Bab 2. CEO Baru

1123 Words
Happy reading... Typo koreksi... ***** Deretan karyawan dengan pakaian kantor yang rapih tampak sudah berbaris di sisi kanan-kiri dekat pintu lobi menyambut kedatangan seseorang, merundukkan kepalanya serentak ketika dua pria berpakaian jas formal melangkah memasuki gedung kantor tempat mereka bekerja. "Selamat datang di Alstair Corp Pak Zaviar, Pak Deka saya Anton HRD di kantor ini." Seru pria dnegan setelan jas yang berdiri tepat di barisan pertama. "Terima kasih Pak Anton sudah repot-repot menyambut kami," sahut Deka dengan senyum merekah ramah. "Tidak Pak. Mari Pak saya antar ke ruangan Bapak." Alstair Corp adalah perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan dan pelayaran yang sudah di rintis oleh ayah Zaviar sejak 15 tahun terakhir. Akhirnya ketiganya sampai di ruang kerja CEO perusahaan ini. "Pak Zavi, ini ruangan Bapak. Ruangan saya ada di lantai 3 dan untuk Pak Deka ruangannya ada tepat di sebelah ruangan ini sesuai permintaan Bapak." jelas beliau. "Ah! Pak Anton sampai repot-repot menuruti permintaan saya. Padahal saya hanya bercanda loh." ujar Deka memasang wajah lugu dengan nada bercanda tentu saja di balas dengusan pelan Zaviar yang memilih melangkah masuk seraya menatap sekeliling interior ruangannya. "Tidak apa-apa Pak Deka. Saya senang kalau Bapak menyukai ruangannya nanti." "Pasti dong, saya pasti suka selera orang-orang di kantor ini." ucapnya tersenyum penuh makna tanpa di mengerti oleh Pak Anton. "Baik Pak, kalau begitu saya permisi dulu. Kalau ada butuh sesuatu Bapak boleh panggil saya." "Baik terima kasih Pak." balas Deka. Brak. Pintu ruangan itu tertutup rapat, Deka ikut menilai setiap sudut ruangan tersebut. Warna putih dan cream mendominasi ruangan kerja untuk Zaviar sahabatnya tersebut. Deka mendaratkan bokongnya, duduk di sofa cokelat dengan bersidekap d**a. "Gimana, elo suka ruangannya Zav? Atau mau ubah lagi?" "Nggak perlu." sahut lelaki itu membuat Deka mendengus sebal. "Eh! Ngomong-ngomong elo belum ada sekretaris. Gara-gara syarat aneh elo yang minta sekretaris di ganti cowok kan jadi ribet sekarang, elo belum ada sekretaris jadinya hari ini." "Gampang. Besok juga ada." sahutnya santai tidak mempermasalahkan hal itu. "Njir, elo kira cari sekretaris kaya beli gorengan di warung-warung apa. Mereka harus punya skill dan royalitas yang bagus dong. Elo tahu sendiri si pak tua oopps-- sorry maksud gue pak direktur pasti mau kita kerja rodi juga di sini." gerutunya menyengir menyebalkan ketika nyaris menjelekan atasannya, alias ayah kandung Zaviar. "Gue mau buat kantor dan karyawan disini lebih baik dari di Paris. Lagipula Bokap udah janji nggak akan ikut campur sama bisnis disini." "Wow ... mantap Bro!" teriak Deka heboh, jelas lelaki itu menyambut senang ucapan sahabat sekaligus atasannya tersebut. "Nanti mau makan dimana?" "Terserah," balas Zaviar malas. "Njir, Zav balasan elo kaya cewek kalau lagi ditanya sama pacarnya, mau kemana jawabannya selalu terserah." kekeh Deka seraya menekankan kata terserah, di balas delikan tajam sahabatnya itu. "Oke oke gue cari referensi yang bagus dulu. Santai Bro." Zaviar Alstair laki-laki dewasa berusia 30 tahun itu adalah CEO baru di Alstair Corp. Ia merupakan anak tunggal dari pasangan Julia Daranita dan Roy Putra Alstair, pasangan paruh baya yang sudah bercerai sekitar tiga belas tahun lalu. Disaat ayahnya Roy baru dua tahunan merintis bisnis di bidang mereka saat ini. Julia ibu kandung Zaviar sudah meninggal lima tahun lalu karena sakit kanker otak. Beliau pergi tanpa di temani dirinya dan juga ayahnya. Karena sejak kedua orangtuanya bercerai, Zavi tinggal di Indonesia sekitar beberapa tahun untuk menyelesaikan pendidikannya sebelum memilih ikut menetap bersama Roy ayahnya sejak 10 tahun terakhir. Selain karena pekerjaan ada sesuatu yang selama ini Zavi rindukan dari Indonesia. Kekasihnya. Ya. Wanita yang selama ini masih menempati relung hati Zavi terdalamnya sampai saat ini. Wanita yang Zavi tinggalkan ketika suatu masalah di masa lalu. Wanita yang belum bisa Zavi lupakan dan belum Zavi putuskan hubungan. Kamu sekarang ada dimana Bi. Batinnya mendamba sosok wanitanya. _____ "Mbak, saya minta rangkaian bunga tulip merah itu ya." "Ah, baik Mas. Mohon tunggu sebentar." Responsnya sopan. Shining Star. Papan nama terbuat dari kayu yang tertera di samping pintu merupakan salah satu toko bunga kecil di pinggiran kota yang cukup ramai selalu di kunjungi pembeli. Seorang wanita dengan celemek motif bunga melekat di pinggangnya dan slayer motif senada itu pun tidak lupa terikat di atas kepalanya dengan cekatan tangan putih mulusnya merangkai beberapa tangkai bunga tulip pesanan pelanggannya. "Semuanya 250.000 Mas." "Oke, ini Mbak. Terima kasih." "Sama-sama Mas, hati-hati di jalan dan silahkan datang kembali." Pelanggan itu tersenyum ramah. "Terima kasih. Baik Mbak." Desahan pelan terdengar dari bibir Bianca, wanita itu duduk di kursi besi berwarna putih miliknya menyandarkan punggungnya lelah. Wanita itu baru saja beberapa saat lalu menyusun stok bunga segar dari suplier yang baru datang ke tokonya. Di tatapnya toko kecil yang sudah di rintisnya sejak 8 tahun tersebut yang masih ada beberapa pelanggan siang ini, ia tersenyum penuh syukur terlebih melihat dua orang karyawannya yang dengan sangat baik, ramah serta cekatan tengah melayani pengunjung toko ini. "Alhamdulillah ya Mbak Bi, pelanggan kita semakin ramai setiap harinya." ucap Putri salah satu pegawainya usai toko tidak ada pengunjung lagi. "Kamu benar Put. Alhamdulillah, saya ucapin terima kasih banget sama kamu dan juga Doni sudah mau bekerja sama saya." "Aduh, Mbak Bi ini. Putri yang harusnya bersyukur dan berterima kasih karena sudah di terima bekerja disini sama Mbak Bi, Putri jadi bisa kirim uang buat bantu ibu sama bapak di kampung." Binarnya penuh syukur. "Syukurlah, Put." "Benar banget Mbak. Kami yang hanya lulusan SMP susah cari kerja, datang ke ibukota hanya ingin mengadu nasib dan Allah dengan baiknya mempertemukan kami dengan Mbak Bi." sahut Doni ikut mengutarakan isi hatinya. Bianca menatap keduanya teduh. "Tapi gaji kalian tidak besar seperti bekerja di luaran sana." "Masya Allah Mbak. Kami yang penting kerja senang Mbak. Pikiran selalu fresh setiap datang ke toko, apalagi kalau mencium aroma bunga di sini, rasanya beban pikiran langsung hilang Mbak." Bianca mengulas senyum manis. "Benar. Saya juga selalu merasa tenang setiap mencium aroma bunga-bunga di toko," ujarnya setuju. "Mbak, makan siang disini?" Menggeleng. "Tidak sepertinya Put, Mbak ada janji makan siang sama mas Darren." "Oh ya ampun! Mbak sama dokter Darren pacaran ya?" Blush. "A-- apa?" "Eh! Ya ampun Mbak Bi maaf kalau Putri lancang ngomongnya." Bianca mendesah pelan, dengan bibi yang bersemu. "Saya sama mas Darren tidak ada hubungan apa-apa Putri. Mas Darren memang baik sama saya dan Bulan. Saya juga berutang budi sama mas Darren." bisiknya pelan terdengar lirih namun bisa di dengar oleh keduanya. Meringis. "Maaf Mbak Bi, Putri nggak bermaksud--" "Tidak apa-apa Putri. Kalau begitu ayo kita kerja lagi. Setelah ini toko bisa tutup selama kalian istirahat makan siang, saya juga harus jemput Bagas sama Bulan dulu." "Baik Mbak Bi." sahut Putri dan Doni bersamaan. Tatapan Bianca beralih pada cincin yang melekat di jemari manisnya, cincin yang ia temukan di dalam kotak peninggalan orangtuanya. Ma Pa cincin ini punya siapa? Mengapa ada ukiran inisial Z&B? ______ Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD