bc

Langit, I Love You

book_age16+
1.3K
FOLLOW
12.9K
READ
possessive
friends to lovers
arranged marriage
arrogant
badgirl
student
drama
campus
first love
friends
like
intro-logo
Blurb

Seorang perempuan bermata coklat, hidup serba mewah. Semuanya didapatkannya, hanya satu tak pernah didapatkannya kasih sayang.

Mentari Kirani Dewi

Perempuan berusia dua puluh tahun, sih cantik sejagad raya. Itulah julukannya, satu kampus terkesimpuh pada dirinya. Belum ada pria mana pun yang dengan berani menolaknya.

Hidupnya tentram sebelum bertemu seorang pemuda bernama 'Langit Fajaran' muncul dalam hidup Mentari.

Semua seakan seperti bom mendadak meledak. Maha siswa pindahan dari London berhasil membuat menggeram dengan prilaku cueknya. Satu-satunya cowok yang tak memandang pesona cantik dimiliknya.

Tantangan didapatnya dari Salsabilah dan Tata sahabat Mentari. Ia harus berhasil membuat Langit jatuh cinta. Bukan hanya itu, harus berlekuk lutut, dengan sombong. Ia menerima tantangan tersebut.

"Lihat aja jangan panggil gw Mentari Kirani Dewi kalau enggak bisa nakluk kan cowok sejenis dia."

"Buset, lo. Sombong amat."

"Ingat ya lo kalah, lo harus mau rela malu satu kampus untuk nyatakan perasaan lo dengannya."

chap-preview
Free preview
1. MENTARI KIRANI DEWI
Kericuhan terjadi disebuah kantin, semua mahasiswa berserakan disana. Tidak ada menu yang membuat Mentari tertarik sama sekali. Tatapan para cowok sekitar seakan ingin memiliki, tapi harus diketahui dia Mentari Kirani Dewi. Cantik, oh tentu, Menarik apalagi. Kesempurnaan miliknya. Bahkan Mentari menjalani hubungan ldr bersama pacarnya, sejak setahun yang lalu. Mentari tidak pernah merasa dirugikan dengan hal itu. Ia bangga bisa memikat pria dengan mudah. Tepatnya pria-pria itu yang berlekuk lutut padanya. "Eh.. gw rasa lo lupa ini tepat duduk siapa." Mentari datang menepak meja yang sudah duduk dua gadis yang ketakutan pada Mentari. "Mmma--mmaaf." Gagap Chintya junior Mentari. Ketiga perempuan itu duduk manis dikantin dengan kehebohan diluar lapangan. Kebisikan yang datang entah dari mana. "Dasar belagu lo." Umpat Maura pada Mentari. "Eh.. gw enggak ada urusan sama lo. Bacot lo." Caci Mentari kesal. "Lo yang bacot." Maura menghampiri Mentari dengan berani. "Men, udahlah ni cewek enggak ada guna diladen." Ucap Tata. "Hajar aja napa." Sambung Salsa. Mentari dan Maura saling menatap tajam, Tata dan Salsa sudah siap bertaruh untuk kemenangan Mentari. "Sal, taruhan gw pegang Mentari. Lo pegang Maura." "Lo yang ngatur. Enggak gw pegang Mentari." Sergah Tata. "Lo cari ribut sama gw." Teriak Mentari seraya mendorong tubuh Maura. "Senggak lo." Umpat Maura menjambak rambut Mentari. Suasana kantin semakin berisik ulah dua perempuan ini. Semua mahasiswa mau pun mahasiswi bukan melerai, mereka justru menjadi kedua orang sebagai tontonan hiburan mereka. "Mentari, Maura. Hentikan." Teriak Pak Budi dosen di kampus tersebut. Kedua orang ini refleks menghentikan kegiatan jambak rambutnya. "Ini kampus bukan tempat untuk berkelahi. Kalau mau berkelahi pergi di ring tinju sana." Dosen tersebut menatap kedua orang ini secara bergiliran.. "Pak, dia duluan." Sahut Mentari. "Iya, Pak. Maura duluan." "Iya, Pak. Lagian Mentari diam aja tadi dia yang ajak ribut." Mahasiswa semua membela Mentari tidak satu pun membela Maura. Terkecuali mahasiswi pasti mereka udah sengit banget dengan Mentari, Lalu berpihak pada Maura. Sayangnya, tidak ada yang berani mengatakan pembelaan karena takut pada Mentari. "Sudah.. Sudah.. Maura kamu apa-apaan." "Tapi, Pak. Mentari juga bersalah." Elak Maura. "Diam kamu..!!" Bentak Pak Budi pada Maura. "Dan kamu Mentari jangan mentang-mentang orang tua kamu pemilik yayasan kampus ini. Kamu bisa semau jidatmu." "Pak, kalau bukan nih cewek nyolot duluan. Ogah cari ribut." Bantah Mentari. "Mentari kasus kamu dalam minggu ini udah banyak. Kamu mau saya laporin kelakuan kamu pada orang tua kamu." "Laporkan aja, Pak." Sahut Maura menyiyir. "Diam." Sergah Pak Budi. "Lebih baik bubar semua dari sini." Pinta Pak budi pada semua mahasiswa. Mereka semua bubar termasuk Mentari dan Maura. Rasanya Mentari belum puas. Kasus Mentari memang sudah sangat banyak, jika di laporkan pada orangtuanya. Perempuan itu juga tidak perduli, lagi pula keduanya sibuk dengan hal sendiri. Mereka tidak akan sempat hanya sekedar mengurus Mentari. "Eh.. Men, mau kemana lo." Pekik Salsa melihat Mentari pergi. "Toilet." Teriak Mentari pada sahabatnya. Ketika sampai di sebuah lorong toilet, entah darimana datang seorang pria menabraknya. Bagian pundaknya terasa sakit, Mentari bersumpah siapa pun yang menabraknya akan membayar akibatnya. Mentari mendongakan kepala pada sosok pria yang tak pernah sama sekali dilihatnya. Bukannya menolong, pria itu justru meninggalkan Mentari begitu saja. Mulut Mentari terbuka lebar dengan matanya yang melotot, belum pernah ia mendapat hinaan seperti ini. Tidak ada pria yang berani bersikap tidak peduli padanya. Tapi pria barusan melakukan suatu sangat di bencinya. "Anjay.. Woi.. minta maaf kek! main pergi aja." Teriak Mentari bangkit. Langkah laki-laki itu terhenti menoleh kearah Mentari. "Sini lo. Jangan diam kayak patung!" Sialnya.. bukannya menghampirinya, lelaki itu pergi dengan senyum meremeh pada Mentari. Seakan Mentari bukan gadis yang cantik layak untuk di puja. "Sengak banget tu orang." Cerca Mentari dengan kesal. *** "Woii.. gw pikir lupa lo balik ke Indonesia." Sapa Tama pada Langit. "Gw enggak lupa daratan." Tama adalah sahabat Langit dari kecil, sangat kebetulan tergila pada Mentari. "Lo enggak kabari kuliah disini." "Penting." Singkat Langit. "Lo tu dari jaman dulu sampai sekarang, sama aja. Enggak ada berubah." Ulas Tama duduk disamping Langit. "Ada cewek london naksir lo." "k*****t lo. Gw disana belajar, bukan kayak lo." Seru Langit. "Salut gw sama lo. Masih aja tu visi di pakai." Ucap tama. "Emangnya lo kuliah untuk apa." "Belajar.. belajar.. belajar dan Mentari." Langit mengeryit. "Mentari?!?" "Ya.. Mentari. Lo pasti belum ketemu dia. Dia cantik, menarik, dia idaman semua mahasiswa disini." "Enggak termasuk gw!" Langit memperjelas jika tujuan bukan untuk pacaran, ia ingin sukses. Dengan cepat menjadi sarjana. Hanya itu keinginannya. "Yakin lo. Kalau iya bagus deh, jadi gw enggak menambah saingan." Ujar Tama membuat Langit menggeleng. Langit meninggalkan kelas setelah usai. Untungnya hari pertama masuk, ia hanya masuk satu kelas. Dengan begitu ia bisa pergi. "Eh..ngit. Mau kemana lo." Tanya Tama. "Balik lah.. Ngapain lagi disini. Gw mau bantu nyokap berberes." "Yaelah.. bentar ngapa. Kantin dulu yuk." Ajak Tama. "Enggak deh gw. Lo aja." "Payah lo ah. Sekali doang lagian udah lama enggak ketemu." Langit menghela nafas berat menuruti permintaan Tama. Ya.. dia memang sudah lama sekali tidak bertemu dengan tama sahabatnya. Dikantin yang tidak terlalu ramai, Tama membawa Langit untuk memojok tempat paling ujung. Ya.. tentunya agar tama leluasa merokok. "Tam, lo pernah ketemu Arga." Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutnya. "Argani maksud lo." Tama memastikan dan dapat jawab anggukan dari Langit. "Gw enggak tau, semenjak kejadian itu dia juga ikut menghilang. Buruknya lagi dia enggak pernah kabari gw kayak lo." "Kangen lo sama dia." "Enggak." Ucap Langit sambil makan baksonya. Gerombolan tiga gadis cantik datang menuju kantin. Tama pasti sudah terpana dengan sosok Mentari dengan rambut tergerainya. "Ngit, lihat itu yang namanya Mentari." Tama menggoyang tubuh Langit dengan pelan. Sesekali langit mendongakan kepala melihat kearah Mentari, perempuan yang di tabraknya saat keluar dari toilet, perempuan yang mengumpat kata-k********r untuk dirinya. "Dia biasa aja, dan gak baik buat lo." Ucap Langit dengan makanan dimulutnya. "Ah.. sok tau lo." "Terserah." Langit tak perduli dengan kecantikan yang dimiliki Mentari. Menurutnya di London banyak wanita seperti Mentari. Tidak hanya Mentari. "Di london yang kayak dia enggak di pandang." Umpat Langit. Mentari melihat kearah meja Langit dan Tama paling ujung. Itu membuat tama menjadi bersemangat. "Ngit, dia mandangi gw." Seru Tama membuat Langit jijik. "Najis lo. Dia mandangi tembok belakang kita." "k*****t lo, ngit." Umpat Tama membuat Langit terkikih. Ternyata benar Mentari menuju kearah meja Tama dan Langit. Bukan Tama tapi Langit, dia ingin sekali memberi pelajaran pada Langit karena merasa harga dirinya terinjak. "Mentari, kamu cari aku." Ucap Tama dengan senyuman manisnya. "Gw ada urusan sama teman lo." Ucap Mentari menepak meja kearah Langit. Tama terkejut, tidak biasa seorang Mentari mencari pria melain pria yang mencarinya. Apalagi Langit yang baru satu hari masuk dikampusnya. "Kamu kenal Langit." "Ouh.. jadi namanya Langit." Remeh Mentari. "Lo punya salah sama gw. Lo ingat!" Mentari duduk di hadapan Langit membuat laki-laki itu bangkit dari duduknya. "Gw enggak ada urusan sama lo." Dingin Langit lalu pergi. Tentu saja membuat Mentari memanas, ia tercenggang dengan prilaku Langit yang super cuek. "Belagu lo!" Umpat Mentari dengan teriakannya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Rujuk

read
913.0K
bc

Mrs. Rivera

read
45.5K
bc

Sacred Lotus [Indonesia]

read
50.2K
bc

Dosen Killer itu Suamiku

read
312.2K
bc

The Ensnared by Love

read
104.1K
bc

See Me!!

read
87.9K
bc

The crazy handsome

read
465.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook