bc

MILIK ZAVIAR

book_age16+
817
FOLLOW
7.9K
READ
billionaire
dark
possessive
pregnant
scandal
sensitive
CEO
no-couple
city
lies
like
intro-logo
Blurb

Takdir mempertemukan kembali Zaviar dan Bianca, setelah 10 tahun berpisah dengan kondisi dimana Bianca tidak lagi mengingat siapa sosok Zaviar. Sosok yang pernah menjadi masa lalunya.

Apakah Tuhan sedang mempermainkan mereka?

Bagaimana Tuhan akan menggariskan takdir mereka?

chap-preview
Free preview
Bab 1. Awal
Happy reading. Typo koreksi ya guys. **** Flashback on. 10 tahun yang lalu. Drap. Drap. Derap langkah tergesa-gesa terdengar memenuhi koridor rumah sakit. Pasangan paruh baya berjalan dengan raut khawatir dan tegang, deru napas kedua semakin kencang ketika lampu merah masih menyala di atas pintu bertuliskan 'Ruang Operasi'. Seorang pemuda berusia kisaran 20an menoleh ketika mendengar derap kaki mendekat. Plak. Tamparan tiba-tiba melayang ketika pemuda itu hendak menyapa sepasang suami istri tersebut. "SUDAH SAYA BILANG JAUHI ANAK SAYA. GARA-GARA KAMU ANAK SAYA KECELAKAAN." "Maafkan saya Tante." "Maaf, kamu pikir dengan permintaan maaf bisa membuat anak saya baik-baik saja hah. Kamu tuli saya bilang jangan dekati anak saya!" teriak wanita paruh baya itu marah. "Ma, sudah tenang dulu. Ini di rumah sakit." "Ini ... ini anak muda yang Papa kasih lampu hijau untuk anak kita. Dari awal Mama sudah tidak suka dengannya, semua tentangnya Mama tidak suka." gertak beliau menunjuk wajah anak muda di depannya murka. "Om ... Tante saya--" "JAUHI ANAK SAYA SEKARANG JUGA ATAU KAMU SAYA JEBLOSKAN KE DALAM PENJARASEKARANG. CEPAT PERGI!" "Nak sebaiknya kamu pergi dulu. Maafkan istri Om ya," ucap pria paruh baya itu melerai. Wanita paruh baya itu mendelik kesal. "Papa kenapa minta maaf sama anak ini." "Ma, kita lagi kalut memikirkan kondisi putri kita di dalam saja. Papa harap Mama mengerti. Nak, kamu pulang saja dulu, nanti Om kasih kabar lagi." Helaan napas panjang terdengar berat. "Baik Om. Maafkan saya Om Tante." bisik pemuda itu sedikit bergetar menyesal. Kakinya melangkah dengan terpaksa meninggalkan rumah sakit, dengan perasaan gundah dan takut yang menggelayut di rongga dadanya. Mengabaikan tatapan ingin tahu orang-orang karena melihat pakaian putihnya terdapat bercak darah milik seseorang. Kamu harus selamat Bi, aku akan menunggu kamu selamanya. Gumamnya dalam hati. Flashback off. "Dua jam lagi kita sampai di Bandara." ujar sosok di sampingnya. "Hmm." "Kenapa? Ada yang elo pikirin?" tanya sosok gagah berkacamata itu ingin tahu. "Tidak ada." sahut laki-laki dengan setelan jas lengkap dan kacamata hitam bertengger pada hidung mancungnya tersebut pelan. "Cih, gue yakin ada yang lo pikirin. Soalnya lo antusias banget pas bokap lo izinin kita urus cabang yang di Indonesia. Ngomong-ngomong gue juga udah kangen kota kelahiran gue ini, kelamaan di Paris bikin gue bosan juga. Kerjaan nggak pernah habis-habis, pak direktur suka banget bikin kita kerja rodi." gerutunya setengah mendesah. "Hmm." Gue juga rindu Indonesia. lanjutnya dalam hati. "Bro, nanti kita hangout ajak yang lain. Gimana setuju nggak?" Mata di balik kacamata itu mendelik malas sebelum mendengus melihat keluar jendela. "Terserah." "YES! Awas ya kalau elo ingkar lagi, gue tarik lo turun dari atas tempat tidur elo tuh." ancamnya. Aku kembali Bi, kamu apa kabar?. _____ Di rumah. "Bulan, bangun Nak." "Bulan, katanya mau ke rumah kak Bagas. Ayo bangun." ucap suara itu lagi dari luar. Ceklek. Tak lama pintu kamar terbuka, muka bantal gadis kecil berusia 9 tahun berwajah bantal muncul sambil memeluk boneka kelinci berwana putih dalam dekapannya. "Bunda ... Ulan ngantuk." "Loh, Ulan nggak mau ketemu kak Bagas. Semalam Ulan kan minta Bunda bangunin." Gadis kecil itu menguap lebar sekali lagi. "Hoam ... iya Bunda. Ulan lupa, Ulan mandi dulu." Wanita cantik di ambang pintu tersebut terkekeh geli menatap punggung kecil putrinya. Ia pun berbalik arah menuju dapur, rumah sederhana berlantai satu dengan dua kamar pemberian mendiang kedua orangtuanya menjadi tempat satu-satunya untuk wanita itu dan putri kecilnya berteduh selama ini. Sudah delapan tahun ya. Gumamnya nanar. Kedua manik matanya mendadak memanas, kepalanya buru-buru menggeleng cepat mengenyahkan hal menyakitkan agar tidak larut dalam kesedihan tentang kepergian mendiang orangtuanya setelah Bianca melahirkan Bulan. Sampai di dapur tangannya kembali menata dua kotak bekal makanan untuk dirinya dan juga Bulan putri semata wayangnya. "Bunda, kaos kaki Ulan ilang!" pekikkan Bulan mengangetkan aktivitasnya. Memutar tubuhnya dengan gerakan bak slow emotion wanita berparas cantik itu tergelak sesaat mendapati pemandangan putrinya berdiri dengan wajah cemberut sebal menggemaskan dengan sebelah tangannya mengangkat tinggi-tinggi sebuah kaos kaki sebelah saja. "Ulan." "Bunda kaos kaki Ulan ilang lagi." adunya masih menekukkan wajah imutnya. Kaki wanita itu melangkah mendekat, mengambil kaos kaki tersebut dengan raut wajah berubah teduh. "Bunda bantu cariin ya. Sekarang Ulan sarapan dulu oke." "Iya Bunda." Dengan patuh anak perempuannya tersebut berjalan menuju meja makan sedangkan wanita dewasa tersebut melangkah menjauh dari area dapur. "Ingat ya jangan nakal. Siang Bunda jemput Ulan ya." pesannya ketika mereka akan berangkat. "Ulan boleh main lama sama kak Bagas, Bun?" "Tapi kan nanti kak Bagas sekolah, Sayang. Jadi pulang sama Bunda saja ya." Bibir Bulan mengerucut ke depan beberapa senti, namun kepala anak itu tetap mengangguk mengikuti ucapan ibunya. "Ayo sekarang kita berangkat, kak Bagas pasti sudah nungguin kamu." "Ayo Bun." Bianca Almora, wanita berusia 28 tahun pemilik toko bunga kecil bernama 'Shining Star' di pinggiran kota. Wanita beranak satu itu kini berhasil hidup mandiri atas usahanya sejak melahirkan Bulan Akiyala Putri sembilan tahun lalu. Mobil Bianca berhenti setelah melaju sekitar 45 menit di jalan raya memarkirkan kendaraannya di halaman luas rumah milik seseorang yang selalu membuat Bulan putrinya langsung ceria bak mentari pagi. Ting tong. Ting tong. Bel rumah berbunyi, suara kunci di putar dari dalam terdengar. Bianca dan Bulan mundur selangkah ketika bunyi derit pintu memasuki indra pendengaran keduanya. Wanita paruh baya menyambut hangat keduanya, baik Bianca dan Bulan tersenyum sama hangatnya kearah beliau. "Eh, non Bulan sudah datang." "Pagi Nek." "Pagi juga Non." Bianca tersenyum ketika melihat sopan santun putrinya kepada asisten rumah tangga di rumh yang sedang di pijakinya. "Pagi Mbak Bianca." "Pagi Bu," balas Bianca sopan. "Pak Darren ada di dalam Mbak." lanjut beliau. Pipi Bianca bersemu ketika beliau menyebutkan nama majikan, sekaligus sosok laki-laki yang dekat dengan dirinya dan juga Bulan putrinya. Bianca merunduk malu, dan terkesiap ketika suara seseorang masuk mengalun indah di telinganya. "Mbok jangan menggoda Bianca, kasihan wajahnya sampai memerah seperti itu." Kepala yang sebut namanya seketika mendongak menatap wajah yang sedang tersenyum menawan kearahnya. Tubuh tinggi tegap, rahang tegas, rambut berwarna kecoklatan berdiri dengan sorot mata teduh kearahnya membuat Bianca semakin malu. "Mas Darren jangan liatin Bi kaya gitu." cicitnya membuat Darren mengulum senyumnya. "Kamu mau sampai kapan berdiri di depan pintu, ayo masuk, Bagas ada di dalam." "Mas aku nggak bisa lama-lama disini. Aku harus ke toko." "Oke, tapi pamit sama Bulan dan Bagas dulu. Ayo masuk. Mbok tolong buatkan teh ya." "Eh! Mas nggak u--" Grep. "Ayo, minum teh nggak akan lama sampai setahun kan. Temanin aku dulu minum teh dulu." ujar lelaki tampan itu cepat sambil menarik pergelangan tangan Bianca dan membawanya masuk ke dalam rumah menemui anak-anak mereka. Semoga Mbak Bianca berjodoh sama Pak Darren. Doa si Mbok dalam hati penuh harap. **** Bersambung.... 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Prince Meet The Princess

read
181.9K
bc

His Secret : LTP S3

read
651.1K
bc

Beautiful Madness (Indonesia)

read
220.4K
bc

Broken

read
6.4K
bc

CUTE PUMPKIN & THE BADBOY ( INDONESIA )

read
112.5K
bc

DIA, SI PREMAN KAMPUSKU ( INDONESIA )

read
471.2K
bc

A Million Pieces || Indonesia

read
82.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook