. Terdengar bunyi pintu mobil dibuka. Pasti Auriga hendak berangkat kuliah. Benar saja, beberapa detik setelahnya, sebuah pesan masuk ke ponsel Lovarie. Dari Auriga. Aurigaaa: Ada toast di depan pintu, dimakan ya. Gue ke kampus dulu, take ur time Rasa bersalah makin menyeruak. Lovarie meletakkan ponsel di kasurnya tanpa membalas pesan Auriga. Sungguh, bisakah dia jatuh cinta pada Auriga saat ini juga? Dialah yang benar-benar perhatian dan mengerti Lovarie. Rasanya, Lovarie sudah menjadi gadis paling jahat di dunia karena telah menyakiti hati laki-laki sebaik Auriga. Sesaat, Lovarie teringat tentang kejadian semalam, tepat sebelum dia menutup pintu rumah Auriga dan mengatakan kebenarannya. Sorot mata Auriga sudah menjelaskan bagaimana perasaan lelaki tersebut. Kecewa. Lovarie tidak dapat membayangkan bagaimana dirinya dapat menyakiti Auriga lebih jauh lagi. Semoga tidak akan pernah terulang hal seperti ini. Akan tetapi, takdir sudah ditetapkan. Nanti, Lovarie sendirilah yang akan menyakiti hati Auriga. Secara sadar. Sesedih apa pun dia, perutnya tetap saja membutuhkan makan. Dengan malas Lovarie menuruni anak tangga dan menyalakan lagu klasik melalui gramofon. Dia membuka pintu depan dan benar saja ada sebuah kotak makan di sana. Lovarie langsung mengambilnya dan tersenyum tipis. Bersamaan dengan itu, Lovarie tidak sengaja melihat Jensen yang baru turun dari mobil. Tatkala jarak Jensen sudah tinggal lima meter, Lovarie langsung masuk ke rumah dan menutup pintu rapat-rapat. "Lova, please, talk to me! Lova, tolong, bicara padaku!" seru Jensen sembari menggedor pintu. Lovarie mengunci pintu tersebut dan berjalan mundur, menjauh. "Not today, Jensen. Sorry. Tidak hari ini, Jensen." "You can't just confess then making me f*****g confused! Kamu tidak bisa mengaku lalu membuatku bingung!" Gadis itu mempercepat langkahnya ke lantai dua, menulikan diri dari teriakan Jensen di depan pintu. Dia belum siap bicara dengan Jensen. Malu dan tidak tahu harus apa. Selera makannya menghilang begitu saja. Lovarie berbelok ke arah ruang lukis dengan memeluk kotak makan milik Auriga. Sudah cukup lama sejak terakhir kali dia melukis. Belakangan ini Lovarie sibuk kuliah dan tidak sempat meluangkan waktu untuk bermain warna. Setelah menaruh kotak makan berisi toast di meja kecil, Lovarie duduk di depan easel. Menatap kanvas kosong yang entah hendak dilukis apa. Dia memejamkan mata, merefleksi apa saja yang sudah dia lalui selama kurun waktu beberapa bulan belakangan. Ketika memikirkan itu, Lovarie langsung tahu apa yang harus dilukis. Dia mengambil palet, dua kuas, serta beberapa warna cat minyak. Mulai dari putih, hitam, dan biru tua. Ini bukan ide bagus, melukis dalam keadaan kacau setelah mabuk dan belum mandi sama sekali. Coretan pertama di kanvas berupa warna biru tua. Tidak dapat disebutkan apa saja yang ada di pikiran Lovarie saat ini. Intinya, dia sedang melukis lautan. Bukan jenis laut yang ramah untuk snorkeling atau berselancar, tentunya. Memang ada ombak di sana, tetapi terlalu besar untuk digunakan berselancar. Lovarie membuat gambaran kalau laut itu begitu gelap, dalam, dan mengerikan. Dia juga membuat awan besar dengan petir dan hujan dengan gradasi warna hitam-putih, hingga terciptalah warna abu-abu tua. Terakhir, Lovarie menggambar dirinya sendiri. Sentuhan terakhir selesai. Kapal kecil yang masih bertahan di tengah lautan badai. Terombang-ambing di tengah kesedihan. Itulah Lovarie saat ini. Setelah hampir dua jam menyelesaikan lukisan, perutnya benar-benar kelaparan. Lovarie memakan toast dari Auriga meski sudah dingin lembek. Tidak apa, toh, dia bisa makan setelah mandi nanti. Namun, sebelum itu, dia sekali lagi menatap hasil lukisannya. Sebuah ide tercipta begitu saja. Hal yang tidak pernah Lovarie lakukan sebelumnya. Mengunggah foto lukisannya ke sosial media. **. Gadis itu membawa kanvas berisi lukisan laut ke kamarnya, lalu memosisikan benda tersebut di dekat jendela agar mendapat pencahayaan bagus. Cukup sekali jepret, sempurna sudah. Lovarie tersenyum, lantas memberi caption foto itu sebelum mengunggahnya. The little ship said, "I could through this stormy ocean. My heart will guide me." Kira-kira kalau diterjemahkan akan berarti: Perahu kecilnya berkata, "Aku bisa melewati lautan badai ini. Hatiku akan membimbingku." Sebagai gadis pindahan yang tidak terlalu memiliki banyak teman, jumlah pengikut Lovarie tidaklah terlalu banyak. Hanya 237. Tentu tidak sebanding dengan Victoria, apalagi Cayanne yang cukup terkenal. Ditambah, Lovarie jarang sekali memposting foto. Hanya ada dua unggahan sebelum foto lukisan ini. Total tiga sekarang. Yang pertama memberi like pada foto itu adalah Auriga. Lelaki itu juga meninggalkan jejak komentar berupa: A perfect monologue for a perfect art. Those blues looks solid. Well done, Lov. Lovarie bukanlah tipikal orang yang hanya memberi like pada setiap komentar, dia sebisa mungkin membalasnya. Maka, Lovarie membalas komentar Auriga dengan menulis: The sky looks blue everyday, but of course not that blue. So, thx. Berikutnya, like berdatangan dari orang yang Lovarie kenal, hingga Cayanne membuatnya tidak sengaja menekan profil akun gadis tersebut. Ternyata ada post terbaru yang dibuat tadi malam. Fotonya bersama Jensen. Lovarie mengumpat. s**t. Mata biru itu ... semalam menatapnya penuh rasa terkejut. Bibir itu ... semalam dia cium ketika mabuk. Telinga itu ... mendengar semua pengakuan perasaan yang disimpan bertahun-tahun. "Lova t***l, Lova t***l, Lova t***l," gerutu Lovarie setelah tidak sengaja menekan foto tersebut dua kali. Andai saja tadi malam dia bisa mengendalikan diri ketika melihat Jensen mencium Cayanne, pasti dia tidak akan terpancing. Andai saja tadi malam dia tidak terpancing, pasti dia tidak minum sebanyak itu. Andai saja tadi malam dia tidak minum sebanyak itu, pasti dia tidak menyatakan perasaannya. Andai saja dia tidak menyatakan perasaannya, pasti dia tidak akan mencium Jensen. Andai saja dia lebih berhati-hati, pasti ... Auriga tidak akan sesakit hati itu karenanya. Baru saja disebut dalam kepala, ponsel Lovarie berbunyi lagi, kali ini notifikasi **. Auriga menandainya dalam ** story. Di sana, Auriga me-repost postingan lukisan Lovarie dengan menambahkan tulisan: Every art needs some appreciations. Here's a little masterpiece. The artist: @lovarie.wisconsin yang berarti 'Setiap seni membutuhkan apresiasi. Inilah sebuah mahakarya. Artis: @lovarie.wisconsin. Lovarie tersenyum tipis. Auriga memang selalu melakukan hal-hal kecil yang tidak terduga. Gadis itu memutuskan untuk mandi karena merasa risi. Mungkin mandi bisa melunturkan ingatan tentang kejadian semalam. *** Tebak siapa yang sudah berbaring di kasur Lovarie seolah pemilik rumah? Benar, siapa lagi kalau bukan Victoria. Gadis itu memakan biskuit dengan santai sembari bermain ponsel. Benar-benar seperti di rumah sendiri. "I thought you're a thief. Why didn't you knock first? Kupikir kamu pencuri. Kenapa tidak mengetuk pintu dulu?" tanya Lovarie sembari mengusap-usap rambut basahnya ke handuk. Victoria terduduk, menatap Lovarie intens. "Listen, I have a big news. Dengar, aku punya kabar besar." Gadis dengan rambut dikuncir itu memberi kode agar Lovarie mendekat. "Someone's goes crazy! She gonna go to psychiatrist. Seseorang menjadi gila! Dia akan pergi ke psikiater." Tangan Lovarie menutup mulutnya yang melongo. "Oh my God, feel sorry for her. Anyway, who's her? Ya Tuhan, aku turut prihatin. Ngomong-ngomong, siapa dia?" Victoria mendekat, lalu berbisik, "You." Jelas saja Lovarie langsung heboh mencubit lengan Victoria. "Shut up, Victoria! Diam, Victoria!" "Do you think you know what you have done? Of course not, Baby Girl. You're too stupid to understand. I mean, this is complex. It's not only about you and Jensen, since you let Auriga in into your life. He was hurt, Jensen confused. How about Cayanne? Once she knows about last night, then BOOM! Bye-bye. Apakah kamu pikir kamu tahu apa yang telah kamu lakukan? Tentu saja tidak, Baby Girl. Kamu terlalu bodoh untuk mengerti. Maksudku, ini kompleks. Ini bukan hanya tentang kamu dan Jensen, sejak kamu membiarkan Auriga masuk ke kehidupanmu. Dia terluka, Jensen kebingungan. Bagaimana dengan Cayanne? Sekali dia tahu tentang radio malam, lalu BUM! Selamat tinggal." Gerakan tangan Lovarie mengeringkan rambut melambat. Victoria merangkul bahu sahabatnya. "I'm sorry, I didn't mean to scaring you. Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu takut." Lovarie menggeleng. "I'm not scared. Aku tidak takut." "Well, okay. I'm here to help you. Em, oke. Aku di sini untuk membantumu," ujar Victoria sembari menjejalkan sebuah biskuit ke mulut Lovarie. Sembari mengunyah, Lovarie bertanya, "What's that? Bantuan apa itu?" "SHOPPING!" Lagi, kali ini Lovarie melongo lebar. "HELLO? IS THIS REALLY YOU, VIVI? Halo? Apakah ini benar-benar kamu, Vivi?" Victoria merotasikan bola matanya malas. "Ugh, I know I hate shopping, you too. But why not? Sometimes we have to do girl's thing, right? I'm sure it's gonna makes you feeling better. I just wanna see you happy, Lova. So, are you in? Ugh, aku tahu aku benci belanja, kamu juga. Namun, kenapa tidak? Sesekali kita harus melakukan hal-hal perempuan, 'kan? Aku yakin itu akan membuatmu merasa lebih baik. Aku hanya ingin melihatmu bahagia, Lova. Jadi, kamu ikut?" Lovarie langsung memeluk Victoria erat-erat. "Thank you! Can't wait for our first official shopping today! We gonna buy lots of stuff, eat everything, and take many photos! You're the best. Terima kasih! Tidak sabar untuk belanja resmi pertama kita! Kita akan membeli banyak barang, makan semua makanan, dan mengambil banyak foto. Kamu yang terbaik." Victoria menaikkan satu alisnya. "I am. Benar." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD