Tragedi di Suatu Malam

1158 Words
Lima bulan kemudian. Zilka ingat hari itu adalah akhir Desember, beberapa hari menuju akhir tahun. Natal baru saja lewat. Salju masih turun di mana-mana. Udara membawa dingin yang menusuk tulang. Zilka berdiri di balik jendela kamar, menggendong seorang bayi mungil yang baru berusia dua puluh satu hari. Anak pertamanya lahir di awal bulan Desember. Menyapa dunia pada saat salju turun berlimpah. Wajah Zilka menunjukkan raut kekhawatiran. Dia sudah menunggu di sini selama dua jam untuk menantikan kepulangan Felipe, tetapi masih tak kunjung mendapatkan hasil. Jam menunjukkan pukul 23.43 waktu setempat. Malam semakin larut, membingkai langit dalam kegelapan tanpa bintang. Bibir lembut Zilka ia gigit dengan keras. Sudah dua jam ini ponsel Felipe tak bisa dihubungi. Terakhir kali, suaminya berkata ingin menemui Theodore untuk membicarakan sesuatu. Hingga kini, tak ada perkembangan apa pun darinya. Bagaimana Zilka tidak cemas? Sembilan bulan terakhir ini, rumah tangga Zilka mengalami guncangan. Theodore dengan agresif berusaha mengakuisisi perusahaan suaminya. Lelaki iblis itu menginginkan ketertarikan tinggi pada perusahaan Felipe, dan berusaha membeli banyak saham dari Felipe dan dari para pemegang saham lainnya. Banyak orang yang telah menyerah dan menjual saham mereka pada Theodore. Felipe adalah satu-satunya orang yang bertahan dalam penolakan. Sebagai pemegang saham mayoritas , bagaimana mungkin Felipe menyerah? Namun, langkah ini membawa kemunduran bagi keluarga mereka. Sejak Felipe menolak, Theodore melayangkan cara-cara licik. Dia menggunakan koneksinya yang luas untuk membatasi pendanaan pinjaman dari bank untuk Felipe dan memblokir konsumen-konsumen potensial Felipe. Tanpa modal dan tanpa konsumen, bisnis properti Felipe tentu saja mengalami kemunduran hebat. Aset yang seharusnya ia kelola mandek dan hanya menunggu waktu kehancuran. Kas perusahaan menipis, tak bisa lagi menahan pengeluaran standar. Ini adalah titik kritis dalam hidup Felipe. Bahkan, nama baik perusahannya mulai dipertanyakan. Hutang jangka panjang yang biasanya lancar kini mulai mengalami kemacetan. Aset-aset pribadi Felipe dijual untuk menutupi kekurangan modal. Semua itu sia-sia. Jika Felipe tak ingin perusahaannya semakin kolaps, satu-satunya cara adalah menjual saham yang tersisa pada Theodore. Tetapi semua sudah tidak lagi sebaik pada awalnya. Saham yang Felipe miliki dihargai sangat rendah. Dia juga harus menanggung banyak hutang lainnya. Jadi meskipun pada akhirnya Felipe menyerah dan menjual hak kepemilikan saham, dia tetap saja masih menanggung banyak kerugian karena hutang lain dalam proses tersebut. Kini, setelah Felipe tak lagi memiliki apa-apa, Theodore masih belum menyerah. Dia menginginkan lahan luas milik Felipe yang menjadi warisan keluarga secara turun temurun. Lahan ini adalah satu-satunya aset yang tersisa. Karena kondisi keuangan Felipe yang sudah carut marut, dia kini berusaha menemui Theodore secara pribadi untuk meminjam dana tanpa harus menjual lahan miliknya. Nama Felipe sudah diblack list dalam beberapa bank nasional dan swasta karena riwayat hutang yang menunggak sebelumnya. Kini, harapan satu-satunya adalah Theodore. Tetapi Zilka tak yakin semuanya akan berjalan lancar. Theodore adalah iblis, bagaimana mungkin iblis mau membantu secara cuma-cuma? Saat Zilka mengalami pergulatan batin, tiba-tiba ponselnya berdering nyaring. Nama suaminya terpampang jelas di layar utama. Dengan sigap, Zilka menerima panggilan tersebut. "Felipe, apakah semuanya berjalan lancar? Aku sudah berusaha menghubungimu beberapa saat yang lalu, tetapi tak berhasil." Nada Zilka tak terkontrol, menunjukkan kecemasan tulus. Hening. Hanya ada suara nafas berat dari seberang. Entah kenapa, Zilka merasakan firasat buruk. Sebuah firasat yang tak seharusnya hadir. "Zilka …." Suara Felipe lemah. Lelaki itu seperti butuh usaha kuat untuk memanggil nama istrinya. "Apa ... apa pun yang terjadi, ssh … tol-tolong bersumpahlah kau tak akan membalas dendam. Hi-hiduplah dengan baik dan … uhuk uhuk … jangan kejar masalah ini. Aku ...mohon, berjanjilah jangan membalas … uhuk … den-dendam," Suara Felipe semakin lirih. "Hiduplah dengan damai. Ja-Jangan kejar masalah!" "Felipe?! Apa maksudmu?!" Zilka menjerit histeris. Sebagai seorang istri, ia tahu pasti ada hal buruk yang terjadi. Tetapi sekuat apa pun Zilka merespon kalimat terakhir Felipe, tak ada apa pun yang terdengar. Suara di seberang sana hening. Meninggalkan udara dalam kekosongan. Zilka berdiri bimbang. Dia berpikir untuk mencari keberadaan Felipe, berbekal pada informasi tempat terakhir yang Felipe berikan padanya. Semuanya pasti belum terlambat sekarang. Zilka membawa bayinya, berjalan tergesa menuju garasi, dan menempatkan Reagan di kursi khusus anak yang dimodifikasi sebagai ranjang bayi darurat di sisi kemudi. Pearl, asisten rumah tangga, sedang keluar. Tak ada seseorang yang cukup dipercaya untuk dititipi putranya saat ini. Salju turun lebat malam ini. Suasana jalanan tampak suram. Jarang orang keluar. Hanya ada beberapa mobil patroli saja yang Zilka lihat di sepanjang jalan. Zilka mencengkeram kemudi, mengingat tempat terakhir yang Felipe sebutkan. Zilka yakin pasti telah terjadi sesuatu pada Felipe. Sesuatu yang buruk. Felipe sebelumnya mengatakan dia akan mengunjungi rumah Theodore di kawasan elit perumahan daerah Manhattan, New York. Zilka berpikir di sanalah seharusnya suaminya berada. Dengan pikiran kalut, Zilka mengambil ponsel miliknya dan mencoba menghubungi Felipe kembali. Dua kali dia menghubungi Felipe, dan semuanya tak direspon. Saat ketiga kalinya Zilka mencoba, sebuah suara anggun menjawab dirinya. Sayangnya, suara ini bukan milik suaminya. "Halo Mrs. Morales." Zilka membeku. Ini adalah suara yang tak mungkin Zilka lupakan, meski ia baru mendengarnya sekali. Suara yang mengandung jejak nada dingin dan keangkuhan. Seolah-olah dengan suara ini, dunia bisa ditaklukkan dengan mudah. "Aku tahu kau baru saja berbicara pada suamimu pada saat-saat terakhir, meski aku tak tahu apa saja yang baru saja kalian bicarakan. Tetapi itu pasti hal yang manis. Mungkin itu adalah kalinat perpisahannya yang terakhir!" "Apa?!" Zilka tak mengerti. Firasatnya semakin memburuk. Kedua tangan Zilka kian erat mencengkeram kemudi. "Suamimu baru saja menghembuskan nafas terakhir. Akan ada seseorang yang mengirimkan jenazahnya padamu malam ini, Miss." "Apa?! Apa yang terjadi? Apa yang kau lakukan padanya? Apa yang telah kau rencanakan? Jangan pernah menyentuh suamiku!" Zilka berteriak histeris. Kesadarannya masih belum sempurna. "Maaf, Miss. Suamimu yang telah memancingku lebih dulu. Kuharap kau memiliki ketabahan menerima fakta ini!" Tak ada nada bercanda dalam suara Theodore. Lelaki itu diciptakan untuk hal-hal serius. Kata-kata dan tindakannya bukanlah suatu lelucon. Zilka memejamkan matanya, mengeluarkan air bening. Pandangan matanya mulai mengabur. Wajahnya memucat tiba-tiba. Dia mendesis kecil, mengumpulkan semua serpihan kesadaran terakhir. "Kau … membunuh suamiku, bukan?" tanya Zilka, putus asa. Tut tut. Nada sambungan terputus. Ada kekehan kecil sebelumnya. Kekehan iblis yang terasa dingin di telinga. Ketakutan Zilka menjadi seribu kali lebih besar. Seluruh tubuhnya gemetar hebat. Dia menekan rem tiba-tiba, merasa harus menghentikan diri untuk mencerna semua informasi. Sayangnya, sistem tubuhnya mulai kacau. Saat Zilka menekan pedal rem, tanpa sadar ia juga menekan pedal gas. Mobilnya mulai oleng. Jalanan licin dan bersalju. Karet ban yang mulai aus tergelincir dengan mudah di sisi jalan. Untuk sesaat, Zilka menyadari dirinya kehilangan kontrol. Mobilnya bergulir tanpa bisa ia kendalikan. Saat itu, dari arah berlawanan, ada sebuah truk barang yang melaju kencang. Mata Zilka mengerjap horor, menyadari mobilnya terseok miring ke arah truk tersebut. Ia berusaha membanting kemudi ke arah kanan, menabrak pembatas jalan dan menimbulkan suara keras yang menyesakkan d**a. Satu-satunya pikiran yang masih tersisa dari Zilka adalah keadaan bayinya. Reagan. Apakah Reagan baik-baik saja? Posisi Zilka cukup aman karena pembatas yang ditabrak berada di sisi kanan. Tetapi bagaimana dengan bayinya? Di tengah kekhawatiran itu, tak ada yang pernah tahu sesungguhnya bayi Zilka ditakdirkan meninggal malam itu. …
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD