1 | panas

1159 Words
Hari ini matahari Jakarta bersinar cukup terik, membuat orang-orang yang beraktivitas di luar ruangan kegerahan bahkan sampai berkeringat. Tidak heran sih, sekarang sudah memasuki bulau kemarau. Jadi wajar saja jika cuaca bisa sepanas sekarang. Biasanya, jika cuaca sedang panas-panasnya begini, paling enak minum yang dingin-dingin, apalagi minuman yang berasal dari gerai kafe ternama yang enaknya sudah tidak perlu diragukan lagi. Sybil yang baru saja berpanas-panasan karena mesti jalan jauh dari halte busway jadi ngidam Pink Drink dari Starbucks yang gerainya berhadapan dengan tempat Sybil nongkrong sekarang. Ironisnya, Sybil sedang tidak mampu membeli Pink Drink seharga lima puluh ribuan dan sebagai gantinya, ia harus puas dengan segelas es s**u soda yang harganya cuma lima ribu. "Ini batagornya, Neng." Dan sepiring batagor yang disiram saus kacang dengan banyak saus sambal. Sybil tersenyum meringis pada si penjual batagor pinggir jalan dan menerima piring batagor itu. "Makasih, Kang." "Yoi." Akang-akang batagor itu nyengir genit pada Sybil, merasa beruntung karena dagangannya dibeli oleh gadis cantik yang dari penampilannya lebih cocok untuk makan di restoran daripada makan batagor di pinggir jalan. Tapi akang-akang batagor itu tidak salah sih. Karena dulu, seorang Askana Sybil mana mau makan di pinggir jalan seperti ini. Paling minimal tempat nongkrong Sybil itu sekelas McD dan Starbucks. Dari segi penampilannya yang mengenakan kemeja putih dan rok hitam bermerek Zara serta heels yang berasal dari Tory Burch juga menambah kesan kalau Sybil merupakan seorang perempuan kantoran trendy bergaji belasan juta. Padahal, kenyataan pahitnya Sybil baru lulus dari Magister Manajemen yang sedang sibuk mencari kerja sana-sini alias Sybil masih pengangguran. Dan walaupun penampilannya menunjukkan kalau Sybil berasal dari keluarga yang berada, sebenarnya sekarang keluarga Sybil sedang mengalami masalah perekonomian yang cukup buruk. Sehingga Sybil pun tidak bisa lagi nongkrong-nongkrong di tempat mewah. Ia bahkan harus segera dapat pekerjaan agar bisa menyambung hidupnya dan keluarganya. Lantas, bagaimana ceritanya keluarga Sybil yang semula hidup berkecukupan jadi terjun bebas begini? Well, ceritanya panjang. Tapi, intinya sih semua bermula dari ayahnya yang ditipu sehingga terlilit hutang ratusan juta. Dan karenanya, bisnis sang ayah juga bangkrut. Sejak dua bulan lalu, keluarga Sybil hidup hanya dengan mengandalkan sisa tabungan saja. Dan sekarang tabungan itu sudah menipis, sementara keperluan akan terus bertambah, serta hutang-hutang ayahnya juga harus dilunasi. Karena itulah, Sybil yang baru saja menyelesaikan S2 langsung gencar mencari pekerjaan. Karena posisinya sebagai anak pertama membuat Sybil menanggung beban untuk membantu keluarganya. Hidup Sybil memang kesannya malang sekali, ya? Jika dipikir-pikir, Sybil rasanya ingin menangis saja. Meski keluarganya bukanlah keluarga super kaya hingga mendapat julukan crazy rich, setidaknya sedari kecil hidup Sybil berkecukupan dan ia selalu dapat apa yang dia mau. Berbeda sekali dengan sekarang saat dirinya bahkan tidak bisa membeli minuman di Starbucks. Meski begitu, Sybil masih berusaha untuk berpikiran positif. Seperti kata pepatah, hidup ini seperti roda yang berputar. Tidak selamanya hidup kita akan berada di atas, pasti akan ada kalanya hidup kita berada di bawah. Dan sekarang, hidup Sybil sedang berada di titik terendahnya. Ia harus tetap semangat hingga bisa mengembalikan hidupnya ke titik atas lagi. "Iya, harus tetap semangat!" Sybil menggumamkan itu kepada dirinya sendiri setelah selesai menghabiskan dan membayar batagor dan es s**u sodanya. Sekarang, Sybil akan melanjutkan perjuangannya mencari pekerjaan. Kurang dari satu jam lagi Sybil akan menjalani panggilan interview dari lowongan pekerjaan yang beberapa waktu lalu dilamarnya. Gedung yang ada di seberang jalan lah kantor yang akan didatangi Sybil. Dan iya, gedung bertingkat tujuh dengan logo besar bertuliskan W Entertainment itu memiliki gerai Starbucks yang sebelumnya diperhatikan oleh Sybil. Kalau diterima bekerja disana, Sybil mungkin baru bisa nongkrong di Starbucks lagi. Jadi, semoga saja Sybil bisa diterima bekerja di agensi hiburan bergengsi itu. Ketika sedang menyebrang jalan menuju gedung W Entertainment, ponsel yang ada di genggaman Sybil berdering. Dan ternyata, yang menelepon adalah Adel, adik bungsunya nomor dua. Karena telepon dari keluarganya selalu dianggap penting, Sybil pun langsung menerima panggilan itu, tanpa peduli sama sekali kalau dirinya sedang menyebrang jalan. "Kenapa, Del?" "Mau ngabarin aja, Kak. Aku udah pulang sekolah soalnya guru-guru ada rapat makanya bisa pulang cepet. Terus Bang Rega udah berangkat ke kafe barusan, terus udah siapin makan siang buat aku, Dikta, sama Papa." "Oh yaudah, bagus deh." "Kakak udah selesai interview?" "Belum. Ini baru mau jalan ke kantornya. Doain ya supaya interview Kakak lancar." "Pasti aku doain kok. Semangat ya, Kak Sybil." Senyum Sybil otomatis terukir mendengar kata-kata penyemangat dari sang adik. Meski sederhana, tapi mambu menambah semangat Sybil untuk menjalani interview-nya nanti dengan baik. Namun, senyum Sybil perlahan memudar usai mendengar perkataan Adel selanjutnya. "Oh iya, Kak. Tadi aku juga barusan cek, obat Papa udah abis." Diam-diam Sybil menghela napas. "Nanti Kakak tebus lagi obatnya pas pulang interview." "Oke, Kak. Sekali lagi semangat ya!" "Iya." Sybil sudah sampai di seberang jalan ketika panggilan itu berakhir. Dirinya tidak langsung melanjutkan langkah menuju gedung W Entertainment, melainkan masih berdiri dekat dengan zebra cross. Sybil membuka m-banking untuk melihat sisa saldo yang ada di rekening keluarganya. Ternyata tinggal sisa berapa juta saja dan masih harus dikurangi lagi dengan menebus obat ayahnya dan cicilan hutang yang sebentar lagi akan jatuh tempo. Keduanya jelas tidak murah sama sekali. Ayahnya Sybil sekarang sedang mengidap stroke sehingga sebagian tubuhnya mengalami kelumpuhan dan sampai sekarang ayahnya Sybil masih harus menjalani perawatan dengan biaya yang cukup besar. Penyakit stroke itu sendiri mulai diidap oleh ayahnya setelah beliau habis ditipu dan bisnisnya kolaps. Karenanya, keluarga mereka seolah ditimpa masalah bertubi-tubi dalam waktu yang berdekatan. Saat ini ayah Sybil melakukan perawatan di rumah setelah dirawat cukup lama di rumah sakit. Tabungan mereka pun habis untuk membiayai perawatan rumah sakit kemarin. Dan sekarang sang ayah sudah tidak bisa bekerja dan hanya bisa berbaring di tempat tidur. Karena itulah, selaku anak sulung, Sybil yang kini mengambil alih tugas sebagai kepala keluarga. Sementara ibunya sudah meninggal sejak dua tahun lalu. Sybil menghela napas dalam sembari menatap saldo rekening keluarga mereka yang mungkin hanya bisa dipakai untuk kebutuhan sehari-hari sampai bulan depan saja. Jika sampai saldo di tabungan itu habis, mereka sudah tidak punya apa-apa lagi. Aset mereka sudah habis dijual untuk membayar sebagian hutang sang ayah, sementara tabungan pribadi Sybil yang jumlahnya tidak seberapa pun sudah terpakai untuk membayar sekolah dua adiknya yang bungsu. Sybil benar-benar harus dapat pekerjaan secepatnya agar bisa menyambung hidup keluarganya. Kalau sampai tidak dapat pekerjaan dalam bulan ini, bisa jadi ia harus menjual isi rumah mereka. Sybil tidak mau itu karena saat ini, rumah yang mereka tinggali merupakan satu-satunya aset yang dimiliki oleh keluarga mereka. Semangat. Semangat. Semangat. Sekali lagi Sybil menyemangati dirinya sendiri dan berharap semoga interview-nya hari ini berjalan dengan sukses dan ia bisa mendapat pekerjaan di W Entertainment yang gajinya jauh di atas UMR. Ketika Sybil hendak melanjutkan langkahnya menuju gedung W Entertainment, tiba-tiba terjadi sesuatu di luar ekspektasinya. Ponsel yang masih berada di genggamannya, dalam hitungan detik dan tanpa bisa dicegah, dirampas dari tangannya oleh seseorang yang baru saja melintas menggunakan sepeda motor. Di tempatnya berdiri, Sybil terkesiap. Kejadian itu sangat tiba-tiba hingga butuh beberapa detik bagi Sybil untuk mencerna kalau dirinya baru saja kehilangan ponsel yang merupakan barang mewah terakhir yang dibelinya sebelum perekonomian keluarganya jatuh. Sekarang ponsel itu sudah tidak di tangan Sybil lagi, melainkan sudah dirampas oleh orang jahat. Sybil spontan berteriak histeris dan menangis. "JAMBREEEEETTTTT!!!!! BANGSAAAATTTTT! KEPARAAAATTTTT!" Di tengah terik matahari yang panas membakar kulit, Sybil meratapi hidupnya yang entah kenapa terus-menerus ditimpa kemalangan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD