CURIGA

2231 Words
Ting Tong ting tong Shania baru saja merapikan diri di depan cermin rias nya saat mendengar bel apartemen nya berbunyi. Maka, ia langsung memilih keluar untuk membuka pintu, melihat siapa yang pagi - pagi datang bertamu ke apartemen nya. Cklek "Boby " ucap Shania, ketika menemukan sosok pria mengenakan baju hitam lengan panjang di depan pintu. " pagi " sapa Boby, dengan senyuman manis nya. "Loe... nga... " pertanyaan Shania terjeda, karena matanya kini menangkap sosok lain yang kini berjalan mendekat ke arah mereka. Khalif. "Hai " mendengar sapaan itu, membuat Boby menoleh ke samping. Di mana Khalif kini telah berdiri di dekat mereka berdua. "Lho, Bob. Ngapain ?" Tanya Khalif heran. Boby mengernyit kan dahi nya. "Seharus nya gue yang nanya, loe sendiri ngapain ?" "Gue mau nganter, Shania syuting " jawab Khalif, masih dengan kerutan di dahi nya. Ia melirik pada Shania. Boby ikut menatap tanya pada gadis yang masih berdiri di ambang pintu. Terlihat bingung sendiri kini. "Emm... masuk dulu deh. Ayo " ujar Shania, mulai bingung. Khalif melirik jam di pergelangan tangan nya. "Loe bukan nya ada pertemuan sama Pak Harlan, kan ?" Tanya Boby. Khalif melirik pada Shania. Kemudian kembali menoleh pada Boby. "Iya, makanya gue pagi - pagi ke sini, jemput Shania " "Shan, berangkat sekarang ?" Ujar Khalif, padanya. "Emm.. Bob, loe ada apa kesini ? Ada yang penting ?" "Gue mau nganterin loe ke lokasi kayak biasa nya. Kan, gue selalu mampir tiap pagi. Gue juga bawain loe bubur buat sarapan. Loe pasti belum sarapan kan ?" Ujar Boby, ia juga memperlihatkan kantung bawaan nya yang berisi bubur ayam. Khalif yang mendengar itu menyipit kan matanya. Lalu, menoleh pada Shania yang kini melirik ke arah nya takut - takut. "Sorry, loe gak perlu ngelakuin itu lagi mulai sekarang " ucap Khalif, sopan. Shania mulai was - was sendiri. Ia menggigit bibir bawah nya cemas. Boby, menatap Khalif dengan kerutan di dahi nya. "Gue rasa, itu bukan urusan loe. Shania juga gak papa gue kesini. Bahkan, Shania biasanya juga minta gue jemput " "Tapi sekarang udah gak perlu lagi " Boby, masih mampu menguasai dirinya dari emosi nya. Masih menghormati Khalif, karena pria itu adalah atasan nya. "Shania yang putusin, bukan loe " Khalif menoleh pada Shania, seolah menuntut jawaban. "Kamu, mau berangkat bareng aku atau sama Boby ?" Tanya Khalif, to the point. Shania menghela napas berat nya. Tentu saja ia tidak punya pilihan. Ia menoleh pada Boby. "Bob, sorry gue bareng Khalif. Gue gak tau kalau loe bakal jemput. Tadi, gue yang minta Khalif jemput dan nganter ke lokasi " "Jadi, sekarang gue udah gak di butuhin lagi ?" Tanya Boby, dengan nada dingin. "Bu..bukan gitu Bob, " ujar Shania, merasa tidak enak. Ia melirik pada Khalif. Kekasih nya itu hanya diam menatap keduanya. "Khalif kan, Calon suami gue. Jadi.." "Calon suami ?" Tanya Boby, kaget. Shania menggigit bibir bawah nya takut. Kemudian mengangguk. "Sejak kapan? Kok .... arg " ucap nya dan mengeram sendiri. "Jadi, loe mutusin balik lagi ke dia ?.. begitu saja ? .. gue gak percaya ini.. Shan... ck.. " Boby tidak lagi bisa berkata - kata. Rasa kecewa dan juga terluka melekat dalam hati nya kini. "Oke, selamat kalau gitu.. gue pamit " ujar Boby, kemudian berbalik dan melangkah melewati Khalif begitu saja. Shania tidak kuasa menahan nya, ia hanya menatap sedih pada kepergian Boby. Khalif, juga menatap kepergian laki - laki yang ia ketahui sebagai sahabat kekasih nya itu. "Enggak mau kejar ?" Tanya Khalif, membuat Shania menoleh padanya. "Emang boleh ?" Tanya Shania. "Kalau kamu mau, kejar aja " ujar Khalif, cuek. Shania mendesah lelah, ia pun memilih masuk ke dalam ingin mengambil tas nya. Setelah itu kembali keluar dan tidak lupa mengunci pintu. "Kamu selesai jam berapa ?" Tanya Khalif, saat keduanya kini sudah berada di dalam lift. "Belum tau, kenapa ?" "Gak papa cuma nanyak aja " jawab Khalif, membuat Shania mendelik kesal. Dan Khalif hanya terkekeh sendiri. *** "Khalif " Panggilan itu membuat langkah Khalif yang ingin kembali keruangan nya. Menjadi terhenti dan menoleh pada si pemanggil. "Bu Raya, ada apa ?" Tanya Khalif, sopan dan hormat. Mengingat Raya adalah atasan nya. Yaitu wakil CEO di perusahaan tempat nya bekerja. "Nanti malam, Papa minta kamu sama aku untuk dateng ke launching Racing Game. Kamu bisa ?" Ujar Raya, dengan nada malas dan terpaksa. "Harus saya ?" "Kamu gak bisa ?" "Hah? Bukan. Cuma, kan .. baik lah. Jam berapa ?" Ujar Khalif, akhir nya menyerah. "Jam delapan, nanti kita ketemu di sana saja " ujar Raya. Khalif mengangguk, dan kemudian Raya pamit untuk pergi. Khalif kembali melanjutkan langkah nya menuju ruangan kerja nya. sesekali ia membalas sapaan anak buah nya. *** My boy : nanti malam aku ada acara, kamu udah selesai syuting nya ? Shania mendengus kesal membaca chat yang baru masuk dari kekasih nya. "Ck.. telat deh gue. Lagian ada acara apaan sih? " gumam nya sendiri sambil merengut kesal. Winda yang melihat nya terheran sendiri. Pasal nya Shania Agatha tidak pernah memasang ekspresi lain selain datar. Shania mulai menarikan jemari nya di layar ponsel membalas pesan kekasih nya. Shania : ada acara apa? Belum. Maleman kayak nya selesai. My boy : ada lauching game baru. Shania : penting ? My boy : Pak Harlan minta aku dan Bu Raya, yang wakilin perusahaan. "Kak Raya ?" Gumam Shania penuh tanya. Ia terlihat memikirkan sesuatu. Tapi, kemudian menggeleng sendiri. Shania : berdua doang ? My Boy : iya. Shania kembali merengut kesal. Ia berdecak dan meletakkan ponsel dengan kasar di meja rias yang ada di depan nya. "Winda !" Panggil nya ketus. "I..iya Shan " jawab Winda takut - takut. "Gue mulai jam berapa? " tanya Shania, masih dengan nada yang sama. "Jam dua " jawab Winda. Shania mendengus kesal. Ia langsung bangun dari kursi yang ia duduki. Merapikan rambut panjang nya sedikit. "Gue mau cari makan siang sendiri di luar. Males gue makan nasi kotak terus " ucap nya, setelah meraih kembali ponselnya. lalu berlalu pergi meninggalkan Winda yang mendadak panik. Dan bergegas menyusul Shania keluar. "Shan.. Shania.. jam dua loe harus balik !!" Seru Winda. Shania tidak menghirau kan nya, ia langsung masuk kedalam mobil nya dan melajukan nya begitu saja. Winda hanya bisa mengdesah pasrah. "Duh... kena omel Rando lagi deh gue.. ckcckck.. lama - lama gue pensiun deh jadi menejer seorang Shania Agatha Dwiki ' gumam Winda, sambil berjalan kembali masuk ke ruang make up. *** Shania memasuki sebuah lobby gedung perkantoran. Dengan langkah anggun dan sikap angkuh nya. Semua mata jelas, kini tertuju padanya. Di siang hari, saat jam istirahat di mana para karyawan sedang sibuk lalu lalang. Mendadak memilih berhenti sejenak menatap sang superstar indonesia yang entah ada angin apa tiba - tiba berada di kantor mereka. Shania menuju meja resepsionis. "Si. Siang mbak Shania. Ada yang bisa kami bantu ?" Ujar sang wanita bersangul, dengan nada gugup. Pasal nya ia adalah salah satu fans si superstar yang kini ada di hadapan nya. "Bisa tunjukan, ruangan Bapak Teuku Khalif Wahed,? Saya ada perlu dengan nya " ujar Shania, Seperti nya wanita itu terlalu gugup hingga tidak terlalu mudeng dengan pertanyaan Shania. Membuat Shania mengerutkan dahi nya. "Permisi " tegur nya. Membuat si resepsionis trsentak. 'Ah. Maaf. Iya. Di lantai 15, mbak " jawab nya kemudian. Shania mengangguk, setelah mengucapkan terima kasih. Ia langsung berlalu menuju lift. Mengabaikan semua tatapan kagum ke arah nya. Ting Lift yang di masuki Shania terbuka di lantai 15. Shania langsung melangkah menuju meja yang berada di dekat lift. Di mana ada seorang laki - laki dan seorang wanita sedang duduk di balik meja sedang mengobrolkan sesuatu. "Gue denger, Pak Harlan berniat menjodohkan Pak Raya dengan GM baru kita. " ucap si wanita. Shania mengurungkan niat nya untuk menegur. "Siapa? Pak Khalif maksud nya ?" Tanya si pria penasaran. Si wanita itu mengangguk. "Iya, keliatan tau. Kemarin Pak Khalif, di undang makan siang bareng sama Pak Harlan. Dan, juga hari ini Pak Harlan minta Pak Khalif buat ketemu client sama Bu Raya. Belum lagi, entar malam juga Bu Raya dan Pak Khalif yang bakal ngehadiri acara lauching game terbaru perusahaan kita " jelas si wanita. "Ehem " Shania berdehem. Membuat keduanya kaget dan langsung berdiri tegak. Dan semakin kaget saat melihat siapa yabg berdiri di depan meja mereka berdua. "Shania Agatha ?" Ucap keduanya kaget dan kemudian gugup sendiri. "Ruangan Pak Khalif, di mana ?" Tanya Shania datar. Mood nya untuk beramah tamah lenyap sudah setelah ia mendengar obrolan keduanya. "Em.. mbak masuk aja, kedalam " ujar si pria menjadi gugup. Ia menujuk sebuah koridor yang ada di sebelah kiri meja kerja panjang nya. Shania melirik pada lorong tersebut. Ia mengangguk, kemudian tanpa mengatakan apapun lagi, ia berlalu menuju lorong tersebut. Melangkah menuju sebuah ruangan luas dengan beberapa meja berserta perlengpan lain nya. Karena jam istirahat, meja - meja itu kosong alias tanpa penghuni. Shania melihat satu pintu ruangan di ujung dengan tulisan General Manager. Membuat nya langsung melangkah mendekat. Tok tok tok "Masuk " Shania membuang napas nya, mencoba menguasai diri dari rasa kesal sebab mendengar obrolan dua resepsionis di depan barusan. Dan kemudian membuka pintu. Cklek Shania melangkah masuk, ia melihat Khalif sedang sibuk mengerjakan sesuatu di sofa. Sambil memainkan ponsel, juga sebuah bolpen terselip di jari nya.  Khalif menoleh, ia tampak kaget dengan kehadiran Shania yang tiba - tiba datang ke kantornya. "Shania " ucap nya. Ia langsung berdiri menghampiri kekasih nya. "Kamu kok di sini ? Ayo duduk dulu. " sapa nya. Lalu mengajak Shania duduk di sofa sebelah nya. "Kamu sibuk ? Kok masih kerja. Ini kan jam makan siang ?" Tanya Shania, heran. Khalif tersenyum, "lagi nanggung, lagian udah deliv juga tadi. Kamu udah makan ?" Shania menggeleng. "Yaudah, aku pesenin ya? Kamu mau makan apa ?" "Samain aja sama kamu " Khalif mengangguk. Shania membiarkan Khalif menelfon untuk memesan makan siang nya. Ia memilih menatap ruang kerja kekasih nya. Tampak cukup luas dan juga nyaman. Dia tersenyum bangga, mengingat di usia Khalif yang masih muda. Tapi, sudah mampu menduduki posisi setinggi sekarang. Ia tidak tau apa yang telah di lakukan Khalif hingga seperti sekarang. "Kamu kesini, mau nyamperin aku atau mau ketemu Boby ?" Shania mendelik malas pada Khalif yang duduk di samping nya. "Jangan mulai deh " kesel nya. Khalif mengulum senyum nya, lalu menggeleng sendiri. "Kamu kesini, syuting kamu gimana ?" "Aku lagi break, dan lokasi syuting ku juga gak terlalu jauh dari sini. Jadi, aku mau makan siang bareng calon suami ku " ujar Shania. Khalif mengulum senyum manis nya. Lalu mendekat untuk mengecup pipi Shania. "Ciee.. pengen banget nih, makan siang bareng calon suami? Hm ?" Goda, Khalif. Yang lagi - lagi mendapat delikkan dari Shania. "Nanti, malam dinner bareng ?" "Lha, bukan nya tadi aku udah bilang ya,kalau...." Tok Tok Tok Ucapan Khalif terhenti, ia langsung menoleh ke arah pintu. Yang langsung terbuka tanpa menunggu sautan dari nya. "Lif... eh.. Shania " ucapan Raya, terhenti saat melihat Shania ada di ruangan Khalif. "Kak, " sapa Shania dengan ramah. "Ada apa ya, Bu ?" Tanya Khalif. Ia tidak heran mengapa Shania mengenal Raya. "Eh.. Papa menyuruh saya, untuk mengajak mu, makan siang bersama. " ujar Raya. Ia melirik Shania dengan heran. "Yaa.. saya udah deliv tadi. Maaf ya, Bu. Bilangin Pak Harlan kalau saya ada tamu " jawab Khalif, tidak enak. Raya mengangguk, ia melirik tanya pada Shania. "Kalian berdua...." "Ah ya, Bu Raya pasti udah kenal kan. Tapi, biar saya kenalin lagi. Ini Shania, calon istri saya " ujar Khalif. Membuat Shania yang tadi sempat memendam cemburu dan curiga juga kesal dan marah. Mendadak mengulum senyum senang. Sedang kan Raya hanya bisa mengerutkan dahi nya. Menatap keduanya dengan bergantian. Tapi, tidak mengatakan apapun. "Yaudah, kalau begitu saya permisi " ujar Raya. Khalif dan Shania mengangguk. "Kamu kenapa ?" Tanya Khalif, heran melihat Shania yang senyum - senyum sendiri. "Lagi senang aja " jawab Shania. Khalif ikut terkekeh geli sendiri. Tapi, tidak menampik kalau ia juga senang mendengar Shania senang. Sejenak kemudian kedua nya mulai di liputi kesunyian. Sejak, pesanan mereka datang. Shania lebih fokus pada makanan nya. Sedang, Khalif lebih fokus pada kerjaaan nya. Kalau Shania sudah habis setengah nasi padang nya. Maka sejak tadi, Khalif baru menyuapkan nasi hanya dua sendok. "Makan dulu, Lif " tegur Shania mulai sebal. Yang di respon hanya deheman cuek dari Khalif. Membuat Shania menghelan napas kasar. "Kamu kok sibuk banget sih, ini makan dulu. Nanti sakit lho " tegur Shania. Khalif hanya menoleh sbentar. Laku tersenyum. "Nanggung sayang, ini harus selesai sebelum hari H kita. Yang tinggal dua minggu lagi " Shania berdecak. Dengan terpaksa ia mengambil inisiatif untuk menyuapi kekasih nya. "Aa.. biar aku suapin" "Dari tadi, kek ' ucap Khalif, terkehkeh. Ia membuka mulut nya menerima suapan dari tangan kekasih nya. "Makan dari tangan kamu, lebih enak rupa nya " ujar Khalif, terkekeh sendiri. Shania hanya tersenyum gemas melihat kelakuan kekasih nya. "Apa kata kamu deh, yang penting nasi kamu habis. " "Makasih calon istri ku " "Apa sih, geli tau " "Hahahahahaha... kamu harus biasain itu " ujar Khalif dengan tawa pecah. "Alay kamu " ujar Shania, ikut tertawa pelan. Dengan muka memerah karena tersipu malu akan panggilan Khalif barusan. Khalif masih tertawa, kembali menerima suapan dari Shania. Sambil mengerjakan kerjaan nya. Sesekali ia melirik menggoda pada kekasih nya. Membuat Shania kesal dan memukul manja lengan nya. Yang membuat Khalif kembali tertawa. Keduanya benar - benar terlihat berbahagia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD