Another Suicide

1610 Words
"Kalian sudah menemukan Dana?" tanya Dani panik kepada keempat sahabatnya yang berada dalam satu line telepon khusus yang mereka buat. Napasnya dan keempat sahabatnya terlihat terengah-engah. Kakinya terus menyusuri lantai demi lantai rumah sakit tempat Dana bekerja mencari keberadaan sahabatnya itu. "Tidak ada," jawab ketiga sahabat yang lain serempak. "Aku sudah mencari ke seluruh perusahaan," sahut Dina berlari menuju koridor perusahan milik ayah Dana yang juga tempatnya bekerja, berharap sahabatnya itu ke tempat ini untuk bertemu dengan ayahnya. “Aku mencari di Cafe tempat kita biasa berkumpul, tapi dia tidak ada,” lirih Dain yang menjadi pusat perhatian karena terlihat begitu khawatir. “Aku bahkan mencarinya di area pemakaman dan tempat abu Won Oppa, Dia juga tidak ada di sini,” ucao Dini panik mencari menyusuri ruangan penuh dengan kotak kaca berisi abu-abu jenasah. "Aku tidak habis pikir, kenapa Dana kembali melakukan hal sepetri ini, bahkan ini lebih parah. Bagaimana mungkin ia bisa kabur dari rumah seperti ini?!" Pekik Dani hampir menangis frustasi. Mereka berempat terus berlari mencari keberadaan Dana. Rasa khawatir dan ketakutan akan kehilangan Dana kembali menghantui mereka. Tak habis pikir kenapa Dana bisa kembali melakukan hal ceroboh seperti ini, setelah permintaa maaf yang baru saja dia lakukan kemarin malam. "Kalian tau tempat yang mung ..." ucapan Dain terhenti setelah ia seolah mengingat sesuatu. Tempat terakhir yang mungkin Dana ada di sana, "Jangan-jangan ..,." ucap ketiga sahabatnya bersamaan. "Dain, kau bisa menjemput Dina? Lalu Dini, kau tunggu di tempatmu sekarang. Aku akan menjemputmu, kita berkumpul di tempat itu," perintah Dani seolah menemukan titik terang keberadaan Dana. **** Dana terdiam memandang danau besar yang diapit dua tebing yang dipenuhi tumbuhan hijau. Suara siulan burung mulai jarang terdengar pertanda burung-burung itu sudah mulai memasuki sarang mereka. Langit terlihat mulai memerah menandakan matahari mulai kembali ke peraduannya. Angin bertiup sangat kencang menerpa tubuhnya hingga rambut panjang ikalnya berantakan.Tangan Dana merapatkan cardigan panjang berbahan rajut bulu halus yang menutupi gaun putih panjang yang ia kenakan. Wajahnya terlihat begitu pucat, matanya terus menatap kosong danau besar di hadapannya. Air danau yang berwarna biru keruh, seolah memberi tanda bahwa dinginnya air itu akan mematikan saraf siapa saja yang berniat masuk ke dalamnya. Dana tersenyum miris mengingat kembali kenangan-kenangan yang telah dia dan Won lakukan di tempat ini. Tempat yang menjadi sejarah bukti cinta mereka. Tempat di mana Won pertama kali mengutarakan perasaannya, ciuman pertama mereka bahkan tempat ini pula yang menjadi saksi bagaimana romantisnya saat Won melamarnya. Jika saja kejadian itu tidak merenggut nyawa Won. Dia dan pria itu sudah menjadi pasangan suami istri yang berbahagia sekarang. Tangis Dana kembali keluar, dengan cepat dia menghapus tangisnya, menghembuskan napas dalam, sebelum tangan kirinya mengambil ponsel pintarnya lalu mendial salah satu sahabatnya. "YA!! LEE DANA, Jigeum Neo Eodiseo[1]?!" teriak Dina panik dari ujung telepon membuat Dana tersenyum lemah. Dina dengan cepat menghidupkan speaker handponenya agar sahabatnya yang lain bisa mendengar ucapan Dana. "Aku ada di tempat yang paling indah sekarang," ucapnya dengan pandangan menerawang. "Mianhae!" bisiknya membuat Dina  semakin panik. "Jeongmal Mianhae[2], Maaf karena selama ini aku sudah banyak merepotkan kalian. Aku berjanji setelah ini aku tidak akan merepotkan kalian lagi, Kalian tau bagaimana aku menyayangi kalian. Aku minta tolong jaga kedua orang tua ku. Katakan kepada mereka bahwa aku sangat mencintai mereka. Mianhada, Saranghanda[3]." "YA!!! LEE DANA." teriak Dini panik. "Annyeong." Dana mematikan sambungan teleponnya sepihak, melemparkan handphone miliknya sembarangan, melepas cardigannya sebelum akhirnya melangkahkan kaki memasuki danau itu. "Oppa, tunggu aku di sana," ucapnya pelan. Kakinya mulai melangkah memasuki air dingin danau itu. Matanya mulai menatap langit yang sudah berubah menjadi jingga. Ia tersenyum saat melihat Won ada di depannya seraya menampilkan senyuman khasnya. Dana terus berjalan mencoba meraih tangan kekasihnya yang menjulurkan tangan. Air dingin danau yang awalnya hanya sebatas mata kaki, terus naik hingga ke daerah pinggang. Dana seolah tak peduli terus saja berjalan ke dalam hingga akhirnya kakinya mengambang. Yang ia pedulikan hanya satu, setelah ini ia akan bertemu kembali dengan Won dan berbahagia bersama pria itu "DANA – YAH!!" teriak beberapa orang dari belakang saat air danau telah mencapai di bagian leher.  Dengan cepat, Dani, Dina dan Dain melepas jaket, sepatu dan semua atribut yang ada di badan mereka, lalu berlari mendekati Dana yang sudah hampir tenggelam. Sedangkan, Dini terlihat panik, wajahnya memucat seolah ketakutan yang ia rasakan semakin menjadi-jadi. Pikiran akan kembali kehilangan orang yang ia sayangi kembali menghantuinya. Ia hanya bisa berdiam menatap ketiga sahabatnya yang berusaha menyelamatkan Dana, tanpa berani mendekati mereka. Ia menggigit jarinya panik saat Dana mulai meronta dan tidak membiarkan ketiga sahabatnya untuk menolong. Beberapa kali, ketiga sahabatnya hampir tenggelam karena rontaan Dana. Hingga akhirnya, saat Dana mulai kelelahan. Ketiga sahabat itu berhasil menarik tangan Dana hingga ke tepi danau. Dengan cepat, Dini mengambil Jaket dan selimuti tebal yang selalu Dani bawa saat melihat ketiga sahabatnya itu memapah Dana yang terlihat tak sadarkan diri. "Dana-ah, bangun!"teriak Dini panik setelah memberikan selimuti itu kepada ketiga sahabatnya yang kedinginan. Tangan Dain bergerak menekan d**a kiri Dana berusaha mengeluarkan air yang terminum olehnya. "Dana- ah, aku mohon bangun," isak Dini. "Uhuk ... uhuk ... uhuk..." Keempat sahabat itu menarik napas lega saat mulut Dana mulai mengeluarkan air yang tadi ia minum. "Kenapa aku di sini?" tanyanya tak seberapa lama ia membuka matanya. "Kenapa kalian menyelamatkanku? Seharusnya kalian membiarkan ku mati saja dan menemui Won Oppa!" pekiknya marah dengan tangis yang tertahan. Dana kembali berdiri lalu kemudian kembali berjalan menuju danau itu kembali. "lepaskan aku," isaknya. Air matanya kembali terjatuh semakin kencang. Yang dia pedulikan sekarang adalah bagaimana caranya untuk bertemu kembali dengan Won. "Dana – yah Kajima[4]," ucap Dani, Dina dan Dain bersamaan mencoba menahan tangannya agar tidak kembali ke danau itu, namun Dana terus berontak. "Aku bilang lepaskan! kalian tidak pernah mengerti bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang kalian cintai. LEPASKAN!" Dana menghentikan tangan ketiga sahabatnya, namun dengan ketiga sahabatnya itu menghentikan sehingga membuatnya terus berteriak. Plak!! Sebuah tamparan keras menghentikan rontaan Dana. "Kau bilang apa?! Kami tidak mengerti bagaimana rasanya kehilangan seseorang?" ucap Dini marah. Matanya memerah dengan rasa kekecewaan yang teramat jelas menatap Dana. Dana terdiam saat merasakan pipinya nyeri mendapatkan tamparan Dini. Ia menatap sahabatnya itu dengan rasa bersalah. “Diini- yah ...” lirihnya menatap sahabatnya yang terluka mendengar ucapannya. "Lalu, bagaimana dengan aku?!" pekiknya. "Kau hanya kehilangan satu orang yang mencintaimu, lalu bagaimana dengan aku yang kehilangan seluruh anggota keluargaku di hari yang sama?" Air mata yang di tahan Dini akhirnya keluar tanpa bisa berhenti membuat Dana dan ketiga sahabatnya menatapnya sendu. “Selama ini aku terus menyalahkan diriku atas kepergian mereka. Jika saja mereka tidak bersikeras terbang menemuiku padahal Korea sedang dilanda badai salju saat itu. Mereka akan baik-baik saja... Kemana perginya Dana yang menyemangatiku di saat-saat terpurukku, yang memberikanku kekuatan untuk bertahan di dunia ini. KEMANA PEGINYA DIA? KATAKAN PADAKU!" pekiknya sembari mencengram kedua bahu Dana yang terdiam memandang Dini dengan tatapan penyesalan. "Dini - yah," panggil Dana pelan. "Selama ini aku juga terus berpikir untuk bunuh diri, tapi tidak ku lakukan karena aku mengingat kalian. Mengingat bagaimana sayang dan cinta yang kalian berikan kepadaku. Tapi Kau!" tunjuknya kepada Dana. "Ternyata kau hanyalah gadis egois yang mementingkan perasaanmu daripada perasaan orang-orang di sekitarmu.  Neo arra[5]. Kalau kau bisa egois, maka akupun bisa." Dini mulai melepaskan jaket yang ia kenakan, lalu kembali menatap Dana dengan air mata yang masih terus menggenang. Dini berjalan menuju danau itu dengan hati yang hancur. Kata-kata Dana menyakiti hatinya, kembali membuka rasa kehilangan dan kesedihan yang ia rasakan atas kepergian seluruh anggota keluarganya. Dia juga ingin egois, hanya memikirkan dirinya sendiri tanpa memikirkan orang yang ada di sekitarnya. Dia juga ingin melepaskan semua rasa bersalah yang ia rasakan kepada seluruh keluarganya dengan satu hal yang mudah bernama kematian. Dini melepas sepatu yang ia gunakan lalu mulai berjalan memasuki air dingin danau itu. "Dini – yah Andwae[6]!" teriak Dana menarik tangan Dini sehingga membuatnya tersentak. Dana memeluk sahabatnya itu dengan begitu erat, lalu kembali menumpahkan air matanya. "Aku mohon Dini - yah jangan lakukan itu. Aku minta maaf, seharusnya aku tau bahwa selama ini kau lebih menderita dari aku. Seharusnya aku sadar. Maafkan aku," isak Dana mengeluarkan tangisnya di lekukan leher Dini. "Aku janji tak akan pernah melakukan hal ini lagi, Aku akan berusaha melupakan Won Oppa dan memulai hidupku yang baru, bersama kalian dan orang-orang yang masih ada di sampingku. Aku mohon, maafkan aku." Dini terdiam merasakan sahabatnya ini tersedu di lakukan lehernya. Dia tau bahwa Dana telah menyesali semua perbuatan bodoh yang telah ia lakukan. Tangannya yang awalnya menjuntai mulai membalas pelukan erat Dana. Air matanya kembali mengalir mendengarkan isakan Dana. Ia sadar, Ia dan Dana seharusnya berjuang dan melupakan masa lalu mereka yang menyakitkan, karena setelah ini, masih ada masa depan panjang yang harus mereka lalui bersama. “Berjanjilah kepadaku untuk tidak melakukan hal bodoh ini lagi?” isak Dini dipelukan Dana membuat gadis itu mengangguk. “Aku berjanji.” “Aku takut kehilanganmu ataupun yang lain. Hanya kalian yang aku punyai di negara asing ini. Aku mohon jangan tinggalkan aku.”  Dana mengangguk mendengar permintaan Dini. Ia tak bisa egois seperti ini lagi. "Udah ah, pulang yuk. Di sini dingin," celetuk Dani sembari menyelimuti kedua sahabatnya.Dana menatap ketiga sahabatnya yang lain terlihat mengigil, bibir mereka sudah terlihat membiru membuatnya merasa bersalah. "Ayo, kita pulang!" ajak Dini membagi selimutnya kepada ketiga sahabatnya, membuat Dana mengangguk dan melakukan hal yang sama, Mereka berjalan beringinan menuju 2 buah mobil milik sahabatnya. Dana kembali memandang langit dengan tatapan sendu. Setidaknya apa yang sahabatnya lakukan membuatnya  harus kembali menjalani hidupnya demi keluarganya, sahabat-sahabatnya dan juga Won, tunangannya yang pasti akan bahagia jika melihatnya kembali tersenyum.   [1]Kamu sekarang dimana? [2]Aku benar-benar minta maaf [3]Maafkan aku, aku mencintai kalian [4]Jangan pergi [5] Kau tau [6]jangan
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD