02 Dinda

1058 Words
aku menoleh ke arah suara itu dan ternyata itu adalah Dinda sahabat baikku sejak SMP, satu-satunya sahabatku karena meskipun aku adalah gadis yg tergolong cantik dan pintar tapi aku cenderung tertutup, tidak mudah bergaul, aku bukannya tidak punya teman tapi yg aku maksud itu teman baik alias sahabat, yg bisa diajak susah senang bareng kembali ke Dinda, Dia itu cewek yg manis, ramah, humoris, sedikit gila, cerewet, narsis, tapi dia itu baik banget dan kebaikannya itu tulus, aku mengenalnya sejak kami duduk di SMP, usia kami sebaya beda beberapa minggu aja dan tadi malam dia sudah memberiku ucapan selamat ulang tahun sekaligus minta balasan di saat ulang tahunnya nanti tanggal 20 september "gila gak tuh?" . . . "hai cantik" Ucap dinda menyapaku sambil mencium kedua pipiku "hai juga manis" balasku dengan senyum tersungging di bibirku, pertemuan dengan Dinda dan kebersamaan kami memang adalah momen yg selalu bisa bikin aku senyum "hari ini ada kelas pagi kan Ri?" "ia Din mungkin bentar lagi mulai, yuk kita ke kelas" jawabku sambil menggandeng tangan dinda dan berjalan menuju kelas, kami masuk di jurusan yg sama MATEMATIKA karena memang sejak SMP kami berdua menyukainya, aku dan Dinda mempunyai persaingan ketat dalam perebutan juara pertama, setiap semester kalau bukan aku yg jadi juara kelas pasti dinda, karenanya kami berdua termasuk siswi populer di sekolah kami dulu bahkan setiap kali ada lomba atau olimpiade maka kami wajib di ikutkan, dan tentunya beberapa kali kami berhasil merebut piala dan piagam juara berbeda denganku dinda adalah tipe cewek centil yg sangat suka mempermainkan laki-laki, mulai dari iseng becandain sampai yg bener-bener dijadiin pacar, Dinda juga tipe cewek yg terbuka dan mudah bergaul jadi dia punya banyak temen cewek dan cowok, bahkan dia sering cerita tentang pacar-pacarnya ke aku mulai dari Tio pacarnya yg culun waktu kelas 3 SMP, Riki pacarnya waktu SMA, dan Adam pacarnya sekarang teman sekampus tapi beda fakultas, Adam ada di fakultas BAHASA, banyak hal yg Dinda ceritakan mulai dari kesan waktu Adam main ke rumahnya pertama kali sambil sembunyi-sembunyi dari mamahnya, ciuman pertamanya dengan Adam, sampai adegan buka-bukaan yg mereka lakukan Dinda ceritain ke aku, aku cuma bisa dengerin sambil geleng-geleng kepala "gila kamu Din" gumam ku berkali-kali saat dia bercerita tentang hal-hal yg mereka berdua lakukan, tapi sampai hari ini aku tau pasti Dinda masih perawan karena cerita dia gak pernah sampai ke situ "paling cuma sampai 69" gitu kata Dinda, setiap kali Dinda bercerita tentang itu aku ngeri sendiri ngebayangin hal yg mereka lakuin, maklum aku pacaran aja gak pernah apa lagi sampai yg "iiiiiiiiiiiii ngeri deh pokoknya" . . . pukul sepuluh lewat empat puluh pagi kelas kami berakhir aku dan dinda memutuskan untuk jalan-jalan di kampus sambil nunggu jam makan siang dan kelas berikutnya "Din kita ke perpus yuk" kataku mengajak Dinda "ayook" jawab Dinda lantang menjawab ajakan ku sedang sibuk memilih buku untuk dibaca ponsel Dinda berbunyi "tinnng" tanda notifikasi WhatsApp Dinda pun membaca pesan di ponselnya seraya senyum-senyum sendiri "siapa Din?" tanyaku "Adam" jawab dinda "Apa katanya?" "gak ada, cuman tanya lagi dimana, lagi apa, udah makan? plus bilang kangen" kata Dinda nyeroscos "ciiiiiiiie, yg di perhatiin" kataku mengejek "bukkk" Dinda memukul kepalaku dengan buku tipis yg ia gulung di tangannya "eitssss. . . jangan main kasar dong" kataku sambil bergerak seolah mengelak dan tertawa mengejek kearah Dinda "makanya punya pacar biar gak iri sama sahabat sendiri" Dinda mengejek balik "iiiiiiiiiiiiiii, siapa juga yg iri" "tu keliatan dari mukanya jones (jomblo ngenes)" "enak aja jojoba (jomblo-jomblo bahagia) tau" "apaan, mana ada jomblo bahagia, kesepian ada" "gak mungkin kesepian kan ada kamu beb" kata ku sambil memeluk Dinda dengan manja "uhuk uhuk, lepasin Ri bisa meninggal aku, lagian aku ini cewek normal ngapain kamu peluk-peluk" kata dinda dengan senyum jahil berusaha meronta melepaskan pelukanku yg cukup erat "iiiiiiii,l. . . jijik, siapa juga yg suka pelukan sama kamu" kata ku sambil mengusap-usap baju seperti membersihkan sesuatu, sambil memasang wajah cemberut yg dibuat-buat "duuuuhh. . . sayang, jangan ngambek dong nanti cantiknya ilang lho, senyum dong nanti aku traktir makan siang" Dinda merayuku, sekarang gantian dia yg memelukku aku tersenyum melihat tingkah Dinda, dan beginilah hari-hari kami di kampus penuh dengan candaan dan saling ejek tapi semua itu membuat kami tertawa dan membuat persahabatan kami lebih erat . . . tampa terasa hari sudah mulai sore kelas terakhir sudah selesai lima belas menit yg lalu. Aku, Dinda, dan beberapa mahasiswa lain masih duduk di kantin ada beberapa orang yg lalu lalang, ada yg makan, ada yg mengobrol, ada juga yg cuma duduk main ponsel, beberapa terlihat memandang keluar karena saat itu hujan sedang turun, tidak begitu deras tapi karena aku lupa bawa jas hujan, dan jarak rumahku yg cukup jauh aku dan Dinda memilih untuk ngobrol di kantin, sebenarnya Dinda bawa mobil jadi kalau dia mau pulang duluan bisa, tapi katanya kasihan aku "toh juga di rumah gak ada siapa-siapa, papa mama lagi keluar kota ke rumah bu de dan Nia (adik Dinda) juga tadi kirim pesan katanya lagi kerja kelompok di rumah temennya" kata Dinda menjelaskan padaku tadi Dinda menawarkan untuk mengantarku pulang tapi aku tolak, gak enak soalnya arah rumah kami berlawanan, toh juga kalau motor aku tinggal di kampus besoknya aku mesti berangkat naik angkot "males banget" pikir ku dalam hati . . . "Din aku mau ceritain hal yg lucu ni" kataku membuka percakapan "apaan Ri" tanya Dinda sambil menutup ponselnya dan menatap ke arahku dengan tatapan penasaran "masak ya Din tadi pagi bunda sama nenek " kataku dengan nada datar "terus-terus Ri?" tanya Dinda yg tampak antusias "terus-terus ntar nabrak" kataku bercanda "serius Riri cantik" kata Dinda dengan nada kesal tapi tersenyum "iya iya, ya terus gak gimana-gimana" jawabku asal sambil mengangkat bahu "aduh Riri, capek deh" kata Dinda sambil menepuk jidat "kenapa Din?" tanyaku polos "kalau aku dapet lampu hijau kayak gitu, Adam udah ku bawa pulang pakai keresek" kata Dinda setengah bercanda "duh kasihan yg pacaran backstreet" jawabku sambil tersenyum jahil "biarin, wleee bentar lagi juga diizinin kan tinggal dua minggu lagi udah 18 tahun" kata Dinda dengan semangat dan menjulurkan lidahnya "iya juga sih Din, tapi. . ." "tapi apa Ri???" "tapi bohong" kata ku menggoda Dinda "ih, sialan aku udah serius dengerin" kata Dinda ketus dan . . . bersambung . . . sekian dulu update kali ini, mohon do'a dan dukungan teman-teman, sampai jumpa di episode 3
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD