bc

MI AMOR : Wanita yang Dikhianati

book_age18+
163
FOLLOW
1.4K
READ
HE
arrogant
heir/heiress
drama
bxg
bold
like
intro-logo
Blurb

"Kamu nggak mungkin duain aku, kan?" tanya Amor dengan napas tercekat.

Evas memilih menatap jendela. Tindakan itu membuat Amor kian berpikiran buruk. "Atau kamu sebenarnya udah nikah lagi?" tanya Amor.

"Kita bahas nanti."

"Aku pastiin, kamu bakal nyesel kalau aku udah turun tangan!" Amor mendongak, menatap wajah tampan suaminya yang kali ini terlihat gelisah.

chap-preview
Free preview
1-SEBUAH SARAN
"Jadi, kalian habis dari Jepang?" Dua orang yang sedang menyantap makanan itu seketika mengangkat wajah. Salah satu dari mereka lalu menjawab. "Iya, Ma. Nyenengin istri," lalu menatap sang istri yang duduk di sebelahnya. "Habis liburan gitu, bakal jadi nggak?" Wanita yang mengenakan atasan berbahan knit itu mencengkeram garpu kala mendapat pertanyaan bernada mengejek itu. Dia lalu memaksakan senyuman. Pertanyaan semacam itu sudah sering dia dapat, tapi selalu membuatnya sebal. "Doain, ya, Ma." "Kalian udah nikah delapan tahun, loh." "Sabar, Ma." Amor menatap suaminya yang menjawab dengan lembut. Dia lalu melanjutkan makan, meski ekor matanya mampu melihat mama mertuanya menatap tajam. Dia mencoba terlihat biasa saja, meski rasanya ingin segera kabur. Amor Tatyana, sudah delapan tahun menjalani kehidupan rumah tangga bersama Evas Ferdinan. Kondisi mereka sama-sama sehat. Bahkan, sebelum menikah mereka sempat konsultasi ke dokter dan mengecek kesehatan masing-masing. Dari awal menikah, mereka sudah berencana ingin segera memiliki anak. Sayang, delapan tahun berlalu, mereka belum dikaruniai buah hati. "Kalian nggak mau coba bayi tabung aja?" Belum juga Amor tenang, pertanyaan dari mama mertuanya kembali terlontar. Dia menatap suaminya yang menyeduh teh hangat pesanannya. Kemudian dia menatap mama mertuanya yang memperhatikannya. Bahkan, wanita itu terlihat tidak tertarik dengan steak berharga jutaan yang dipesan. "Amor maunya yang alami aja," ujar Evas sambil meletakkan gelas ke meja. "Iya, kan, Sayang?" "Iya." Amor tersenyum puas. Dia paling senang jika sang suami membelanya. Tidak seperti mama mertuanya yang terus menyudutkannya. Amor merasa, mertuanya banyak berubah di tahun ketiga pernikahannya. Mulai mendesak ingin cucu dan bahkan selalu mengomentari ini itu. Ayum geleng-geleng, melihat dua orang di depannya yang begitu santai. "Umur terus jalan. Nggak kasihan anaknya nanti kalau kalian keburu tua?" tanyanya. "Mama juga udah makin tua." "Ma, memang belum waktunya dikasih aja," jawab Amor pelan. "Aku juga pengen cepet-cepet ngasih cucu buat mama." Evas mengangguk setuju. "Sabar bentar ya, Ma." "Mana bisa mama sabar?" Ayum mengambil minumannya dan menegaknya kasar. Setelah itu dia menatap anak satu-satunya itu. "Vas, suruh istrimu nerapin hidup sehat. Bukannya males-malesan terus." Tangan Amor terkepal erat. Wajahnya yang tidak ditutupi make up seketika memerah. Dia sangat lelah, baru pulang dari Jepang dan langsung menemui sang mertua. Justru, mertuanya membahas masalah ini. "Coba ikut kelas yoga, terus konsultasi ke dokter. Jangan males-malesan kalau diajak suami ke dokter." "Ya, Ma!" Amor mengambil air mineral lalu meminumnya dengan posisi agak menyerong. Ayum mendengus melihat kelakuan menantunya yang lama-lama menyebalkan. Dulu, dia sangat kagum ke Amor. Wanita itu cantik dan terlihat penurut. Tetapi, lama kelamaan wanita itu semakin tidak bisa dibilangi. Setiap dinasihati, ekspresinya selalu terlihat mengejek. Dia jadi kasihan ke anaknya yang sering kali menuruti mood Amor. "Udah, jangan bahas itu," ujar Evas tidak ingin suasana menjadi kacau. Amor meletakkan botol air mineralnya dan melanjutkan memakan steak. "Kabar Papa gimana, Ma? Kok nggak ikut makan malam?" Ayum menatap Amor yang terlihat sekali berusaha menghindari pembicaraan. Dia lalu menatap Evas yang menyudahi kegiatan makannya. "Kamu ingat anak Bu Wardani?" Evas melirik Amor, ekspresi wanita itu kembali berubah sebal. "Nggak inget." Rasanya Amor ingin terbahak mendengar jawaban suaminya. Dia lalu menatap mama mertuanya yang terlihat tidak terima. "Mama belum jawab pertanyaanku." "Papa baik," jawab Ayum lalu menatap Evas sepenuhnya. "Vas, pikirin saran mama." "Saran?" Amor yang baru menunduk untuk memotong daging, seketika mengangkat wajah. Dia mendapati mama mertuanya itu mendengus. Setelah itu dia menatap suaminya yang terlihat tidak nyaman. "Saran apa, Sayang?" "Kamu belum ngasih tahu dia?" Ayum melirik Amor sambil menahan senyuman. "Apa?" Amor mulai curiga setelah melihat ekspresi menyebalkan mertuanya. Evas menggaruk tengkuk lalu berdiri. "Udah, ya, Ma. Aku harus pulang." Dia mengambil jas yang menyampir di sandaran kursi lalu menarik tangan Amor. "Mama udah sama sopir, kan?" "Kamu, belum jawab, Sayang!" "Kita bahas di rumah," ujar Evas lalu melepaskan genggaman. Dia berjalan lebih dulu, terlihat enggan berlama-lama di ruangan. Amor menatap mama mertuanya yang baru memulai makan. "Saran apa kalau boleh tahu, Ma?" tanyanya. "Ada hubungannya sama aku, kan, pasti?" Ayum terlihat begitu menikmati steak-nya meski telah dingin. "Yakin kamu mau tahu?" "Selagi ada hubungannya sama rumah tanggaku, aku harus tahu." "Mama minta Evas nikah lagi." "Ma!" Amor tanpa sadar berteriak. "Nggak sopan!" "Mama nggak mikirin perasaanku?" tanya Amor tak habis pikir. Ayum meletakkan garpu dan pisaunya lalu menatap Amor lelah. "Kamu juga nggak mikirin perasaan mama." "Harus cara kayak gini, Ma?" "Amor!" Evas kembali ke ruangan dan menarik tangan Amor. Amor seketika menyentak tangan Evas lalu menghadapnya. "Kenapa kamu nggak ngomong?" Evas menatap mamanya yang terlihat tidak merasa bersalah. "Ma, jangan kayak gini." "Istrimu berhak tahu, Vas!" Air mata Amor seketika menetes. Bagaimana mungkin mertuanya meminta anaknya menikah lagi? Dan suaminya tidak memberitahunya? Bukankah ini tanda penghianatan? "Aku bakal ngasih tahu dia. Udah aku bilang, mama nggak perlu ngasih tahu," ujar Evas lelah. "Ayo, Sayang!" Amor menjauhkan tangannya yang hendak ditarik Evas. "Terus, apa keputusanmu?" "Kita bahas di rumah." "Jawab!" Amor sudah kehabisan kesabaran. Ayum geleng-geleng melihat kelakuan menantunya. "Nggak tahu malu," geramnya. "Kasihan anakku." Amor menatap Ayum yang terus menyalahkannya. Apakah dia salah bereaksi? Dia bukan tipe orang yang gampang marah. Tetapi, saat bersama Ayum, dia gampang naik darah. Dia merasa Ayum selalu mau menang sendiri. Amor sudah ribuan kali mengalah jika berdebat. Kali ini dia enggan mengalah lagi. "Udah, udah!" Evas segera merangkul Amor. Dia mengambil tas dan jaket wanita itu lalu mengajaknya keluar. Kaki Amor terasa lemas. Dia mengikuti suaminya keluar dari ruang VIP restoran dengan air mata menetes. Bahkan, dia tidak melihat beberapa meja yang dilewati dan orang-orang yang menatapnya bingung. Begitu sampai mobil, Evas segera menggenggam tangan istrinya. "Nanti aku jelasin." "Kamu beneran mau nikah?" Evas melepas genggaman lalu memberi kode ke sopirnya agar melajukan kendaraan. Dia duduk bersandar lalu menggaruk pelipis. Beberapa minggu yang lalu, sang mama menelepon dan memberi saran yang menurutnya gila. Itulah mengapa dia tidak jujur ke Amor, karena tahu pasti istrinya itu akan marah. "Aku juga pengen punya anak. Nggak cuma kamu sama mama doang yang pengen," ujar Amor dengan kepala tertunduk. Napasnya tercekat dan air matanya terus berdesakan keluar. Dia akan biasa saja jika mama mertuanya terus mendesak meminta cucu. Tetapi, jika meminta Evas menikah lagi, apakah Amor bisa sesabar itu menghadapi? Tentu tidak. Tidak ada wanita yang mau dimadu. Amor menatap Evas yang masih bungkam. Mungkin tidak enak karena masih ada sopir pribadinya. Tetapi, Amor sudah tidak bisa menahan rasa penasarannya lagi. "Kamu sayang, kan, sama aku?" Evas menoleh lalu tersenyum samar. "Sayanglah." Dia mengusap air mata wanita itu dengan ibu jari lalu tersenyum. "Kamu nggak mungkin duain aku, kan?" tanya Amor dengan napas tercekat. Evas menjauhkan tangannya lalu memilih menatap jendela. Tindakan itu membuat Amor kian berpikiran buruk. "Atau kamu sebenarnya udah nikah lagi?" tanya Amor. "Amor!" "Kenapa kamu diem?" "Kita bahas nanti." Evas bergeser dan memeluk Amor. Dia mengusap punggung wanita itu, berusaha meredakan emosinya. Air mata Amor terus berdesakan keluar. Dia semakin yakin jika ada rahasia besar antara Evas dan mamanya. "Kamu tahu, kan, aku nggak bisa dibikin penasaran?" "Iya!" "Aku pastiin, kamu bakal nyesel kalau aku udah turun tangan!" Amor mendongak, menatap wajah tampan suaminya yang kali ini terlihat gelisah. "Aku nggak peduli apapun kalau orang yang aku sayangi nyakiti aku." "Enggak, Sayang." Evas menunduk, mengecup puncak kepala Amor. "Aku bersumpah, bakal balas kalau kamu nyakitin aku," tekad Amor.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
13.3K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.2K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.8K
bc

My Secret Little Wife

read
97.9K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook