Part 1 : Kejadian Buruk.

1138 Words
Gadis berusia 22 tahun itu tersenyum miring menatap pantulan dirinya di cermin yang begitu memesona. Jantungnya berdetak dengan cepat karena malam ini, ada seseorang yang datang dan berniat untuk melamarnya. Tapi raut wajahnya menunjukkan bahwa ia tidak senang. Shaniya. Dia bukanlah gadis muslimah yang berpakaian syar'i dan bercadar. Berhijab, ya dia mengenakannya, tapi masih dengan fashion yang mengikuti zamannya. Doakan saja agar gadis itu segera berpakaian syar'i seperti ibunya. "MasyaAllah, cantik banget anak Mama ini," ucap Kayla sambil menatap putrinya lewat pantulan cermin.  Shaniya tersenyum kecil. Lalu berdiri menyetarakan tubuhnya dengan sang Ibu. "Aku takut, Ma." "Takut kenapa? Harusnya kamu senang dong," ucap Mamanya sambil tersenyum lebar. "Yang dulu-dulu jangan dipikirkan ya, Mama berdoa, semoga malam ini semuanya berjalan lancar." "Aamiin," lirih Yaya. "Yuk turun, udah pada nungguin tuh di bawah, ganteng banget loh Ya, calon kamu," goda Kayla kepada putrinya. Shaniya menundukkan kepalanya malu. Kayla menggandeng tangan Shaniya menuruni anak tangga. Terdengar suara bisik-bisik yang mengatakan bahwa gadis itu sangat cantik. Memakai baju terusan semata kaki bermotif floral biru muda dengan kerudung biru tua yang diikatkan ke belakang leher hingga bagian d**a gadis itu terlihat. "Ryan! Jangan terus dipandangi!" geram seorang wanita paruh baya sambil mencubit gemas lengan anaknya. Kayla terkekeh pelan. Lalu ia mengajak Shaniya duduk di sebelahnya. Sudah ada Rega, kedua orang tua lelaki itu dan yang terpenting adalah prianya sendiri yang bernama Ryan Aditama. Pria tampan dengan wajah Padangnya, berhidung bangir, kulit kuning langsat, kumis tipis dan juga sedikit jambang yang tumbuh di dagunya. "Ehm, saya sebenarnya sedikit gugup malam ini," ucap Ryan sambil tersenyum kecil. Para orang tua pun tertawa mendengarnya. "Saya dan Yaya sudah kenal lama, semenjak dia menjadi mahasiswa baru di kampus, saya itu katingnya, sekarang sudah lulus dan alhamdulillah sudah bekerja di sebuah perusahaan minyak." Rega mengangguk pelan. Ditatapnya wajah putrinya yang terlihat murung. Lalu kembali ia menatap wajah pria dihadapannya yang kini tengah mengutarakan keinginannya. "Sebenarnya sudah lama kami lostcontact tapi beberapa bulan belakangan saya menemukan akun sosial media Yaya, dan disitu saya memberanikan diri untuk kembali mendekatinya. Dan akhirnya saya di sini, membawa kedua orang tua saya, berniat untuk melamar putri Anda, Pak." Ryan menatap tegas pria paruh baya di depannya. "Anak saya ini sudah terjamin, Pak. Jadi Anda tenang saja, masalah gaji, pendapatan dia perbulan sudah diatas UMR," ucap wanita paruh baya itu dengan lagak sombongnya. Kayla yang melihatnya jadi sedikit enggan memiliki besan seperti itu. "Wah alhamdulillah kalau begitu, saya tidak bisa memutuskan, hanya Yaya yang memiliki hak itu, jadi semuanya Yaya yang akan jawab." Rega tersenyum mejawabnya. "Jadi gimana Ya?" tanya Ryan sambil menatap wajah gadis itu yang menunduk. "Sebelumnya, ada yang mau aku bicarakan, semuanya akan aku buka di sini, tanpa ada yang dirahasiakan, karena aku tidak ingin ada yang merasa terbohongi di sini." Shaniya menelan salivanya dengan susah payah. Inilah hal terberat yang akan ia katakan, hal yang membuat beberapa pria sebelumnya membatalkan lamaran mereka terhadapnya. "Apa, cantik? Bicaralah," ucap Mama Ryan antusias. "Setelah aku bicarakan hal ini, terserah pada kalian jika ingin tetap melanjutkannya maka aku akan senang, dan jika kalian ingin membatalkannya maka aku akan berlapang d**a atas hal itu. Aku bukanlah gadis yang suci. Enam tahun yang lalu, aku diperkosa oleh seorang pria." Setelah mengatakan itu, entah kenapa hatinya merasa lega. Ia mengangkat wajahnya dan melihat apa reaksi mereka. Dan semua orang diam. Terutama Ibu Ryan yang tadinya cerewet berubah wajahnya menjadi terkejut. Beberapa menit berlalu, tidak ada yang membuka pembicaraan, akhirnya Rega berdiri dari duduknya. "Oh, sampai lupa, kalian sebaiknya makan malam dulu, tadi istri saya sudah menyiapkannya," ucap Rega ramah. "Tidak usah Pak, sebaiknya kami pulang saja." Ucap Ibu Ryan sambil memaksakan senyumnya. Lalu wanita itu menarik lengan putranya agar berdiri. "Kami permisi, assalamualaikum," ucap lelaki paruh baya yang merupakan Ayah Ryan. Ryan dan Ibunya berjalan menuju pintu keluar sambil berbicara pelan namun masih bisa didengar oleh Shaniya. "Kamu tau itu Yan? Dia itu pernah diperkosa." Ryan menggeleng pelan menjawab perkataan Ibunya. "Tapi Ryan gak peduli Bu, Ryan cinta sama Yaya." "Ibu gak setuju, kalau gadis itu membawa penyakit bagaimana? Kita gak tau orang yang udah memperkosanya itu menularkan penyakit atau tidak." Perkataan itu sontak membuat Shaniya menegang, dengan cepat Kayla memeluk putrinya itu. "Orang itu!" Baru saja Rega ingin berjalan menuju mereka, namun tangannya digenggam oleh Kayla. Wanita itu menggeleng dengan wajah memohon sambil menatap suaminya. Rega pun mengangguk. Dengan cepat ia berjalan menuju pintu dan membanting pintu itu dengan keras. "Baguslah kita tidak mendapatkan besan seperti dia, aku tidak ingin anakku menderita karena memiliki mertua seperti itu." "Sabar Bang," ucap Kayla pelan. "Kita ke kamar ya, sayang." Kayla mengelus punggung Shaniya yang bergetar. "Aku.. aku.. gak penyakitan Ma.. kenapa.. kenapa.. mereka bilang seperti itu?" lirihnya. "Iya.. iya.. Mama tau Sayang. Udah ya, jangan dipikirkan, kita istirahat ya ke kamar." Kayla pun membawa Shaniya ke kamarnya. Meninggalkan Rega yang terduduk sendiri di ruang tamu sambil mengepalkan tangannya. Ini yang keempat kalinya lamaran Shaniya gagal. Dan itu semua karena b******n itu! ••••• Seorang pria berkacamata hitam tengah bertelepon ria sambil menggeret kopernya di bandara. Walaupun ia sedang asyik bercengkrama ditelepon, namun matanya fokus mencari seseorang yang telah berjanji untuk menjemputnya. Lalu ia tersenyum ketika melihat seorang wanita paruh baya duduk di sebuah kursi sambil memainkan ponselnya. Dengan segera ia mendekati wanita itu dan memeluknya. "Kangen Ibu," ucapnya sambil mengeratkan pelukannya. "Kaget Ibu, tiba-tiba ada yang meluk. Makanya jangan keluar kota mulu, jadi jauh sama orang tua," jawab wanita paruh baya itu sambil tersenyum.  Dengan perlahan ia membantu Ibunya berdiri, kemudian mereka berjalan menuju parkiran. "Ibu sama sopir?" "Iyalah, mana bisa Ibu nyetir sendiri." "Udah makan?" "Belum, nanti kita makan di rumah, Ibu udah masak banyak buat kamu." "Iya deh, saya itu udah kangen banget masakan Ibu yang enak." "Makanya cepat nikah, biar ada yang masakin," celetuk Ibunya yang membuat pria dewasa itu terkekeh pelan. "Ingat, kamu udah tua, masa masih belom punya anak, malu sama adekmu yang udah punya dua." "Iya doain aja deh sama Ibu ya, doain supaya calon istrinya cantik, tinggi, solehah, baik, penyayang, gak suka marah—" Wanita paruh baya itu mencubit perut pria itu hingga ia memekik sakit. "Terserah kamu yang bagaimana, yang penting kalian cocok dan saling cinta, Ibu pasti setuju." Tiba-tiba ponselnya bergetar dari dalam sakunya. Ia segera mengambilnya kemudian mengangkat panggilan yang masuk itu. "Oh iya, waalaikumsalam Pak Rega, alhamdulillah saya sudah sampai Jakarta, iya Pak siap, besok pagi saya langsung ke kantor Bapak, iya Pak baik." "Siapa?" tanya Ibunya saat melihat ia sudah memasukkan kembali teleponnya ke dalam saku celana. "Klien Bu, minta dibuatkan rancangan untuk pembangunan Mall, lumayan Bu kalau jadi." "Iya alhamdulillah, satu aja yang Ibu mau, cepetan nikah, Ibu gak mau tau." "Siap Ibu boss!" Yang dipikirkan pria itu adalah.. bagaimana caranya mencari wanita baik diera modern seperti ini. Ia tidak ingin gagal lagi dalam berumah tangga untuk kedua kalinya. Ia ingin pernikahan itu adalah pernikahan terakhir untuknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD