DI SESAKI RINDU

2137 Words
Cut!! Teriakan sang sutradara, membuat semua kru dan para artis menghela napas lega mereka. Shania yang memang sudah gerah sejak tadi, langsung berjalan menuju tempat istirahat nya. Winda datang menghampirinya dengan sebotol air mineral. Ia langsung memberikan nya pada Shania, saat gadis itu duduk di kursi lipat nya. Beberapa fans terlihat berkumpul di dejat area syuting. Mereka terlihat sedang terlihat senang karena bisa melihat sang idola secara langsung. Apalagi saat Shania menoleh pada mereka dan melempar senyum tipis khas seorang Shania. Langsung membuat mereka semua berteriak histeris. Blitz Kilatan lampu kamera membuat Shania mengalihkan matanya dari naskah. Ia menoleh pada beberapa penggemarnya yang masih mengenakan seragam sekolah. Ia mencoba melempar senyum ramah nya. Yang langsung membuat mereka menjerit histeris. Dan Shania kembali fokus pada naskah nya. Winda yang setia berdiri di dekat nya, hanya menggelengkan kepala nya dengan sambil menghela napas berat nya. "Win, bilang ke Indra, jam delapan gue harus balik " ujar Shania, tanpa mengalihkan mata nya dari naskah yang sedang ia baca. Winda mengangguk, ia langsung berjalan menghampiri seorang pria yang sedang duduk di balik layar monitor. Menyampaikan pesan yang di sampaikan oleh Shania. Di saat Shania sedang di sibukkan oleh naskah nya. Seorang cowok menghampiri nya. Dan langsung mengambil duduk di samping Shania, yang memang ada kursi kosong. "Serius amat, mbak " cetus cowok itu melirik pada Shania. Membuat gadis cantik itu menoleh dan memberikan senyum tipis. "Loe, ngapain ?" Tanya Shania langsung. Membuat pria yang berkacamata dan memiliki lesung pipi itu terkekeh pelan. "Loe selesai jam berapa ?" Tanya Boby, ya. Laki - laki itu adalah Boby. Ia masih mengenakan stelan kantoran nya. "Delapan " jawab Shania tanpa menoleh. Boby mengangguk - ngangguk paham. Lalu ia melihat jam di pergelangan tangan kiri nya. "Tiga jam lagi " ujar nya, Shania tampak acuh. Ia sedang berkonsentrasi penuh untuk menghafal scane selanjut nya. Setelah melakukan istirahat satu jam, syuting kembali di mulai. Shania langsung berdiri dari duduk nya. Dan berjalan untuk menghampiri lawan main nya yang sduah lebih dulu sampai di tempat nya. "Kamera " "Rolling " "Action " Semua terdiam, melakukan tugas masing - masing dengan sebaik mungkin. Boby duduk dengan santai, ia memperhatikan Shania yang sedang berakting menjadi seorang gadis yang begitu polos. Ia harus memuji acting Shania yang begitu baik. Kedua sudut bibir nya tertarik secara berlawanan. *** Malam ini, Shania akan menghabiskan malam nya di Club malam. Yaitu Gicter bar Club malam yang terkenal dengan kemewahan dan juga kelengkapan fasilitas nya. Setelah beristirahat sebentar di apartemen nya. Kini, ia sudah berada di tengah - tengah gemerlap nya dunia malam. " one " "Biasa ?" Tanya sang bartender, Shania mengangguk. Ia menikmati dentuman musik, matanya mengedarkan sekitar. Hingga segelas minuman di letakkan di dekat nya. Membuat Shania langsung menegak nya. Ia terlihat santai, seolah sudah biasa menegak cairan yang membuat tenggorokka nya panas. Sambil sesekali ia mengedarkan mata nya ke sekitar. Hingga sosok Boby duduk di samping nya, tapi Shania hanya menatap nya sekilas. "Winda yang ngasih tau loe ? " tanya Shania mendelik tajam. Boby hanya tertawa, ia memilih meneguk minuman yang baru di sediakan oleh batender. "Gue sangat tau loe Shania " jawab Boby Shania mendengus malas. Kembali ia meneguk meniman nya, lalu memilih menikmati musik. Entah kenapa, di tempat sebising itu Shania bisa melamun. Tatapan nya menjadi kosong, dan terdengar menghela napas kasar. "Shania, loe kenapa ? " tanya Boby? yang menyadari sikap aneh Shania. Gadis cantik dalam balutan dress hitam ketat itu menggeleng. Kembali meneguk minuman nya. Ada hal yang sangat menganggu fikiran nya, bahkan sangat menganggu setelah sekian tahun dan hal itu terus menganggu dan meremas jiwanya. Lagi, Shania menghela napas kasar nya. Matanya kini menatap nanar pada gelas kosong di tangan nya. Kenapa dia jadi seperti ini ? Itulah pertanyaan yang selama ini ia tujukan entah pada siapa. Shania mengeluarkan ponsel nya, ia membuka salah satu aplikasi media sosial nya. Yaitu, **. Shania membuka sebuah profil yang memang selalu ia lihat setiap kali ia membuka ponsel nya. T Khalif Wahed Nama itu tertera di akun tersebut. Dengan jumlah follower yang ratusan ribuan dan jumlah di posting yang minim. Tidak lebih dari lima puluh postingan. Shania membuka sebuah foto yang di posting akun itu sekian tahun lalu. Hanya sebuah foto gelang Couple. Dengan caption.  Wait me. Kemudian mata Shania beralih pada pergelangan tangan kirinya sendiri. Gelang yang sama dengan yang ada di foto. Boby yang memperhatikan Shania, menghela napas berat nya. "Mau sampai kapan, sih ?" Ujar Boby tiba - tiba. Shania melirik nya sekilas, kemudian menatap kosong pada gelas nya. "Loe beneran nungguin dia? " Shania diam, tidak merespon apapun. "Ini udah enam tahun, dan lihat!. Tuh cowok gak ada kabar apapun sama loe, nemuin loe aja enggak. Bandung - jakarta itu cuma beberapa jam ya, ck. Heran gue !" Shania tersenyum kecut. Boby memang benar. "Ayo lah Shania, loe gak terlalu bodoh kan? Nungguin sesuatu yang enggak ada kepastian kayak gini. Loe nunggu dia, oke. Tapi apa loe yakin di masih nunggu loe? Loe gak tau kan, siapa tau dia udah lupa bahkan udah menemukan yang baru " ujar Boby lagi. Shania menoleh sendu padanya, lalu membuang napas berat. "Gue gak percaya, seorang Shania Agatha Dwiki, terpuruk hanya karena satu cowok. C'mon Shan... " lanjut Boby frustasi sendiri. "Gue balik " respon Shania. Ia langsung beranjak turun dari kursi nya. Lalu meninggalkan Boby begitu saja. Membuat Cowok itu berdecak kesal sendiri. Dan kemudian memilih untuk mengikuti Shania. *** "Kak Shaniaaaa... yuhuuu... " Mendengar seruan alay itu, Shania yang baru saja memasuki rumah mewah orang tua nya, langsung memutar bola matanya dengan malas. Cio muncul dari arah dapur langsung berjalan ke arah nya. "Duh, kakak gue yang cantik, artis terkenal seantero negeri.. hahaha.. masih ingat rumah loe, kak " ujarnya, memeluk sang Kakak. Shania membalas pelukkan Cio dengan malas. Ia tersenyum manis pada Shani yang ikut menyusul di belakang adik nya bersama dengan bocah laki - laki yang berumur lima tahun. "Kak, mau es krim? Tadi, Ci Shani beli es krim buat Devin, enak " ujar bocah menggemas kan itu. Shania mengulum senyum, ia memeluk adik nya dan membawa nya dalam gendongan. "Kamu makin berat " keluh Shania mencium pipi Devin, yang sedikit bercelemot es krim vanila. "Enggak tau, ish. Abang Cio tuh yang berat " gerutu Devin dengan merajuk. "Hai, Shan. Kapan balik ?" Ujarnya menyapa Shani. "Kemarin, " "Liburan? " "Enggak, emang balik ke sini. Selamanya !" Jawab Cio dengan senyuman bahagia. "Iya, Kakek mau aku ikut bantu di perusahaan nya " ujar Shani. Shania hanya mengangguk paham. Ia melirik Cio yang tentu sangat senang mendengar itu. Setelah enam tahun mereka LDR. Empat tahun mereka masih tanpa status. Dan saat Cio lulus SMA, Shani baru berani menerima cinta Cio. Selama ini kedua nya sama - sama menunggu. Dan dua tahun mereka LDR dengan status kekasih. "Sayang, udah lama ?" Ujar Veranda, mamanya Shania. Yang muncul dari arah pintu masuk. Di susul sang Papa yang membawa beberapa paperbag. "Baru kok, Ma. " jawab Shania, ia memeluk erat sang Mama. Kemudian beralih pada sang Papa. "Papa kangen banget sama kamu, huft "ujar Keynal. Shania mengulum senyum. "Shania juga, Pa " jawab Shania. "Maaf ya Shani, tante jadi ngerepotin kamu deh, Devin gak rewel kan ?" Ujar Ve, mengusap pipi anak nya yang kotor. "Enggak kok, Tante. Devin sih anteng, cuma Cio aja yang ngerepotin " jawab Shani. Yang langsung membuat Cio cemberut. "Dia mah emang selalu ngerepotin loe " timpal Shania. "Udah, itu resiko punya pacar Bronis, iya kan ?" Saut Keynal. Yang langsung di angguki semangat oleh Cio. "Bronis,? Papa beli bronis? Mauuuu.. " ujar Devin, langsung memeluk kaki papanya. "Pa, Devin mau bronis. " lanjutnya dengan mata berbinar. "Emm. Papa gak beli bronis " jawab Keynal kikuk sendiri. Ia melirik pada Veranda. Yang tengah mencibir nya. "Tadi, bilang Bronis " ujar Devin dengan muka polos. Keynal langsung tertawa, ia meletakkan paperbag istri nya lalu menggendong anak nya. "Bukan bronis kue sayang, tapi Brondong manis " jawab Keynal, mencium pipi Devin. "Brondong manis, apa ? Kue juga ? Enak gak pa ?" "Syukurin " gumam Ve, saat Keynal menoleh memohon pertolongan padanya. Sedangkan Shania, Cio dan Shani. Hanya berusaha menahan tawa melihat muka kebingungan Keynal. "Udah, sekarang mending kita langsung kebelakang. Devin mau ikut bakar - bakar kan ?" Dalih Keynal. "Bakar apa, Pa. ? Bakar rumah ?" "Boleh, abis itu kita semua tinggal di jalanan, mau !?" Devin, langsung tetawa. Ia memeluk leher ayah nya. Mengecup bibir Keynal dengan sayang. "Sayangggg. Papa " ucap nya. Keynal tertawa, ia membawa Devin ke halaman belakang dan yang lain ikut menyusul. Malam minggu ini, memang Veranda yang mengusulkan untuk membuat acara kecil - kecilan di halaman belakang rumah nya. Dan semua semkin lengkap dengan kehadiran Shani, yang memang sudah dekat sejak dulu. Walau Shani, jauh di London karena menempuh pendidikan nya. Tapi, saat libur Shani sering pulang dan mampir ke rumah Cio. Cio dan Shani memang terpisah jauh, tapi mereka tidak pernah merasa ada jarak. *** Shania senang di saat - saat seperti ini. Di mana ia bisa berkumpul dengan keluarga. Tapi, ia pasti juga selalu merasa ada yang kurang. Sejak ia mulai masuk ke dunia entertain, ia memilih untuk tinggal di apartemen. Alasan nya karena ingin mandiri. Tapi, sebenar nya ia memiliki alasan lain. Yaitu, ia lelah. Lelah melihat tatapan iba dari keluarga nya sendiri. Dan ia juga lelah berpura - pura kalau ia baik - baik saja. Ia tau, kalau ia sudah hancur. Ia tau, sejak enam tahun lalu ia telah kehilangan separuh jiwa nya. Dan itu, yang selalu membuat nya merasa kurang. Bahagia tulus nya tidak ada lagi. Hanya memaksa diri. Bahkan di dalam keramaian ia selalu merasa sepi. Itu adalah sepi yang sesungguh nya. "Kakak, nginep kan ?" Tanya Ve,duduk di samping nya. Shania mengangguk, ia mengitari pandangan ke sekitar. Cio dan Shani sedang duduk bersama Devin yang terus berceloteh sejak tadi. Sesekali Cio menjaili adik nya. Dan Devin akan berteriak meminta tolong pada Shani. "Papa mana?" Tanya Shania, yang mulai sadar kalau sang Papa menghilang dari halaman itu. "Di dalam, sakit perut katanya " jawab Ve. Shania mengangguk, ia menatap ke atas langit. Tau kalau di perhatikan, Shania menoleh pada sang Mama. "Besok, ada anak teman Mama yang mau kenalan sama kamu " "Ma.. " rengek Shania. Ini sudah kesekian kali nya. "Shan, ini udah lama, dan kamu seolah menarik diri sayang " "Ma, jangan paksa aku. Biar aku sendiri yang jalani hidup aku. Cukup enam tahun yang lalu. " ujar Shania, memohon. Ve menghela napas berat nya. "Ya" jawab Ve pasrah. Shania tersenyum, " sebenarnya kamu tau kan di mana Khalif, mama tau kamu pernah mencoba buat bertemu dengan nya " Shania diam, Mamanya benar. "Kamu terlalu sibuk sama kerjaan, kuliah kamu gimana ? Hm ? Mau sampai kapan ?!" Ujar Ve, memilih mengalihkan topik. Ia menatap garang pada putri nya. Shania meringis, "lagi jalan,Ma. " "Jalan terus, kapan sampai nya. Itu jalan kemana? Ke akhirat ?" Tanya Ve dengan galak. Shania tertawa pelan, ia memeluk Mama nya dengan sayang. "Tinggal skripsi kok, Ma. Janji, dua bulan lagi pasti selesai" "Janji ?" Shania mengangguk, Ve tersenyum. Ia memeluk anak nya dengan sayang. Mengecup kening Shania dengan lembut. Ia sangat merindukan anak nya, sangat. "Mama.. " suara pelan dan lirih itu mengalihkan perhatian keduanya tanpa melepas pelukkan. Di depan mereka Devin berdiri dengan mata berair. Tampak abis menangis. "Abang, jahat. Abang bilang kalau Mama sama Papa mau cari adek baru. Terus Devin gak di sayang lagi " ujar Devin, dengan muka menahan tangis. "Ya Allah.. " gumam Ve, frustasi. Ia menatap tajam pada Cio yang tampak tertawa di ujung sana. Shani hanya bisa menutup muka malu karena kelakuan Cio yang iseng banget sama adik nya. "Ya ampun, sini sayang " ujar Ve, ia melepaskan pelukkan Shania. Lalu beralih menggedong anak bungsu nya dan membawa duduk di antara dia dan Shania. "Emang nya Devin gak mau punya adik ?" "Shania " tegur Ve. Shania hanya terkekeh geli. Ia memeluk adik kesayangan nya yang begitu lucu dan menggemaskan. "Mama gak mau beli adik lagi kan? Devin gak mau punya adik " rajuk Devin. "Enggak, Abang bohong. Besok - besok jangan mau di bohongi sama abang. Ya ?" Ujar Ve. Devin mengangguk, mengusap air matanya. "Kakak, Devin mau bobo sama kakak ya " ujar Devin dengan manja. "Enggak mau, kamu tidurnya lasak. "Tolak Shania. Devin langsung cemberut. Ia menoleh pada mama nya akan mengadu. Membuat Shania terkekeh geli. Ia memeluk adik nya dan mencium dengan gemas. "Kamu lucu banget sih.. muach muach.. iya, boleh kok bobo sama Kakak. " ujar Shania. "Horeee... sayangggggg kakak " ucap Devin, di akhiri dengan sebuah kecupan di pipi Shania. Veranda hanya tersenyum melihat dua anak nya itu. Ia selalu berdoa dalam hati untuk kebahagiaan anak sulung nya. Yang selama ini hidup dalam rindu yang tidak bisa di keluarkan. Sehingga membuat nya sesak dan susah untuk bernapas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD