2 : Hidup Baru, Lembaran Baru

530 Words
Suara kekehan khas anak balita terdengar, giginya yang sudah tumbuh dengan rapi pun terlihat jelas saat dirinya tersenyum lebar. Alesha, gadis kecil itu senang karena akhirnya sang ayah telah menghubunginya setelah siang tadi sulit untuk dihubungi, sekarang ia bisa mengatakan kerinduannya pada Johan. "Alesha rindu Papa." Ujar Alesha dengan nada yang dimanja-manjakan. 'Iya, Sayang. Papa berusaha agar secepatnya bisa pulang dan ketemu sama Alesha.' Jawab Johan di seberang telepon sana. Keduanya melakukan panggilan video, Alesha berada dikamarnya sendirian, sedangkan Aleya keluar sebentar untuk mengangkat jemuran karena hari telah petang. Alesha bergulung-gulung dikasurnya, ia menarik selimut hingga ke batas leher sambil mengangkat ponsel tinggi-tinggi. "Alesha sudah besar kan, Papa?" Alesha mengarahkan kamera ponsel ke arah dirinya, ia semakin melebarkan senyumnya saja. Selama ini Alesha memang tumbuh sebagai anak yang ceria dan terbuka, tidak seperti saudara kembarnya yang cenderung suka berdiam diri dan lebih pendiam. Dalam kasus ini, Johan dan Aleya sama-sama berusaha untuk membuat Altair seterbuka Alesha, tapi nyatanya begitu sulit. Bahkan ada kalanya Altair tidak mau keluar kamar sedikit pun karena ingin menyendiri katanya, ia suka suasana yang tenang dan damai. Ada saatnya Alesha ingin bermain dengan Altair, tapi Altair menolak, aslhasil kedua anak itu saling diam-diaman hingga beberapa hari. Entah apa yang membuat Altair bersikap lebih pendiam seperti itu, padahal Aleya mendidiknya sama seperti ia mendidik Alesha. Sifat dari bawaan lahir, mungkin? Di seberang telepon Johan tertawa ringan, ia menganggukkan kepalanya. 'Iya, Alesha sudah besar, makin cantik juga.' Alesha tersipu malu mendengar pujian yang dilontarkan sang ayah. Altair dan Alesha tidak pernah kekurangan kasih sayang meskipun mereka berdua tinggal terpisah dengan Johan, mereka hidup bahagia dengan limpahan penuh kasih sayang, kepedulian dan juga rasa cinta orangtua. 'Alesha yakin tidak mau dibelikan oleh-oleh, hm?' Tanya Johan, ia sudah pernah menawarkan Alesha oleh-oleh ketika dirinya pulang nanti, tapi anak itu menolaknya. "Tidak, Papa! Alesha mau Papa cepat pulang, itu aja." Jawab Alesha dengan keyakinan penuh. Disaat ayah dan anak itu sedang asyik berkomunikasi, Aleya datang menuju ke kamar, ketika ia menangkap suara anaknya yang terdengar begitu menyayangi Johan, Aleya menghentikan langkahnya tepat di ambang pintu. Menghela napas panjang, ingatan Aleya berputar pada masa lalu dimana saat-saat kelamnya dulu. Altair dan Alesha, anak-anak yang tidak ia duga kelahirannya, anak yang pernah ia kandung dan menemaninya berjuang disaat jatuh terpuruk. Merekalah yang menjadi penunjang semangatnya, Aleya sangat menyayangi putra-putrinya itu. Kehadiran Johan di dalam hidup mereka ternyata sangat diperlukan, tak selamanya seseorang yang pernah berbuat buruk di masa lalu akan melakukannya lagi, Johan adalah contoh dari sosok yang ingin berubah menjadi orang yang lebih baik dengan segala usahanya. Aleya sudah melihat bagaimana Johan berusaha keras untuk menjadi sosok ayah yang layak bagi putra-putrinya. Aleya senang melihat kedekatan Johan dengan Altair dan Alesha, ia berharap agar hubungan baiknya dengan Johan selamanya bisa terjalin. Aleya tidak akan memisahkan Johan dari anak-anaknya lagi, Altair dan Alesha membutuhkan sosok Johan. Masa lalu biarlah menjadi kenangan yang dapat dipetik pelajaran berharganya, Aleya sudah memaafkan semua kesalahan pria itu, kini ia memulai hidup dengan lembaran baru yang penuh dengan kegembiraan. Ya, hidup baru dengan lembaran baru. Setitik air mata membasahi pipi mulusnya, itu adalah air mata bahagia. Ini adalah kisahnya, kisah hidupnya untuk membesarkan anak-anaknya dengan limpahan kasih sayang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD