INDAH PADA WAKTUNYA

2201 Words
Mobil yang di kendarai Khalif memasuki sebuah perkampungan, dengan susana yang lumayan ramai dan rumah - rumah yang sederhana. Khalif sempat memberitau ku, kalau kampung ini bernama kampung Melayu. Saat aku tanya, kenapa namanya kampung Melayu. Khalif hanya tertawa dan menjawab tidak tau. Kak Dika, Abang nya Khalif tinggal di kampung ini. Well, aku telah sepakat akan ikut dimana pun cowok nyebelin yang sedang fokus mengemudi itu nyaman. Rasanya berbeda. Hidup ku kelam sejak kami pisah, Aku memang merasa nyaman dan senang karena keluarga ku. Tapi, tetap saja aku selalu merasa ada yang kurang selama ini. Aku tidak tau kenapa aku tidak bisa lagi jatuh cinta. Terlalu menutup diri pada keluarga dan juga orang lain. Selama ini aku menjalani hidup ku dalam kesepian, dalam kesedihan. Terus mengingat bagaimana saat masa bahagiaku dengan Khalif. Satu - satu nya cowok yang membuat ku gila karena mencintai nya. Seandainya, jika Khalif tidak meminta ku menunggu. Entah seperti apa hidup ku. Mungkin akan lebih hancur. Aku seolah mati rasa. Aku tidak tau mengapa aku bisa sebegitu mencintai laki - laki ini. Aku menyayangi nya dengan segenap hati dan jiwa ku. Bahkan, aku rela menukarkan dengan apapun asalkan aku bisa bersama dengan nya. Kali, ini aku tidak akan lagi melepaskan nya. Tidak mau.! Sudah cukup aku merasa seperti mayat hidup enam tahun lalu. Tidak lagi sekarang, saat pertama kali bertemu dengan nya lagi. Aku kaget, tidak tau harus berbuat apa. Sehingga aku melakukan ke bodohan dengan pergi bukan memeluk nya. Dan akhirnya, malah membuat ku seharian itu uring- uringan tidak jelas. Mengacaukan semuanya. Dan aku sangat merasa malu, dan juga menyesal. Karena, Khalif menemukan ku dalam ke adaan mabuk berat. Aku takut, saat itu Khalif akan membenci ku, akan meninggalkan ku. Karena, aku sangat tau seberapa benci Khalif dengan minuman itu. Khalif laki - laki yang taat agama, ia sholeh. Sholat lima waktu selalu ia kerja kan. Sejak dulu aku mengenal nya. Kalau di katakan alim, Khalif tidak alim - alim amat sih. Karena, ia juga manusia biasa. Buktinya, dia masih suka nakal. Aku tau, Khalif juga lulusan pasantren saat SMP. Dia juga seorang Hafis Alqur-an. Dia penghafal yang cerdas. Khalif memiliki daya ingat yang sangat kuat. Aku pernah mengetes nya, dulu aku pernah meminta nya untuk membaca satu buah novel kesukaan ku. Dan selang satu minggu aku menanyakan nya tentang novel tersebut. Dan juga beberapa qoute dari novel itu. Dia bahkan hampir menyebutkan semua isi buku itu. Aku tau, Khalif cowok yang cerdas, memiliki pendirian yang teguh. Hampir semua cewek menyukai nya. Aku selalu kesal, jika sekolah Khalif akan bertanding futsal di sekolah ku. Dan akan banyak cewek - cewek yang meneriaki namanya. Bukan nya, mendukung sekolah sendiri malah menjeritkan nama lawan dengan histeris. Tapi, percaya lah. Khalif tidak sesempurna itu. Di balik semua sifat baik nya. Khalif punya sifat yang sangat mengerikan. Yaitu, pendendam. Khalif bisa jadi baik banget, tapi ia juga bisa jahat banget. Aku pernah iseng, membuat nya cemburu. Khalif tidak marah, ia terlihat biasa aja. Tapi, seharian aku di abaikan. Dann.. Ternyata Khalif membalas ku. Ya, dia membalas ku dengan lebih kejam. Dengan berani ia mendekati salah satu teman sekolah nya, yang aku kenal dan juga aku benci. Namanya Nita. Aku tau cewek itu menyukai Khalif. Dan aku sudah melarang Khalif buat menjauh dari nya. Khalif menurut saja. Tapi, sore itu aku melihat nya jalan bersama Nita. Bahkan dengan berani mengajak Nita pulang bareng. Saat aku memarahi dan mendiam kan nya. Dia seolah biasa aja. Dan menjawab. "Itu yang aku rasain waktu aku liat kamu deket - dekat sama Miko " Tentu saja aku tidak bisa mengelak lagi. Semua salah ku, aku yang memulai nya. Sejak itu pula aku tidak lagi berani iseng padanya. Karena, nanti aku sendiri yang makan hati. "Shan " "Ha ?" Lamunan ku buyar saat Khalif memanggil ku. "Ayo turun, udah sampe " ujar nya. Aku mengitari pandangan ku. Mobil Khalif sudah berhenti di sebuah pekarangan rumah bertingkat dua. Aku menyusul Khalif keluar. Aku menatap rumah di depan ku. Rumah bergaya minimalis, tapi lumayan besar. Dengan halaman yang luas yang di tumbuhi rerumputan yang rapi. Dekat pagar juga di tumbuhi pepohonan buah. Dan juga bunga - bunga. "Assalammualaikum " aku dan Khalif memberi salam saat memasuki rumah. Di dalam lebih besar. Dan terlihat luas. Ruang tamu juga tanpa sekat dengan ruang keluarga. Hanya batasan ruang keluarga lebih rendah. Menuruni dua anak tangga. "Waalaikum salam " Kak Kinal, wanita itu semakin cantik dan dewasa sekarang. Aku sudah lumayan lama tidak bertemu. Terakhir saat kak Kinal melahirkan anak kedua nya. Walau aku dan Khalif sudah terpisah dan tidak pernah bekomunikasi, aku masih suka bertemu dengan Kak Kinal. Itu juga karena kebetulan bertemu. "Udah sampai, duduk dulu yuk. " ujar Kak Kinal pada ku. Aku mengangguk, dan mengikuti nya berjalan menuju sofa ruang keluarga. "Abang mana kak?" Tanya Khalif, sambil menyala kan tivi. "Main, ngajak Rezky tuh main di lapangan " Khalif ber oh, ia kemudian berlalu meninggalkan ku dengan Kak Kinal. "Kak Kinal dengar lagi sibuk syuting film baru ya ?" Tanya Kak Kinal. "Iya kak, tapi udah mau selesai kok " jawab ku. "Pernikahan kamu sama Khalif kan bulan depan. Pasti ngedadak banget kan buat kamu, kamu kan sibuk banget. Jadwal kamu gimana ?" "Aku udah atur semuanya kok, kak. Ini juga bakal jadi film terakhir aku " "Lho? Emang gak mau main lagi ?" Aku menggeleng dengan senyum. "Khalif, kayak nya keberatan dengan kerjaan ku " jawab ku. Kak Kinal tersenyum mengerti. "Kamu gak papa? Kamu kan udah kerja keras, ngebangun semua dari nol, masa harus berhenti gitu aja. Coba omongin sama Khalif, dia pasti akan ngerti " "Aku gapapa kok. Gak keberatan. Lagian aku juga aku masih punya tanggung jawab. Kuliah ku sempat terlantar karena kerjaan. Mama jadi suka ngejar - ngejar ku. Karena kuliah gak selesai - selesai. Lagian, Khalif orang posesif. Cemburuan banget " jelas ku. Kak Kinal mengangguk setuju. "Tapi, kasian juga. Masa karena Khalif karir kamu di tinggal gitu aja. Susah lho, sekarang kan persaingan di intertain kan susah." Khalif muncul dari arah dapur membawa tiga gelas jus. Ia meletakkan di atas meja. "Kamu kenapa ngelarang Shania jadi artis ?" "Hah ?. Oh.. aku gak maksa kok. Kalau dia mau kerja ya gak apa - apa " jawab Khalif. "Tapi kan dia jadi gak enak, kamu gak boleh gitu lho, Lif " ujar Kak Kinal. Khalif menoleh ke arah ku, lalu membuang napas lelah. Aku sebenar nya tidak masalah sama sekali dengan permintaan Khalif. Aku sendiri juga sadar dunia artis tidak akan mudah. Apalagi dengan dunia akting. Melihat pasangan kita akan bermesraan dengan orang lain pasti sangat tidak menyenangkan walau itu hanya sekedar akting atau pura - pura. Aku sudah memikirkan nya dengan baik. Aku bahkan sempat membayang kan. Bagaimana kalau Khalif yang jadi aku. Pelukkan dengan cewek lain, mesraan bahkan sampai cium - cium. Gak deh, aku lebih baik bunuh diri aja dari pada nahan cemburu. Sebenarnya di bandingkan Khalif, aku bisa di katakan lebih posesif dari nya. "Aku terserah Shania, aja. Gak maksa juga. Aku kan hanya bertanya waktu itu " "Tapi kan kamu gak suka " "Iya, ya.. kan.. emang nya kak Kinal sanggup apa kalau ngeliat abang di peluk mesra cewek lain ?" "Enggaklah " kak Kinal menjawab tanpa berfikir dua kali. Membuat ku mengulum senyum. "Tuh kan, apa lagi aku " jawab Khalif. Dan Kak Kinal tidak lagi bisa membantah. Cowok ini memang pandai sekali dalam mematahkan kata lawan. "Ya Allah...!" Seruan Kak Kinal, membuat ku ikut menoleh ke belakang. Rezky, si bocah kecil yang kini sedang berlari dengan badan yang kotor seperti habis nyebur di lumpur. Di belakang di susul Kak Dika. Yang tak kalah kotor. "Kalian abis nyebur di kubangan mana? Aduhh.. itu kan lantai nya kotor lagi. Aku baru ngepel siang tadi lho " ujar Kak Kinal frustasi. Kak Dika hanya tersenyum sambil meringis. Melirik ke arah jejak tapak nya di lantai kramik putih. "Maaf, nanti aku bantu pel lagi sama Rezky. Ya kan , bang ?" "Hehehe... abang kan harus ngaji, Yah " jawab Anak kecil itu. Melihat nya membuat ku teringat pada Devin, adik ku. "Ck.. kalian abis dari mana ?" "Main, tadi lapangan nya becek Ma, abis hujan. Tapi, seru lho, Ma. Ayah sama Om Radith sampai guling - guling rebutin bola nya. Semua pada nonton. Kita menang dong.. nih, abang di kasi hadiah sama Pak RT. " ucap Rezky, ia menunjukkan sebuah dus berukuran sedang. Dan juga sebuah kotak pensil. Ku lirik Kak Kinal hanya menghela napas lelah. "Shan, Kakak ke dalam dulu ya. Ngurus Rezky dulu " "Eh, iya kak " jawab ku. "Rezky, salim dulu sama Bunda Shania " ucap Khalif saat anak itu akan berlalu. Rezky pun menghampiri ku dengan langkah kecil nya. "Maaf ya bunda artis, kotor " ucap nya. Aku hanya tersenyum gemas. Tapi, tangan nya bersih tidak ada kotoran. Hanya di pipi dan baju nya saja yang kotor. "Abang, bersih - bersih dulu ya. " pamit Kak Dika, pada ku dan Khalif. Aku hanya mengangguk. Lalu beralih pada Khalif yang duduk di samping ku. "Keluarga kak Dika, seru ya. " Khalif tersenyum dan kemudian mengangguk. "Kita juga bisa kok, tenang aja " jawab nya santai. "Kak Radit tinggal di daerah sini juga ?" Khalif mengangguk. "Tuh,rumah nya di sebelah. Bang Radit sama bang Dika kan kayak anak kembar. Gak mau jauh - jauh. " jelas Khalif. Aku hanya mengangguk. Dan selama kami berdua di tinggal, aku dan Khalif hanya menonton dan sesekali mengobrol. Bercerita kegiatan masing - masing. *** Setelah selesai melihat tanah yang akan di beli Khalif untuk membangun rumah kami nanti nya. Aku juga sempat memilih - milih disain yang sudah di rancang Kak Dika. Setelah itu kami juga makan malam di rumah Kak Dika. Dan kini aku dan Khalif sedang dalam perjalanan pulang. Khalif mengantar ku tepat nya. "Ke apartemen ku aja ya, besok pagi aku ada syuting. Kalau dari rumah jauh " ujar ku. Khalif mengangguk. "Kenapa milih tinggal sendiri ?" Tanya Khalif. "Pengen aja, biar lebih mandiri " jawab ku. Khalif menghentikan mobil nya di lobby dan menyuruh pak Rahmat untuk memarkirkan nya. Aku menggandeng Khalif menuju lift. Sebenarnya Khalif memiliki satu unit apartemen di sini. Tapi, Ayah nya melarang ia tinggal di sini. "Mau mampir dulu " tawar ku, saat kami sudah di depan pintu unti apartemen ku. "Enggak usah deh, aku..." "Bentar aja. Minum dulu " sela ku, membuka pintu dan menarik nya untuk masuk. "Duduk dulu, aku ganti baju dulu " ujar ku mempersilahkan nya untuk duduk. "Oya, kalau mau minum ambil aja di kulkas " ucap ku sebelum naik ke atas. Khalif hanya mengangguk. Aku pun mempercepat langkah ku, mengganti baju rumahan. Kaos dan celena pendek pilihan ku. Tapi, tiba - tiba aku tersentak sendiri. Di kulkas ku masih ada persedian beer ku. Dengan cepat aku melangkah keluar setelah selesai. Bisa mati, kalau Khalif melihat nya. Deg Abis lah aku.. Khalif berdiri di depan kulkas terbuka dan berbalik ke arah ku dengan sekaleng beer di tangan nya. Kini, matanya menatap tajam pada ku. Aku langsung mendadak gugup, melangkah takut menghampiri nya. "Sebanyak ini ?" Tanya nya dengan nada datar. Ya Tuhan... Jelas Khalif marah. Aku menelan ludah takut. Tapi, Khalif menghembuskan napas kasar nya. "Kamu mau buang sendiri atau aku yang buang. Ini kadar alkohol nya tinggi lagi " ujar nya lagi. Aku tidak berani menjawab. Membiarkan Khalif yang mengeluarkan semua nya. Dia hanya meninggalkan minuman rasa dan juga beberapa kaleng soda biasa. Aku tersenyum senang melihat muka kesal Khalif membuang semua kaleng minuman itu. Aku tidak marah, aku tau selama ini aku hanya menyiksa diri ku sendiri. Aku membutuhkan minuman itu untuk merileks fikiran dan menyenangkan diri. Tapi, sekarang jelas aku tidak membutuhkan nya lagi. Orang yang menjadi tujuan ku, menjadi napas dan jiwa ku sudah kembali. "Makasih " aku memeluk nya erat. Lalu menatap nya dengan lekat. "Aku tidak lagi membutuhkan nya " "Bagus " ujar nya. Kemudian senyum nya merekah. Membuat seseuatu di dalam perut ku tergelitik. Aku beralih memeluk leher nya. Lalu dengan cepat mengecup pipi nya. "Maaf, kalau kamu harus menunggu terlalu lama, Shan " "Maaf di terima " jawab ku. Khalif menunduk sebentar. Lalu kembali menatap ku. "Aku benar - benar takut. Kalau aku benar - benar terlambat. " ucap nya. Aku melihat bola mata Khalif berkaca. "Aku.. aku selalu takut ngebayangi saat aku berhasil tapi, aku tidak lagi di hati kamu. " "Itu tidak akan terjadi, sayang. " "Aku mencintai mu, aku sangat mencintai mu, Shania " ujarnya, Aku terharu saat melihat setetes air mata jatuh di pipi nya. Aku bisa merasakan rindu dan perasaab cinta yang begitu besar lewat mata nya pada ku. Aku menangkup pipinya. Lalu mengecup bibir nya. "Aku juga merasakan itu, aku juga takut kamu tidak akan kembali. Atau melupakan ku. Aku takut kamu menyerah. Aku gak bisa kehilangan kamu. Aku tidak mau lagi pisah sama Kamu. Aku gak akan sanggup lagi pisah sama kamu. Sayang. Enggak. " ujar ku dengan nada bergetar. Khalif langsung merengkuh ku dalam pelukkan nya. Mengatakan kata - kata Cinta berkali - kali. Aku tau ini akan terjadi. Seperti kata pepatah. Semua akan indah pada waktu nya. Dan ini adalah penantian kami selama enam tahun. Aku berharap ke indahan itu tidak akan pernah pudar. Akan selama nya seindah ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD