PROLOG

780 Words
Melangkahkan kaki pertama kali di Devoçion, semua ketegangan dan stres yang dialami Jason seperti mengendur. Selain letaknya yang jauh dari hiruk-pikuk Manhattan, atmosfer di tempat ini juga tidak pernah gagal membuatnya tersenyum. Dengan batu bata yang tidak dicat hingga menunjukkan karakter asli bangunannya, ditambah dengan meja dan kursi yang terbuat dari kayu, Devoçion tampak seperti rumah yang dibuka untuk umum dibandingkan sebuah coffee shop. Jason bahkan tidak menanyakan alasan Sara ingin menemuinya di sini. Tempat ini memang terletak di tengah-tengah antara tempat tinggal mereka, tetapi selama ini, Sara selalu enggan bertemu di tempat-tempat yang jauh dari Manhattan. Tidak heran jika Jason sempat menaikkan alis ketika Sara mengiriminya pesan untuk bertemu di sini. Sudah hampir dua minggu mereka tidak bertemu. Setelah lima tahun menjalin hubungan, dua minggu terasa biasa mengingat pekerjaan Sara yang memang mengharuskannya sering bepergian. Ada keinginan untuk kembali menyinggung tentang tinggal bersama, tetapi Jason cukup tahu bahwa itu hanya akan membuat hubungan mereka kembali menegang. Mereka sebetulnya pernah tinggal bersama, tetapi setelah satu tahun, yang terjadi adalah pertengkaran yang lebih sering. Ketika akhirnya hubungan mereka berakhir, Jason memutuskan untuk tinggal di Rego Park di Queens, sementara Sara tinggal di Hoboken. Mereka memang kembali menjalin hubungan karena keduanya sadar bahwa kejenuhan adalah satu-satunya hal yang membuat mereka putus. Namun sejak saat itu, Sara selalu menghindari pembicaraan tentang tinggal bersama hingga Jason selalu menahan keinginannya. “Tumben kamu minta bertemu di sini,” ucap Jason sebelum dia menyesap Americano-nya. Sara hanya membalasnya dengan sebuah senyum tipis. Membiarkan rambut sebahunya tergerai dan mengenakan blazer serta celana jin, Sara tampak seperti perempuan-perempuan lain dengan karir cemerlang tanpa harus tampil membosankan dengan jas dan rok selutut. “Aku harus pergi lagi besok malam, dan mungkin akan jauh lebih lama dari dua minggu.” Senyum yang sempat menghiasi wajah Jason perlahan hilang. “Berapa lama?” Kali ini Sara menatap Jason lekat sebelum berkata, “Satu bulan, mungkin lebih.” Jason berusaha memahami apa yang baru didengarnya. Dia memang merasa beberapa bulan terakhir, hubungan mereka agak menjauh. Namun Jason menyalahkan semuanya pada pekerjaan mereka yang memang tidak memungkinkan keduanya sering menghabiskan waktu bersama. Namun ucapan Sara sungguh tidak dia duga. Sebulan tanpa bertemu perempuan itu akan merusak kebiasaan yang biasa mereka jalani. “Kamu harus pergi ke mana?” “Kantor di Budapest memerlukan satu staf ahli dari New York dan mereka memutuskan untuk mengirimku. Aku—” “Dan mereka nggak kasih tahu kamu lebih dulu?” potong Jason. Sara terdiam. Jason paling tidak suka menyudutkan Sara, terlebih sejak awal mereka berhubungan, dia tahu bahwa perempuan itu selalu mengutamakan pekerjaan. Namun pergi ke Budapest selama satu bulan tanpa ada pilihan lain membuat kemarahan yang tadi sama sekali absen, menyeruak. Namun Jason masih menahan dirinya karena dia membutuhkan penjelasan dari Sara. “Jason, we’ve had amazing relationship, and we’ve been through a lot. But … I don’t think I can do it any longer. My company needs me more than before and I have to make priorities.” Sara lantas menunduk sebelum dia kembali menatap Jason. “I’m sorry that it has come to this, but it is for the best.” Jika kalimat Sara sebelumnya menimbulkan kemarahan dalam diri Jason, apa yang baru ditangkap pendengarannya membuatnya bingung. Mereka tidak pernah menggunakan kalimat seperti itu hanya untuk memancing emosi satu sama lain. Namun Jason pun tidak menduga bahwa jarangnya frekuensi pertemuan mereka justru berimbas pada hubungan mereka. Jason menatap Sara lekat, berusaha mencari tahu alasan ucapan itu sampai keluar dari mulut perempuan itu. “Sara, you can’t be serious,” balas Jason masih berusaha tidak menganggap serius ucapan Sara. “We’re growing apart, Jason, and I don’t see why we should stay in this relationship.” Tawa kecil lolos dari mulut Jason sebelum dia menggeleng tidak percaya. Tidak ada sakit hati yang tiba-tiba muncul karena keterkejutannya masih begitu besar hingga Jason tidak sempat menganlisis perasaannya saat ini. “Sara … mungkin kita bisa bicara lagi setelah kamu kembali dari Budapest,” ujar Jason sembari mengulurkan lengan untuk meraih tangan Sara dalam genggamannya, tetapi perempuan itu menepisnya. “Let’s not, Jason.” Dengan intonasi seperti itu, Jason tahu bahwa keputusan Sara sudah final dan apa pun yang dia lakukan tidak akan mengubah keadaan. Menarik lengannya, Jason menyesap kopinya yang sudah mulai agak dingin dan mengganguk. “Jika memang itu yang kamu inginkan, aku nggak bisa berbuat apa-apa.” “Take care of yourself, Jason.” Dengan kalimat itu, Sara beranjak dari hadapan Jason dan berjalan menuju pintu keluar. Tidak ada yang bisa dilakukan Jason selain menatap punggung Sara yang semakin menjauh. Ketika sosok Sara benar-benar hilang dari pandangannya, Jason hanya membuang napas dan menatap kopinya. Jason tahu patah hati bukanlah hal yang baru baginya, tetapi saat ini terasa lebih menyakitkan karena dia berencana melamar perempuan itu. Sekarang rencananya bukan hanya batal, tapi juga hancur berkeping-keping. Apa yang harus aku lakukan sekarang? tanya Jason dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD