Try To Make a New Life

1856 Words
Kaki jenjang Dana membawanya ke sebuah tempat yang selama ini ia hindari. Keluarga bahkan keempat sahabatnya menawari untuk mengantar dan menemaninya tapi, ia menolaknya. Plang nama besar yang terpasang di depan pintu menandakan bahwa bangunan besar ini adalah bangunan di mana masyarakat Korea menyimpan abu kremasi keluarga mereka. Perlu berbulan-bulan, hingga akhirnya Dana bisa memberanikan diri untuk menemui Won. Dan sekarang, ia pikir ini merupakan saat yang tepat untuk menemuinya dan mengatakan rencana-rencana besarnya, seperti yang sering ia lakukan saat Won masih hidup dulu. Dia menarik napas dalam, merapikan pakaian hitam berupa kemeja dan rok midi berbentuk A line dengan warna senada, sebelum kemudian melangkahkan kaki masuk ke dalam bangunan besar ini. Rak-rak kaca yang tersusun rapi dengan buket bunga sangat kecil yang ditempel di depannya langsung membuat Dana menahan air mata. Dia mencoba tegar dan membuka catatan yang Dina berikan kepadanya. Blok VVIP-2 Itulah yang tercatat dalam kertas kecil itu. Tempat dimana bagian dari diri Won yang telah jadi abu disemayamkan sana. Dia tak sanggup untuk melangkah, tapi dia sudah berjanji kepada dirinya sendiri untuk melawan kesedihan itu.. Dana berusaha menggigit ujung bibirnya, saat air matanya ingin kembali keluar. Dengan cepat, dihapus air mata itu. Dia sudah bertekad untuk tidak menangis dan menampilkan wajah baik-baik saja saat berhadapan dengan Won nanti. Langkah Dana berjalan menyusuri satu demi satu ruangan. Di setiap ruangan atau yang dinamakan blok terdapat rak-rak layaknya loker berbentuk kubus tapi terbuat dari kaca yang memperlihatkan benda-benda porselen layaknya guci yang menyimpan abu jenazah. Langkahnya terhenti saat melihat blok yang ia cari berada tepat di depannya. Air mata yang sedari tadi Dana tahan akhirnya kembali menetes saat melihat ke salah satu rak kaca tersebut terpampang beberapa figura kecil berisi foto keluarga mereka, foto Won masih bayi bahkan foto pria itu yang sedang tersenyum. Figura itu berada persis di sebelah guci yang bertuliskan nama, tanggal lahir dan tanggal kematian Won. Buket – buket bunga kecil yang terlihat masih segar yang berada di depan pintu kaca rak tersebut menandakan masih ada orang yang melayat. “Oppa, maafkan aku baru bisa menemuimu setelah sekian lama,” ucap Dana lemah setelah mengatur emosinya. Ia kembali terdiam kemudian dengan cepat menghapus air matanya yang kembali mengalir. “Aku masih membutuhkan banyak waktu untuk menenangkan diri dan mempercayai kepergianmu, Hiks...,” isakannya kembali keluar. “Kau tau... kepergianmu yang begitu tiba-tiba membuatku kehilangan arah. Aku bahkan merasakan separuh jiwaku pergi bersamamu sejak saat itu.” Dana kembali mengeluarkan tangisannya dengan keras, seolah menumpahkan semua yang di hadapan Won. Dia menepuk-nepuk dadanya mencoba menghilangkan rasa sakit dan rasa sesak yang dia rasakan. Ia ingin menghabiskan air mata kesedihannya sekarang dan berharap tidak akan pernah menangisi Won lagi setelah ini. Dana mengatur napas, tangisanya perlahan mulai memelan, perasaannya sedikit lega membuatnya perlahan mengangkat kepala dan menatap figura wajah Won yang sedang tersenyum dengan indah. Dia ingin menyimpan senyuman indah Won di dalam hatinya. “Aku harap ini adalah tangisan terakhir untukmu, hiks ... hiks ... setelah tangisan ini berakhir, aku ingin selalu tertawa atau setidaknya tersenyum lega saat menemuimu nanti. Oppa... “ lirihnya pelan. “Aku... akan pergi ke Kalimantan. Kau ingat kota kecil yang sering aku ceritakan kepadamu. Kota kelahiran Dina, Sahabatku yang ramah dan selalu tersenyum hanya dengan kita menatap wajahnya.” Dana menghapus air matanya lalu tersenyum. “Aku akan menjadi dokter bantu di sana. Semuanya sudah diurus Dina. Kau tahu? Selama ini aku berpikir bahwa Dina selalu mengetahui semua yang aku butuhkan. Aku berharap dia akan menjaga Omma - Appa seperti aku yang akan menjaga Mama dan adiknya saat sampai di sana.”  Dana mengambil sesuatu dari tas kecil yang ia bawa. Tersenyum sendu saat menatap figura kecil berisikan foto ia dan Won yang tertawa lepas. Dibersihkan debu yang sedikit menempel pada kaca figura itu lalu membuka pintu kaca tempat abu jenazah Won. Diletakkan figura itu di sebelah kiri guci lalu membenarkan figura lainnya yang sengaja keluarga Won taruh di sana. “Aku harap dengan ini kau akan selalu mengingatku, seperti aku yang selalu mengingatmu. Berbahagialah disana dan terima kasih atas semua hal yang kau berikan untukku.” Dana menunduk sebelum kemudian membalikan badannya dan pergi. Ia merasa tak sanggup menahan air matanya yang ingin kembali tumpah jika berada lebih lama di tempat itu. Ditegakkan badannya, kemudian kembali menghela napas. Ia bisa menghadapi ini, hanya tinggal waktu yang bisa menghilangkan rasa kehilangan yang ia rasakan. Dan setelah kembali ke Korea dia tak akan pernah menangis ataupun melakukan hal-hal bodoh itu lagi nanti. ***** Dana menatap wajah ceria yang ia dan keempat sahabatnya yang tercetak jelas di foto yang ia pegang. Kembali mengingat awal mula persahabatan mereka. Ia masih ingat mereka berempat dulu bertemu di sebuah cafe setelah upacara masuk universitas. Kesamaan nama membuat mereka dekat dan menjadi sahabat seperti sekarang. Persahabatan unik yang terjadi antara dua negara. Jemarinya mengelus gambar Dina dan Dini. Sahabatnya yang berasal dari Indonesia. Perbedaan budaya dan agama awalnya membuat persahabatan mereka hampir pecah. Kebudayaan Korea yang bersosialisai dengan meminum alkohol tidak dapat diterima dengan baik oleh Dina dan Dini, belum lagi saat Ia, Dani dan Dain memaksa mereka untuk memakan samgyeopsal atau babi panggang ala Korea sehingga akhirnya Dini dan Dina marah dan menghindari mereka selama lebih dari 2 bulan. Dana terkekeh pelan mengingat bagaimana usaha mereka membujuk Dini dan Dina agar memaafkan mereka bertiga.  Kembali dipandangnya figura itu sebelum akhirnya meletakkannya di atas tumpukan pakaian yang akan ia bawa. Tangannya refleks ingin mengambil figura tunangannya, namun terhenti. Tatapan sendu itu kembali terlihat saat melihat wajah cerita Won yang sedang tersenyum cerah. Dana menggelengkan kepala, ia harus melupakan pria itu. Pria yang tak mungkin bisa ia gapai lagi Suara ketukan pintu menyadarkan Dana, dia dengan cepat meletakan kembali figura foto Won sebelum akhirnya berdehem, “Masuk,” jawabnya. “Sibuk?” tanya Dana memasukan kepalanya, melirik apa yang dia lakukan sebelum kemudian tertawa. “Ani, wae[1]?” Dana terkekeh saat hanya melihat kepala Dina, “iliwa[2]” ajak Dana meminta Dina untuk masuk. “Kau ... serius ingin pergi ke Kalimatan sendirian?” tanya Dina tak yakin dijawab kekehan Dana. “Kau yang memberiku ide ini, kenapa kau yang tidak yakin?”  kekeh Dana menggelengkan kepala. “Na... Geunyang geogjeong-e[3]” Dina mendesah dalam menatap sahabat sekaligus anak dari atasannya ini dengan peraasaan sedih, “Kau tahu kalau aku hanya bercanda saat melontarkan ide itu,” ucapnya lagi. “Aku perlu menenangkan diriku. Kau tahu itu.” Dana mengangguk mendengar ucapannya. “Hajiman...[4]” “Ssttt.. Sampit bukan tempat asing untuk ku. Kita pernah liburan ke sana beberapa kali, walaupun kota kecil. Kota itu begitu tenang dan aku yakin aku akan merasa lebih baik setelah kembali ke korea. Na mido[5]” Dina menatap Dana dalam, sebelum akhirnya mengangguk. Dia percaya Dana tak akan pernah melakukan hal yang buruk di Sampit. Dina berjalan mendekati Dana sebelum kemudian memeluk tubuhnya erat. “Na... Neo Mido[6], Dana – yah...” **** “Haruskah kau meninggalkan kami?” tanya Eun Hae sendu membuat Dana menatapnya lalu tersenyum lemah. “Aku berjanji tidak akan melakukan hal yang bodoh lagi di sana,” ucap Dana tak menjawab pertanyaan ibu-nya. “Tidak bisakah kamu menetap di kota-kota besar di sana, bukan kota kecil seperti itu.” Dana tersenyum lembut, menatap ibunya yang menunduk walaupun, ibunya tau alasan kepergiannya untuk melanjutkan tugasnya sebagai dokter inter. Tetapi, Indonesia bahkan kota kecil bernama Sampit di tengah Kalimantan tetap saja membuat ibunya khawatir. Tapi, inilah yang harus ia lakukan. Pergi sejauh mungkin dari Korea, melupakan semua yang terjadi dan memulai hidup baru di tempat yang baru. “Mamanya Dina akan menjagaku dengan baik, lagipula ada Meilani, adik Dina yang akan menemaniku. Jangan khawatir.” Eun hae hanya bisa menghela napas mendengar ucapannya. Keberadaan keluarga Dina di Sampit membuatnya sedikit lega. Seperti ia dan suaminya yang memperlakukan Dina dan ketiga sahabat anaknya yang lain layaknya anak sendiri. Mama Dina juga memperlakukan anaknya seperti anaknya sendiri. “Pastikan kau menghubungi kami tak lama setelah sampai, perhatikan makanmu. Jika kau merasa tak tahan di sana. Hubungi kami, akan kupastikan ayahmu mengirim pesawatnya yang paling cepat untuk menjemputmu. Dong Hae bahkan belum kembali dan kamu sudah ingin meninggalkan kami.” Dana terkekeh mendengar ucapan ibunya. Kakak sulungnya itu memang belum kembali dari menyelesaikan study di Amerika.  Sekali lagi, ia tatap ibunya lalu memeluknya erat. “Aku pergi hanya untuk 3 bulan, bukan 3 tahun. Lagipula, daerah itu tidak terlalu terpencil. Dina mengatakan daerah itu memiliki akses internet sehingga membuatku masih bisa bertatap muka denganmu. Jangan khawatirkan aku.” Eun hae melepaskan pelukan anaknya lalu mengangguk sehingga membuat Dana tertawa. Dana mengalihkan pandangan menatap keempat sahabatnya yang berdiri di ruang tunggu Bandara Internasional Incheon. “Pastikan selalu memakai BB cream dan krim malam-mu. Katakan saja padaku kalau semua kosmetik yang kubawakan telah habis. Aku akan meminta Lani untuk membeli kosmetik yang kau butuhkan,” ucap Dani membuat Dana mengangguk. “Aku sudah memasukan pakaian-pakaian tipis yang bisa kau gunakan disana. Pastikan kau selalu memakai jaket tipis, jika ingin pergi keluar. Orang – orang sepertimu terlihat ingin merubah warna kulit kalian dengan berjemur. Tapi, ketahuilah. Saat kalian mendapatkan kulit kecoklatan karena gosong. Kalian akan menginginkan kembali kulit putih bak porselen yang kalian miliki.” Dana terkekeh kemudian mengangguk menerima nasehat dari Dini yang mengusap tangannya lembut. “Jaga kesehatan - mu di sana!” ucap Dain dengan nada perintah membuat kembali mengangguk. Ia tersentak saat melihat sahabatnya itu memberikan kantong kertas berisi ekstrak ginseng merah. Tatapan matanya beralih kepada Dina yang tersenyum pelan. Gadis cantik itu terlihat memandangnya dalam diam membuat Dana mendekatinya. Dina menghela napas dalam kemudian membalas senyum Dana. “Tiketmu.” Dina memberikan tiket sahabatnya itu. “Setelah sampai di Jakarta akan ada yang menjemput dan membawamu ke hotel. Esok paginya kamu baru akan terbang ke Kalimantan. Aku sudah menyuruh Lani untuk menjemputmu.” Dana terdiam saat Dina mengalihkan pandangannya. Dapat ia lihat sahabatnya itu menyembunyikan air matanya. Diantara sahabatnya yang lain, ia memang paling dekat dengan Dina. Gadis asal Kalimantan itu layaknya kembarannya, bahkan ia juga menjadi tangan kanan Ayahnya dalam menjalankan LDN departement store, bisnis yang keluarganya miliki. “Hei...” ucap Dana memeluk Dina yang akhirnya mengeluarkan semua air matanya. “Aku akan baik-baik saja disana, percaya lah.” “Berikan ini pada Lani. Aku tau dia menginginkan benda ini saat melihat Dani memakainya di drama terbarunya.” Dan a menatap kotak kecil berisi smartphone keluaran terbaru yang memang sedang hits di Korea, bahkan ia yakin smartphone itu belum keluar di Indoesia ataupun negara asia tenggara lainnya. “Kamu tidak ingin mengatakan hal lain?” tanya Dana lemah, menatap Dina yang menunduk. Dina mengangguk cepat, “Aku mohon jaga ibu dan adikku,” ucapnya lirih. “Jaga juga ibu dan ayahku,” pinta Dana yang dengan cepat disanggupi Dina. Mereka kembali berpelukan membuat ketiga sahabat yang lain bergerak dan memeluknya erat. Dana memejamkan matanya saat mendengar peringatan bahwa pesawatnya akan segera berangkat. Ia berharap di kota yang baru nanti, dirinya akan berubah menjadi orang yang baru. Bukan Dana yang rapuh karena kehilangan seseorang, melainkan Dana yang kuat menghadapi apapun. Semoga ...   [1]Tidak, kenapa?’ [2] Sini… [3] Aku hanya khawatir,” [4]Tapi [5] Percaya denganku [6]Aku percaya kamu
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD