2. FAREWELL

1136 Words
"Kamu serius mau resign, Sam?" "Iya." Jawabnya pendek sambil terus membereskan barang-barang dari meja kerjanya dan mengemasnya dalam sebuah dus ukuran sedang. "Kamu mau ninggalin aku?" Gadis bernama Liona itu menatapnya dengan bahu merosot dan tatapan sendu. "Mau bagaimana lagi? Family matters." "Aku nggak nyangka kamu ngorbanin karirmu demi adikmu." "She's the most precious creature on earth for me, Liona. Dan dia sedang hamil." "Ya, tapi..." "Please, Lio. Kita bahkan tidak ada hubungan apa-apa." "Sam, teganya kamu ngomong begitu. Kamu tahu aku mencintaimu sejak dulu." Samudera menatap gadis bernama Liona itu dengan jengah. Ia tahu Liona tergila-gila padanya, tetapi bukan salahnya kalau ia tidak bisa membalas perasaan itu dengan semestinya. "But I don't." Jawab Sam datar. "Dengar Lio, aku hanya menganggapmu teman. Jika kamu punya perasaan lebih, itu urusanmu." "Kamu masih memikirkan mantanmu itu? Ayolah, move on, dong." "Kamu tahu aku belum bisa dan nggak akan bisa." "Tapi dia sudah punya suami, Sam!" Seru gadis itu keras. "Lio, enough!" Suara Sam bergetar. "Sam!" "Sorry for being rude, Lio. Tapi aku nggak mau membahas ini lagi." Samudera menggulung lengan kemejanya hingga siku dan menguncir rambutnya asal-asalan. Sebuah gerakan ringan yang terlihat sangat seksi dimata Liona. Gadis itu mendesah pelan. Apa sih kurangnya ia bagi Sam? Seluruh penghuni gedung disini tahu ia adalah keponakan bos besar yang memulai karirnya tanpa bantuan dari keluarga, murni dari bawah walaupun kekayaannya berlimpah. Kecantikannya paripurna dengan tubuh bak gitar Spanyol menggoda. Siapapun tidak akan memalingkan mata jika melihat pesonanya. Tetapi, sialnya, teman kuliahnya ini bahkan sama sekali tidak meliriknya walaupun ia terus merengek minta perhatian bertahun-tahun. Berkali-kali ia menyatakan cinta, tetapi Samudera tidak pernah mengindahkannya dan menolaknya mentah-mentah. Anehnya, ia tidak pernah sakit hati dan menyerah. Sam terlalu indah untuk dilewatkan begitu saja. Pria ini, tipe makhluk langka yang tidak mau berpaling hati walaupun sang mantan telah bersuami. Ah, sialan! Gue kalah saing sama bini orang? Hello??? *** "Bang!" Fara berlari memeluk Al yang akan segera check in di airport. Hari ini kakak sulungnya kembali ke Jerman untuk melanjutkan pekerjaan yang sudah satu bulan ditinggalkan. Fara berurai air mata. "Ingat, nanti nurut sama Samudera. Jangan keras kepala, jangan bandel, ngerti?" Tegas Al sambil menangkup pipi adiknya dan mengecup keningnya lama. Walaupun mereka sudah dewasa, Al tetap menganggap Fara adik kecil manja kesayangannya. Dirinya pun sedih hendak berpisah kembali dengan sang adik. Baru satu bulan ini hubungan mereka dekat kembali seperti dahulu. Tetapi hidup terus berlanjut. Mereka harus melangkah demi tujuan masing-masing. "Nanti Abang dan Ian tengokin kamu kok, tenang saja." Fara mengangguk. Ian tidak ikut mengantarnya ke bandara, hanya melepasnya tadi pagi di rumah sebelum berangkat ke rumah sakit. Jatah cutinya yang hanya beberapa hari sudah habis. "Pesan gue jangan lupa, Sam." "Iya Bang, beres." Jawab Sam sambil mengadu kepalan tinjunya dengan Al lalu memeluk kakaknya erat. Matanya pun tidak kalah berkaca-kaca. Sosok Alfaraz adalah orang kedua yang jadi panutan setelah sang ayah. Seorang kakak yang selalu siap menjadi pelindung bagi adik-adiknya. Setelah ini, saat Al jauh, ia yang mengemban tugas menjaga Fara. Cukup sudah sekali, mereka kapok saling menjauh hingga membuat Fara celaka. Sam merangkul bahu Fara menyaksikan Al pergi menjauh. Mereka menatap lekat punggung itu yang sama sekali tidak pernah berbalik hingga menghilang di balik pintu kaca. Ia tahu, Al pun sedang menyusut airmatanya disana sambil terus berjalan. Ah elo, Bang. Tampang sangar tapi mewek! "Sabar yah, minggu depan kita yang naik pesawat. Tapi arahnya ke selatan, bukan ke utara, yes?" "Apa sih?" Fara mendelik sebal sambil menghapus airmatanya. Sam terkekeh geli. "Nggak usah ngambekan gitu, nanti baby nya cengeng loh, emaknya nangis melulu! Aww!" Fara mencubit pinggangnya keras hingga ia melotot. "Heran, itu kuku nanggung dosa berapa ton sih? Sakit banget!" Sam meringis mengusap-usap pinggangnya. Mereka memasuki mobil Ian menuju arah pulang. Mobil penyok tempo hari sudah selesai diperbaiki dan kembali mulus. Fara tidak tahu berapa Ian merogoh koceknya kali ini. Lelaki itu tidak mau ia ambil pusing dengan uang yang dikeluarkannya. Di dalam mobil yang dikendarai oleh Sam yang membawanya pulang, Fara terdiam dalam lamunan. Matanya terus menatap keluar jendela. People come and go, and she's the one who left behind. *** Tinggal beberapa hari tersisa, mereka saling berkemas. Samudera tidak membiarkan Fara kerepotan. Fara seketika berubah menjadi bos besar yang tinggal tunjuk ini dan itu lalu Sam yang mengerjakan semuanya dengan senang hati. Sam dan Ian juga yang pergi ke apartemen Fara dan mengemasi seperlunya apa yang perlu dibawa pergi merantau. Dokumen dan surat-surat berharga mereka simpan dalam safe deposit box di sebuah bank sampai mereka kembali kelak. Sementara kunci apartemen ia titipkan pada Ian, barangkali nanti Al pulang dan membutuhkan hunian. Karena kakaknya itu pernah berkata suatu hari akan kembali ke Indonesia dan membuka firmanya sendiri. Hingga tiba saatnya mereka berpamitan. Hanna menangis sesenggukan sementara Antonio kembali bersedih rumahnya kembali sepi. Setelah Fara pergi, ia menjamin anaknya akan kembali tinggal di apartemen yang memang lebih dekat dari rumah sakit. "Mama jangan sedih, nanti bisa main ke Sydney, kita shopping bareng." Hibur Fara sambil memeluk Hanna yang telah dianggapnya seperti ibu kandung sendiri. Kedekatan mereka yang terjalin dalam beberapa minggu terakhir membuat mereka berat untuk berpisah. "Nanti sehabis kamu melahirkan, Mama pasti kesana kok." Ucapnya menghibur diri. "Baik-baik ya, cucu Mama." Lanjutnya sambil mengelus perut Fara. Fara tersenyum dalam tangisnya. Ia bahagia menemukan keluarga yang saling menyayangi seperti ini dan sedih rasanya meninggalkan mereka. Tidak lama kemudian kedua orang tua itu pamit, meninggalkan Sam, Fara dan Ian yang sibuk mengemasi koper di VIP lounge bandara. Antonio membelikan mereka tiket first class yang membuat Sam geleng-geleng kepala. Menjelang berangkat, Ian memeluk Fara erat. "Aku pasti kangen kamu." Ujarnya pelan. "I will miss you too." Jawab Fara membalas pelukan Ian tak kalah erat. "Jangan kelamaan peluk Fara, ntar lo naksir. Gue nggak sudi iparan sama lo!" Seru Sam sambil menarik tangan Fara melerai pelukan yang dibalas Ian dengan kedipan jahil. "Halah, gue tahu isi otak lo!" Jawab Ian. Sam tertawa lepas kemudian memeluk Ian erat. "Makasih banyak, Bro. Gue pasti kangen juga sama lo." "Nggak usah kangen sama gue, ora sudi!" Jawab Ian dan meninju d**a Sam pelan. Sam mengerling jahil dan tiba-tiba mengecup pipi Ian sekilas dan lari sambil tertawa terbahak-bahak melihat Ian melotot. "Setan alas! Hoekkk..!" Ian membungkuk memegang perutnya dengan ekspresi jijik luar biasa.  "Najis! Gue sumpahin anu lo ga bisa berdiri!" Ian menyumpah dan mengusap pipinya jijik. Mukanya merah padam. "Alamak, tega lo ya?" Protes Sam. "Anu apaan?" Sambut Fara polos. "Anak kecil mending mingkem. Ini urusan yang punya batang." Sahut Sam yang dibalas delikan oleh Ian. "Batang naon?" Sam menutup mulut Fara dengan telapak tangannya sementara Ian memberi tatapan horor. Sedetik kemudian ia sadar kedua lelaki ini tengah melemparkan candaan khas mereka. Giliran Fara yang merah padam lalu memalingkan wajahnya. Katakan ia polos, tetapi pergaulannya yang terbatas semenjak menikahlah yang membuat tidak tahu banyak istilah-istilah v****r kaum adam tersebut. Kampret! Malu kuadrat gue! ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD