Chapter 01

1643 Words
Prang! Suara piring yang di lempar dan pecah terdengar sampai di telinga Raja yang baru saja pulang sekolah. Dengan langkah pelan dia memasuki area dalam rumah. "Kapan Mama mau ngertiin Sekala Ma? Yang sakit disini tuh Sekala bukan bang Raja! Kenapa Mama lebih perhatian sama bang Raja ketimbang sama Sekala?" tanya Sekala dengan suara nyaring "Bang Raja juga--" suara Andin tertahan saat melihat anak sulungnya menggeleng pelan. "Apa? Bang Raja apa Ma? Bang Raja juga sakit? Sakit apa? Sakit jantung apa sakit yang mematikan?" tanya Sekala bersedekap d**a. "Sekala! Bisa enggak jangan teriak-teriak saat bicara sama Mama?" tanya Raja. "Sopan dikit sama orang tua!" tegur Raja pada sang adik. "Oh anak kesayangan Mama udah pulang toh. Urus urusan lo sendiri jangan ikut campur sama urusan gue!" delik Sekala lalu meninggalkan sang Mama dan abangnya diarea ruang makan. "Mama enggak papa?" tanya Raja menghampiri sang Mama yang sudah terduduk lemas pada kursi. "Enggak papa, kamu makan siang dulu gih. Obatnya juga jangan lupa di minum!" ujar Andin pada Raja. "Mama udah makan?" tanya Raja. "Mama bisa makan nanti, kamu makan duluan aja!" sahut Andin "Papa belum pulang?" tanya Raja "Papa lagi keluar kota, besok baru pulang!" sahut Andin. "Sekala berulah karena apa?" tanya Raja menatap sang Mama. "Cuma masalah sepele soal menu makan siang aja. Mungkin Sekala bosen makan menu yang mama sajiin," sahut Andin. Sembari mendengar perkataan sang Mama, Raja menyendok nasi keatas piringnya. Menatap menu makanan hari ini, ada ayam kecap, perkedel jagung dan sayur bening. Raja yang tidak terlalu doyan dengan ayam itu memilih untuk mengambil perkedel dan sayur bening. "Lusa kamu cuci darah, jangan sampe lupa ya!" ujar Andin pada sang anak. "Lusa juga Sekala cek up buat mantau perkembangan ginjalnya, Mama temenin dia aja. Biar Raja cuci darah sendiri!" sahut Raja anteng "Enggak! Mama mau nemenin kamu, Sekala biar sama Papa aja!" ujar Andin menolak perkataan Raja. "Ma! Sekali aja Mama temenin Sekala buat cek up, enggak lama kok. Raja bisa sendiri, cuma cuci darah doang kok," "Kalo kamu maksa, yaudah Mama bakalan nemenin Sekala dulu baru nemenin kamu. Jangan bantah!" ujar Andin. "Terserah Mama aja!" sahut Raja meneguk airnya hingga habis. "Obatnya jangan lupa!" peringat Andin Raja menganggukkan kepalanya, dia mengambil kotak bening yang berisi semua obat yang harus dia konsumsi sehari-hari. Dalam beberapa bulan ini sudah ada banyak obat yang dia telan pahit-pahit kedalam tubuhnya. Bosan sebenarnya tapi mau bagaimana lagi, ini adalah resiko yang harus dia terima karena nekat untuk mendonorkan satu ginjalnya untuk Sekala yang memang sudah dari lama di diagnosa mengalami gagal ginjal kronis. "Raja mau ke kamar Ma!" pamit Raja saat sudah menyelesaikan urusannya dengan pil-pil sialan itu. "Istirahat jangan banyak aktivitas kamu!" ujar Andin "Iya Ma!" sahut Raja Raja menaiki anak tangga menuju kamarnya, pada anak tangga terakhir dia berpapasan dengan Sekala yang sudah rapi. "Mau kemana?" tanya Raja pada Sekala. "Bukan urusan abang, Sekala mau pergi kek atau kemana kek. Abang enggak perlu tahu!" sahut Sekala lalu meninggalkan Raja Raja menghembuskan nafasnya, beberapa bulan ini sikap Sekala berubah. Raja enggak mempermasalahkan sebenarnya tapi sikap Sekala terkesan kelewatan juga saat sedang marah. Apalagi akhir-akhir ini sang Mama terlalu memperhatikan dia daripada Sekala. Raja membuka pintu kamarnya, harum maskulin tercium sampai ke hidungnya. Raja menutup pintu kamarnya, menatap poster-poster pemain basket kesukaannya. Ring basket terpasang pada tembok dan dibawahnya ada bola basket yang masih ada pada tempatnya. "Gue harus ngelepas mimpi gue buat jadi atlet basket, demi nyelametin hidup Sekala," gumam Raja pada dirinya sendiri. Bugh! Raja melempar bola basket kedalam keranjang dengan mulus tanpa ada hambatan. Raja merebahkan tubuhnya dan mulai memejamkan matanya. Raja tertidur tanpa berganti pakaiannya. *** "Raja! Main yok!" ajak Satyo melempar bola basket ke arah Raja. Raja dengan sigap menangkap bola basket yang Satyo lempar ke arahnya. "Enggak ah! Lo kan tahu gue enggak boleh beraktifitas berat apalagi sampe kelelahan," sahut Raja menolak, tangannya sibuk memutar-mutar bola basket yang ada pada jarinya. Bugh! Raja melempar bola hingga masuk ke dalam ring, lemparan itu mulus tidak ada hambatan. Padahal jarak antara Raja dengan ring basket terlampau jauh apalagi Raja dalam posisi duduk. "Bener-bener kagak perlu di raguin lagi kemampuan lo Ja!" ujar Satyo salut. "Bisa aja lo!" sahut Raja pelan. Satyo mendudukkan bokongnya di samping Raja. Sore ini dia dan Raja ada pada lapangan basket yang ada di rumah Raja. Dulu dia dan Raja rajin berlatih pada lapangan ini, lapangan inilah yang menjadi saksi bisu bagaimana kerasnya seorang Raja berlatih untuk bisa menjadi seorang pemain basket seperti sekarang. Tetapi kini semuanya harus Raja kubur dalam-dalam setelah keputusannya untuk mendonorkan salah satu ginjalnya untuk sang adik. Perihal donor ginjal itu tidak ada yang tahu, hanya dia dan orang tua Raja saja. Sekala? Pria itu tidak mengetahuinya, Sekala hanya tahu kalo yang mendonorkan ginjalnya itu adalah seseorang yang berhati baik dan rela memberikan salah satu ginjalnya untuk dirinya. "Lusa temenin gue cuci darah ya!" pinta Raja pada Satyo. "Nyokap lo emangnya kemana?" tanya Satyo, pasalnya setiap Raja cuci darah pasti tante Andin yang menemani. "Gue suruh buat nemenin Sekala cek up yang kebetulan barengan jadwalnya sama gue yang cuci darah!" sahut Raja "Pulang sekolah kan?" "Iya, pulang sekolah kita langsung ke rumah sakit. Biar kagak ketemu sama Sekala!" sahut Raja. "Kenapa lo enggak jujur aja sama Sekala kalo lo yang udah donorin ginjal buat dia!" ujar Satyo pada Raja. "Udahlah biar kek gini aja, dia enggak usah tahu. Kalo bisa sampe gue mati pun Sekala enggak boleh tahu kalo gue yang donorin ginjal buat dia!" sahut Raja menatap langit sore ini. "Terserah lo aja!" gumam Satyo Keduanya kini terdiam, semilir angin menerpa wajah Raja. Rambut panjang Raja tersapu angin yang datang. Raja menyugar rambutnya dan mengulas senyum miliknya, entah apa yang dia pikirkan sampe bisa tersenyum seperti itu. "Raja! Masuk udah sore!" teriak Andin dari balkon lantai atas "Iya Ma bentar lagi!" sahut Raja berteriak. "Satyo! Ajak Raja masuk!!" suruh Andin pada Satyo teman anaknya itu. "Iya tante!!" sahut Satyo berteriak juga. "Masuk yuk! Mama lo bisa ngomel entar kalo lo kagak nurut!" ujar Satyo menarik tangan Raja agar mau bangun dari duduknya. Raja pasrah dengan tarikan Satyo pada tangannya, dia melangkahkan kakinya mengikuti Satyo dari belakang. Menutup pintu belakang tak lupa juga dia menguncinya dan membiarkan kunci itu tergantung pada tempatnya. "Sekala belum pulang?" tanya Raja pada Andin yang sedang berkutat pada wajan miliknya. "Belum, Mama udah telpon katanya bentar lagi pulang!" sahut Andin dan meniriskan ikan yang dia goreng. Raja menganggukkan kepalanya, tangannya sibuk mengetuk-ngetuk permukaan meja makan sedangkan Satyo ada disebelahnya menikmati keripik singkong yang ada pada dekapannya. "Sekala enggak mabuk-mabukkan kan Ma?" tanya Raja pada sang Mama saat tangannya tanpa sengaja menekan salah satu snapgram milik teman kelas Sekala, yang dimana mereka sedang berkumpul di suatu rumah dan ada beberapa botol alkohol diantara mereka tapi Raja tidak melihat adanya sosok Sekala disana. "Enggak, dia bilang udah perjalanan pulang. Dia tadi sebelum pergi bilang mau nongkrong ke cafe bukan buat mabuk-mabukkan!" sahut Andin. "Bagus deh, kirain Raja dia bakalan mabuk-mabukkan, soalnya Raja enggak sengaja lihat snapgram milik temen-temennya yang lagi pada mabuk-mabukkan!" ujar Raja memberitahu, tangan nya sibuk menekan-nekan kumpulan snapgram itu karena saking banyaknya membuat Raja hanya melompat-lompatinya tanpa menonton dengan seksama. Raja menekan lama layar ponselnya guna untuk mempause video yang berjalan itu, saat video itu berhenti Raja memicingkan matanya saat melihat postur tubuh yang sangat dia kenali itu. Apalagi baju itu seperti baju yang Sekala gunakan sebelum pergi dari rumah, tapi Mama bilang kalo Sekala pergi ke cafe dan sudah dalam perjalanan pulang. Raja mengenyahkan pikirannya, dia mencoba berpositif thinking kalo itu bukan Sekala mungkin saja orang lain yang memakai baju yang sama dan postur tubuh yang sama pula. "Kenapa lo?" tanya Satyo karena melihat Raja terdiam cukup lama sambil menatap ponselnya. "Enggak papa!" sahut Raja cepat dan mematikan ponselnya. Hari sudah beranjak malam tapi Sekala belum juga ada tanda-tanda akan datang. Raja jelas bingung, jika sang Mama bilang kalo Sekala udah dalam perjalanan pulang sore tadi harusnya lelaki itu udah sampai rumah daritadi tetapi nyatanya belum juga datang sampai sekarang. "Mama! Sekala beneran bilang udah mau pulang kan tadi? Kalo emang udah, kenapa sampai sekarang belum nyampe?" tanya Raja pada sang Mama. "Dia udah bilang mau balik tadi, tapi tiba-tiba ngechat lagi bilang mau ke temennya dulu!" sahut Andin "Kamu tidur gih udah malem, jangan begadang!" suruh Andin pada Raja. "Raja bentar lagi tidur, mau nunggu Sekala dulu. Soalnya ada yang harus Raja bicaraiin sama Sekala!" sahut Raja Andin meninggalkan Raja yang terduduk diruang tengah, genggaman ponsel pada tangannya kian mengerat. "Tuh anak kemana sih, awas aja kalo yang gue lihat di snapgram temennya itu beneran dia!" gumam Raja pada dirinya sendiri "Gue bantai habis tuh anak kalo beneran!" Raja menyugar rambut panjangnya itu kebelakang, matanya menatap tajam sesosok lelaki yang terlihat sempoyongan masuk ke dalam rumah. Tanpa aba-aba, Raja langsung saja menarik tangan Sekala hingga membuat lelaki itu berontak. "Apaan sih! Lepasin gue!" teriak Sekala. "Habis darimana lo?" tanya Raja berkacak pinggang didepan Sekala. "Apa urusannya sama lo? Mau gue darimana kek itu terserah gue!" sahut Sekala yang menekan d**a Raja dengan jari telunjuknya. Sekala berusaha mencari pegangan karena dia tak mampu menopang dirinya sendiri. "Udah merasa paling sehat sampe lo berani mabuk kayak gini hah?!" "Gue itu udah sehat! Ginjal gue udah ada dua sekarang! Jadi jelas sekarang gue bebas mau ngapain aja!!" sahut Sekala nyaring dan tak lama Sekala pingsan. Raja menopang tubuh Sekala dan membopongnya menuju lantai dua dengan hati-hati. Membaringkan tubuh Sekala dengan perlahan, Raja terduduk pada ujung kasur Sekala. "Kenapa harus kayak gini sih dek? Lo itu belum benar-benar sehat, ginjal lo masih beradaptasi sama tubuh lo!" "Kalaupun emang udah sepenuhnya sehat, enggak seharusnya lo mabuk-mabukkan kayak gini. Kalo Mama sampai tahu, bisa habis lo dek!" gumam Raja sebelum dia benar-benar keluar dari kamar Sekala.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD