Bab 1

3040 Words
Flasback 5 tahun yang lalu......   Gadis yang kini tengah menata rambutnya di depan cermin itu sesekali tersenyum, ia mengambil parfum yang ia letakkan di atas meja rias dan kemudian menyemprotkannya ke badan. Gadis itu menatap pantulan dirinya dengan senyam-senyum sendiri di depan cermin besar yang ada di dalam kamarnya. Seragam SMA yang ia kenakan terlihat sangat pas ditubuhnya, tidak disangka sebentar lagi dia akan lulus dari bangku SMA. Padahal sepertinya baru kemarin dia masuk di bangku sekolah dasar  bersama Davin dan juga Venna---kembaran Davin. Memang waktu itu terasa sangat begitu cepat, bahkan sampai Naya saja tidak sadar sudah sejak kapan dia memiliki perasaan cinta untuk cowok dengan kulit putih dan mata setajam elang namun meneduhkan itu. Memikirkan hal tersebut membuat Naya harus selalu mengingatkan dirinya agar tidak menyatakan perasaannya kepada Davin agar persahabatannya tidak rusak begitu saja karena yang namanya cinta.  "Naya kamu udah bangun belum sih? Itu Davin nunggu kamu dari tadi loh di bawah," ucap Rere---Mama Naya dari balik pintu kamar. Dengan segera Naya langsung merapikan tatanan rambutnya dan berlari keluar kamar. "Iya Mah sebentar lagi," jawab Naya sambil berjalan ke arah ranjangnya untuk mengambil tas yang ia taruh di sana. Setelah menjawab Naya pun langsung mengambil tas dan berjalan keluar kamar, senyumnya merekah saat mengetahui Davin menjemputnya untuk kesekian kali. Tanpa sepengetahuan Davin, ia diam-diam menyimpan sebuah rasa dalam persahabatan mereka. Entah bagaimana yang terjadi saat Davin menyadari perasaan yang dimiliki Naya kepadanya. Benci atau malah menerima, yang jelas Naya harus menyimpannya rapat-rapat agar tidak mengancam persahabatan mereka. Sesampainya di bawah, Naya langsung melihat Davin yang tengah bersenda gurau dengan keluarganya. Memang sudah biasa melihat hal itu karena keduanya memang sangat dekat sejak mereka berdua masih kecil. Apalagi Sabilla Kania atau yang sering dipanggil Nia, dia selalu menggoda Naya dan Davin untuk segera meresmikan hubungan mereka ke tahap pacaran. Tapi Davin hanya menjawab ‘Kita cuma teman kak nggak lebih’, tentu sangat menyakitkan ketika mengetahui orang yang dicintainya justru malah mematahkan angannya begitu saja. "Udah datang aja lo? Biasanya gue nunggu sampe lumutan, baru lo nongol!" Omel Naya sambil berjalan ke arah Davin. "Si Venna mana?" tanya Naya sambil melihat keberadaan Venna tapi hasilnya nihil. "Ke Bandung," jawab Davin. "Ngapain?" "Gak tahu," jawab Davin sekananya. Karena Davin sendiri juga tidak mengetahui ada urusan apa kembarannya itu pergi ke Bandung pagi tadi bersama dengan Mamanya. Lagipula Davin itu bukan tipe laki-laki yang punya keingintahuan tingkat tinggi. Dia lebih ke tipe cowok cuek dan masa bodoh.  Naya memutar kedua bola matanya malas, "Dasar kembar." Jengah Naya.  "Iri kan lo?" Davin terkekeh saat melihat Naya menatapnya dengan jengkel. "Gue iri sama lo? Idih kepedean banget sih, dasar!" sinis Naya dengan tampang ogah-ogahan menatap ke arah Davin. Nia, kakak Naya pun langsung melerai perdebatan antara kedua mahkluk paling egois tersebut. Tidak mau mengalah dan maunya hanya menang sendiri. "Sana cepat berangkat nanti telat," usir Nia. "Lah? Gue aja belum sarapan anjir!" ucap Naya dengan protesannya.   "Udah tenang aja, Mama tadi siapin bekal buat kamu dek," kata Nia menyakinkan adiknya. "Bener Nanti kakak bohongin aku lagi?" tanya Naya sedikit was-was. Pasalnya kakaknya itu kadang suka mengada-ngada dan memutarbalikkan fakta. Apalagi hobi sekali mengerjai dirinya yang tidak tahu apa-apa. "Bener," ujar Nia dengan mengacungkan kedua jari tangannya membentuk huruf V. Rere menyerahkan sekotak bekal kepada Naya dan kemudian gadis itu menerimanya dengan senyuman yang begitu memukau. Bahkan Davin saja sampai terpukau sesaat, "Makasih Mah." Naya mengambil kotak bekal itu dengan tersenyum. "Sama-sama," balas Rere dengan ikut tersenyum.   "Ya udah sana berangkat, keburu gerbang nanti ditutup,” Rere mengacak rambut anaknya pelan. Naya menghela nafasnya pasrah, "Ya udah Naya berangkat dulu kalau gitu, Assalamualaikum!” Pamit Naya sambil mencium punggung tangan anggota keluarganya dan diikuti oleh Davin di belakangnya. “Wa ‘alaikum sallam,” jawab mereka serempak. Naya dan Davin berjalan menuju ke arah halaman rumah, sesampainya di sana mereka berdua memasuki mobil milik Davin. Saat keduanya sudah berada di dalam mobil Naya menghentikan kegiatan Davin yang tengah memasang seatbelt, otomatis Davin menghentikan aktivitasnya. “Davin,” panggil Naya pelan. Cowok itu menoleh, “Kenapa? Serius banget muka lo Nay?” Davin bertanya balik kepada Naya. Cewek itu terlihat menggigit bibir bawahnya dengan ragu. Naya ragu, apa yang akan dia katakan nanti akan membuat Davin semakin dekat dengannya atau justru malah membuatnya menjauh. Ia menarik nafasnya dan kemudian menghembuskannya dengan perlahan. “Nggak jadilah, tampang lo mupeng pengen tahu banget sih hahaha!” Jawab Naya sembari tertawa kencang. Sebenarnya itu hanya alibi Naya saja untuk menutupi keseriusan yang terpampang di wajahnya. Davin pun gemas karena melihat tingkah Naya. “Aneh lo, Nay,” dengan tampang kesalnya Davin menyalakan mesin mobilnya dan segera melaju menuju ke sekolah. Tanpa sepengetahuan Davin, Naya hanya tersenyum pasrah, Sebenarnya gue cuma mau bilang Dav, gue cuma mau bilang kalau gue nggak mau kehilangan lo. Tapi gue ragu dan takut kalau lo malah menghindar dari gue. Batin Naya sedih.            * * *     Sesampainya di sekolah Naya dan Davin berjalan beriringan sambil bersenda gurau bahkan banyak sekali murid-murid yang iri dengan kedekatan mereka berdua. Padahal Davin mempunyai kembaran tapi Davin lebih dekat dengan Naya. Mereka berjalan menuju ke arah kelas 12 IPA 3 yang terletak lumayan jauh dari area parkiran. "Gue mau ngantin dulu deh Dav, bye," saat mereka berada di persimpangan antar kelas 12 IPA 3, toilet dan kantin. Tiba-tiba Naya berbelok ke kanan untuk pergi ke kantin. Melihat kelakukan ajaib milik Naya membuat Davin menggelengkan kepalanya tidak habis pikir. "Bener-bener tuh anak," gerutu Davin, dia kemudian berjalan menuju ke arah kelasnya. Naya berjalan ke arah kursi di kantin dan dia kemudian memesan makanan yang bisa membuat perutnya kenyang. Gara-gara kakaknya tadi sehingga membuatnya belum sempat sarapan, ya walaupun sudah diberi bekal tapi sama saja, bekal itu bakal ia makan saat jam istirahat kedua nanti.   "Bu pesen batagor sama es jeruknya satu ya," ucap Naya sambil mengeluarkan ponselnya. Ibu-ibu tadi mengangguk dan kemudian berjalan ke arah standnya dan mulai membuatkan pesanan milik Naya. Sedangkan Naya kini tengah memainkan ponselnya supaya ia tidak merasakan kebosanan ketika harus menunggu pesananya datang. "Ini neng pesanannya," ucap ibu kantin dengan ramah. "Siap makasih ya, Bu," ucap Naya sambil tersenyum saat menerima pesanannya tersebut. Naya memakan suap demi suap batagor itu. Saat enak-enakan makan tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya dan dia tidak sengaja tersedak oleh makanan yang ia makan sendiri. UHUK UHUK Sontak orang itu langsung memberikan jus jeruk milik Naya dengan tergesa. Sedangkan Naya yang merasakan bahwa pasokan udaranya menipis langsung menepuk-nepuk dadanya. “Nih minum dulu,” ucap orang itu sambil menyerahkan minuman yang belum segera di terima oleh gadis itu. Tanpa banyak bicara dengan cepat Naya merebut jus miliknya dan langsung meminumnya hingga tandas. "Wah kurang ajar lo!" ketus Naya sambil memukul kepala orang itu gemas. "Aww eh sori gue nggak tahu lo lagi makan," bela orang itu sambil menghindari serangan bertubi yang Naya berikan. "Heh! Emang badan gue sekecil apaan?! Gak kira-kira kalau ngomong!" ketus Naya sambil menetralkan degub jantungnya. "Ya kan gue nggak tahu, maaf deh," ucapnya dengan perasaan bersalah. "Hmm." "Kenalin gue Raka Vataro, anak baru di SMA Angkasa," ujar orang yang mengaku bernama Raka tersebut. Naya menatap orang itu, "Anak baru?" tanya Naya. Dan orang itu mengangguk. "Kelas?" tanya Naya lagi. “Kelas yang di sekolah lama apa di sekolah ini?” tanya Raka dengan cengiran khasnya. “Ya, yang sekaranglah. Kurang kerjaan banget gue nanyain kelas lo di sekolah lama,” sewot Naya. "Ya siapa tahu lo penasaran sama gue, kan gue ganteng haha. Oke, gue anak kelas 12 IPA 3," jawab Raka dengan mengedipkan sebelah matanya ke arah Vania. "Jawab gitu aja lo muter-muter DKI. Lo itu sekelas sama gue," jawab Naya malas dan kini dia malah melanjutkan acara makan yang tertunda gara-gara si pengganggu tadi. "Ya udah yuk anterin gue ke ruang kepala sekolah trus kita ke kelas," ajak Raka dengan percaya dirinya. "Dih ogah! Mending gue makan," jawab Naya sekenanya.                                    Raka nampak terpaku karena penolakan yang ia terima dari gadis tersebut. Di sekolah lamanya dulu dia tidak pernah mendapat penolakan apalagi dari seorang perempuan. "Apa lo lihat-lihat?!" ketus Naya sambil melotot tajam. Tiba-tiba ponsel Naya berbunyi dengan sigap dia langsung mengangkatnya. "Hallo?" "..." "Dih iya-iya bawel deh! Gue udah otw ini!" Padahal kenyataannya masih duduk.   "..." "Jauh anjai kelas sama kantin!" "..." "Oke fine!" Dan panggilan pun terputus. Naya kemudian melirik ke arah Raka sekilas kemudian dia berpikir. Kalau misalnya gue sama Raka, Davin cemburu nggak ya. Coba kali ah. Pikir Naya sambil menatap wajah melas milik Raka. Naya kemudian menatap Raka dan kemudian dia menuruti kemauan cowok itu untuk mengantarnya ke ruang kepala sekolah dan kemudian melanjutkannya ke kelas. "Ya udah gue anterin," Naya kemudian bangkit dari duduknya sejenak dia menyeruput es jeruk yang tinggal sedikit. "Udah deh nanti gue beliin lagi,” ucap Raka sambil menarik tangan gadis itu segera menjauh dari kantin. "Nanggung tinggal dikit juga," balas Naya, selesai menandaskan satu gelas es jeruknya Naya kemudian meletakkan gelas itu ke atas meja dan berjalan mengikuti Raka dari belakang. Sepertinya Naya melupakakan sesuatu. Ponsel miliknya itu tertinggal di atas meja kantin. Dengan refleks dia menepuk jidatnya dan berlari berbalik arah untuk mengambil ponsel miliknya. Tuh anak lama-lama bikin gue penasaran. Batin Raka. "Huh untung masih ada," hela nafas lega ke luar dari mulut Naya. Kemudian dia kembali bersama dengan Raka, sedangkan Raka mengernyit heran akan tingkah Naya. "Dari mana lo?" tanya Raka.   "Ngambil hape tadi ketinggalan di kantin," ujar Naya seadanya. "Ck! Ceroboh." "Biarin!" jawab Naya. "Eh btw nama lo siapa?" tanya Raka. Naya yang merasa diajak berbicara kemudian mendongakkan kepalanya memang Raka itu tinggi seperti Davin kira-kira Naya hanya sebahunya saja. "Arletha Kanaya, lo panggil Naya aja," jawab Naya dengan memberikan senyum manis. "Oke Naya," balas Raka sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Naya. Naya bergidik ngeri saat melihat tingkah teman barunya tersebut. "Kenapa, Mas? Kelilipan?" tanya Naya cengo. "Kelilipan sama cinta kamu," goda Raka sembari mengedipkan sebelah matanya ke arah cewek itu. "Anak baru udah songong! Udah berani godain gue lagi!" ketus Naya. "Oh come on babe, I'm kidding you," jawab Raka sembari terkekeh jenaka. "Yang waras ngalah!" setelah menjawab seperti itu Naya meninggalkan Raka yang masih berada di belakang. Raka malah tertawa terbahak-bahak saat mendapati tingkah teman perempuan barunya itu. “Kayaknya gue bakal betah di sini,” Batin Raka dengan menampilkan senyum tipisnya.   * * *   Setelah menemani Raka ke ruangan kepala sekolah akhirnya dia bisa kembali lagi ke kelasnya yang tentunya dengan Raka. Bisa ditebak setelah itu Davin akan menguhujani dirinya dengan berbagai macam pertanyaan. "Pagi, Bu," sapa Naya kepada Bu Ratih yang tengah menulis materi di papan tulis. Bu Ratih pun menengok ke arah Naya, "Kamu telat Naya?" tanya Bu Ratih penuh dengan selidik. Naya menggelengkan kepalanya, "Enggak Bu, saya tadi nemenin murid baru buat cari ruangan kepala sekolah.” Jawab Naya sebagian jujur. "Murid baru?" tanya Bu Ratih menatap Naya penuh dengan selidik.   "Iya, Bu, itu orangnya," Raka yang merasa ditunjuk Naya pun kini berjalan masuk ke kelas. Dapat dilihat semua sisiwi terpekik kaget karena melihat kedatangan Raka. "Wih anjir cogan nyasar ke sini," pekik Betty. "Bu, saya boleh duduk nggak nih?" tanya Naya yang membuyarkan lamunan semua siswi dan guru itu. "Oh iya silahkan, dan kamu silahkan perkenalkan diri kamu," perintah Bu Ratih. Naya berjalan melewati Bu Ratih dan Raka dengan tersenyum. Naya meletakkan tasnya terlebih dahulu setelah itu baru dia duduk. Davin menatap Naya bertanya. Tiba-tiba kursi Naya berguncang dan itu disebabkan oleh Betty teman Naya. "Anjirr gempa!" pekik Naya sambil berpegangan dengan mejanya. Davin yang melihat hanya menggelengkan kepala tidak habis pikir dengan Naya. "Itu si Betty yang dorong kursi lo! Bukan gempa," ucap Davin Naya kemudian terkekeh dan setelah itu dia menghadap ke belakang. "Apa sih, Bet?" tanya Naya kemudian memutar kedua bola matanya malas. "Itu cogan dapet dari mana? Trus namanya siapa?" tanya Betty dengan begitu excited.   "Ya makanya dengerin dia ngenalin diri dulu dong," ucap Naya dan dibalas senyum merekah dari sahabatnya itu. "Pagi semua," sapa Raka dengan ramah. "Pagi juga!" jawab semua murid dengan semangat kecuali Naya. "Kenalin nama gue Raka Vataro, gue pindahan dari SMA Mutiara, semoga kita bisa berteman," ucap Raka dengan hangat. "TENTU RAKA," jawab murid perempuan dengan kompak. Kalau kalian bertanya bagaimana reaksi murid laki-laki tentu jawabannya sewot dan datar. Di kelas itu ada Davin saja membuat mereka kalah saing apalagi ini ada Raka, bisa jones akut mereka. "Ya sudah silahkan kamu duduk Raka," saat guru itu mempersilahkan Raka untuk duduk banyak yang menawari dirinya untuk duduk bersama tentu saja itu perempuan yang menawarinya. "Raka duduk sini sama aku," "Heh Dirga minggat sana lo biar si Raka duduk di sini!" "Plis duduk sini." Itu berbagai lontaran yang didengar oleh Raka. Tapi pilihan Raka jatuh ke bangku di mana letak Betty berada, yaitu di belakangnya Naya dan Davin. "Hai boleh duduk di sini?" tanya Raka dan dibalas anggukan oleh Betty. "Bo ... boleh kok," jawab Betty. Bahkan dia sampai terserang gugup mendadak.   "Huh, gagap mendadakkan lo gara-gara cogan. Untungnya bukan Jonathan Christie yang duduk di samping lo, bisa-bisa lo jantungan hadeuh," ucap Naya tersenyum jenaka, "itu bukan tempatnya Rafly?" lanjut Naya saat dia mengingat sesuatu. "Oh iya gue lupa!" jawab Betty sambil menepuk dahinya secara spontan.     * * *   "Dav, nanti ke toko buku ya?" ajak Naya kepa da Davin. "Buat?" tanya Davin dengan menggoda. "Beli baju!" ketus Naya. TAK! Satu jitakan meluncur di kepala Naya, ya siapa lagi kalau bukan Davin yang melakukannya. Akhirnya Naya membalas perbuatan cowok itu dengan mencubit pinggang laki-laki itu dengan kuat. Sontak saja Davin terpekik kesakitan. "Aww!" pekik Davin sembari memegang pinggangnya yang ngilu akibat cubitan dari Naya. Memang sih jurus jitu perempuan itu adalah cubitan. Jangan sekali-kali meremehkan marahnya seorang perempuan sekali cubit rasanya seperti digampar 10 kali. "Mampus lo!" "Sakit, Nay,” keluh Davin. "Salah sendiri orang gue ngajak ke toko buku ya jelas beli buku pakek tanya! Terus apa maksud lo ngejitak kepala gue?! Nanti kalau gue amnesia terus gue lupain lo gimana?" cecar Naya bertubi-tubi. "Karena lo jawab salah makanya gue jitak, kalau lo amnesia itu suatu keberkahan buat gue," jawab Davin sambil memperlihatkan senyumnya. Senyum yang ada di wajah Naya semakin lama kian memudar dia merasakan mendapatkan beribu-ribu hantaman di ulu hatinya. Sakit Dav! Kenapa lo nggak peka sih? Itu kode buat lo agar lo ngeminta gue selalu di sisi lo! batin Naya sambil menatap cowok di sampingnya itu dengan tatapan sendu. "Malah melamun," dengus Davin. "Naya, lo nggak apa-apa?" tanya Davin saat melihat perubahan mimik wajah sahabatnya itu. "Gue nggak apa-apa kok," balas Naya berbohong, seulas senyum simpul terlihat di wajahnya. Jelas saja ia berbohong, dia belum siap untuk mengatakan tentang perasaanya kepada Davin. Selalu ada apa-apa di balik kata nggak apa-apa Dav! "Oh ya udah, habis muka lo kayak hidup segan mati tak mau gitu sih!" ucap Davin dan dibalas senyum paksaan dari wajah Naya.                         * * *   KRING KRING Bel pulang sekolah SMA Angkasa berbunyi, itu tandanya semua murid diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Davin memakai jaketnya dan Naya nampak masih memasukkan semua alat tulisnya ke dalam tas. "Nay pulang sendiri atau dijemput?" tanya Raka dari arah belakang. Naya sontak menoleh, saat ingin menjawab tapi Davin telah menjawab pertanyaan itu terlebih dahulu. "Naya pulang sama gue," ucapnya jutek seolah tanpa adanya penolakan. "Oh kirain, ya udah bye princes," pamit Raka sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Naya. Davin yang melihat rasanya ingin menonjok wajah tampan milik Raka. "Tuh anak kayaknya suka sama lo deh, Nay," interupsi Betty kepada Naya. Naya tertawa sembari memegangi perutnya. "Ngaco deh!" "Modelan gitu sok-sokan suka sama Naya. Nggak cocok," celetuk Davin. "Yang cocok kayak gimana?" pancing Betty. "Hmm, kayak apa ya? Kayak guelah," jawaban Davin membuat kedua pipi Naya merona dan perutnya seperti digelitiki oleh ribuan kupu-kupu. "Ya udah yuk pulang," lanjut Naya mengalihkan pembicaraan dengan mengajak Davin dan Betty keluar kelas karena memang hanya tinggal mereka yang masih berada di dalam kelas. Saat keduanya telah sampai di parkiran Davin langsung mengitari mobilnya untuk membukakan pintu kepada Naya yang disambut hangat oleh cewek itu. Betty tadi telah dijemput alhasil dia langsung berlari ke depan gerbang sekolah. "Jadi nih?" tanya Davin. "Ya jadilah!" balas Naya semangat. Naya memasuki mobil milik Davin, sedangkan cowok itu masih berada di luar sembari memainkan ponsel miliknya sebenarnya ada rasa penasaran yang merasuk dalam hati Naya namun dia hanya diam sembari mengamati Davin. Tak berapa lama kemudian Davin masuk ke dalam mobil dan langsung menyalakan mesin mobilnya setelah itu menjalankannya ke toko buku yang Naya katakan. Setibanya mereka disalah satu toko buku, Davin dan Naya langsung memasuki toko tersebut. Naya memilih-milih buku di dalam sana. Matanya tertuju ke sebuah novel yang berjudul Friendzone. Cocok nih sama gue, batin Naya. "Dav, gimana perasaan lo kalau lo kejebak sama yang namanya Friend zone ?" tanya Naya sambil menatap cowok di hadapannya itu dengan penuh berharap. Itu merupakan kode dari Naya untuk kesekian kalinya lagi. Davin menatap ke arah Naya dengan kening berkerut kemudian matanya tertuju ke arah novel yang dibawa oleh cewek. "Itu orang terbodoh yang mau aja kejebak sama yang namanya friendzone, mending cari yang lain aja!" kata Davin acuh. Emosi Naya di ubun-ubun. Bukan itu jawaban yang diinginkan olehnya. "Kan tapi cewek itu yang selalu sama sahabat cowoknya! Emang dia gak bisa peka apa?!" tanya Naya sedikit emosi. "Mungkin cowok itu udah punya yang dia suka kali?" balas Davin acuh. Naya menghela nafasnya percuma dia mau kode sekeras apapun tapi hasilnya tetap sama dan akan selalu sama. Jawabannya satu, sulit sekali peka dengan keadaan. "Oke dari pada gue kepo kayak dora! Mending gue beli ini novel!" putus Naya. "Ntar nangis kejer kalau sad ending," ucap Davin seakan mengejek cewek itu. "Di dunia itu gak cuma happy ending tapi ada sad ending, bagi gue sih sad ending itu awal perjalan yang baru bukan akhir yang nggak enak." kata Naya sambil berjalan menjauh dari Davin. Setelah menemukan satu novel yang membuatnya tertarik Naya juga membeli buku paket Ujian Nasional SMA. "Udah?" tanya Davin dan diangguki oleh Naya. Saat Naya akan membayar tapi tiba-tiba dicegah oleh cowok itu, "Biar gue aja," kata Davin. "Ini barang-barang gue Dav!" ketus Naya “Gue bayarin atau gue nggak mau ngaterin lo lagi?!" lontaran itu keluar dari mulut Davin dan mau tidak mau dia harus menerima kalau Davi yang membayarnya. "Pemaksa!" desis Naya. Dan Davin hanya mengeluarkan senyumannya. Senyum yang  mampu membuat hati Naya berdesir menghangat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD