Mencintai seseorang yang tidak mencintai kita ibaratkan menyembunyikan sebuah luka yang menganga.
* * * *
Keesokan harinya Naya bertekat ingin mengubah dirinya menjadi seperti kriteria pacar yang Davin inginkan. Contohnya mengubah gaya rambut, rambut yang biasanya dia kuncir kuda atau sekedar dicopol asal itu kini ia gerai dengan indah sampai punggungnya. Naya yang biasanya tidak memakai liptint kini dia memoles bibirnya dengan liptint tapi hanya tipis.
"Not bad," gumam Naya dan kemudian dia berjalan keluar kamarnya. Saat dia duduk semua tatapan dari keluarganya tertuju kepada dirinya.
"Adek siapa? Temennya Naya?" pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut kakaknya. Naya yang mendengar hanya bisa menahan tawanya.
Rere mengamati anaknya dari ujung kepala sampai kaki. Dion juga melakukan hal sama yang dilakukan oleh istrinya dia melihat Naya seperti mengenal seseorang tapi siapa dia benar-benar lupa, mungkin faktor usia.
"Ahh Naya sekarang sudah bisa dandan," ucap Rere heboh dan langsung menghampiri anaknya dan memeluknya dengan gemas.
Nia dan Dion langsung saling pandang dan kemudian mereka melongo.
Nia mencubit pipinya sendiri dan sedetik kemudian dia berteriak, "Aduh!" pekik Nia.
Semua menoleh ke arah Nia, "Kenapa lo kak?" tanya Naya bingung.
"Gila sumpah demi apa pun lo adik gue? Yang hampir tomboy itu? Lo bukan kembarannya si Nay Nay kan?" deretan pertanyaan yang diberikan Nia membuat Naya tertawa terbahak-bahak pada saat itu juga.
"Ih emang dulu dirinya tomboy banget apa? Dasar kakak ngeselin," ucap Naya sambil memajukan bibirnya kesal.
"Hampir, btw lo ada apa kok tiba-tiba jadi berubah gitu?" tanya Nia penasaran.
"Dikira gue power ranger apa? Ada deh! Jangan kepo kalau nggak mau gue samain kaya Dora," ucap Naya.
"Tuhkan Dora dibawa-bawa lagi," kata Nia dan Naya hanya memperlihatkan senyum cerahnya.
"Pantes tadi Papa kayak kenal tapi nggak tau kalau itu kamu," Dion berkomentar sederhana.
"Kalau Papa sih mungkin faktor usia jadi gak bisa ngenalin anaknya sendiri, Mama aja bisa kok," jawab Rere.
"Iya deh Papa ngaku kalau udah tua dan Mama masih muda," goda Dion sembari tersenyum melirik pada istrinya tersebut.
"Mama udah tua Pah! Jangan bohong deh!" ketus Rere sambil menatap tajam Dion.
"Papa bercanda kali," kata Dion was-was. Namanya juga lai-laki jadi setiap apa yang diucapkan seakan menjadi serba salah.
"Inget umur," desis Naya kepada ke dua orang tuanya, sedangkan Mama dan Papanya hanya tertawa saja.
"Ya udah kalau gitu Naya berangkat ya, asalamualaikum," pamit Naya.
"Walaikum salam, hati-hati," balas Dion, Rere, dan juga Nia.
"Nay, kakak anter ya? Sia-sia kalau kamu dandan ujung-ujungnya naik ojek," ucap Nia dengan memberikan tawaran kepada adiknya, dia pikir-pikir kasihan adiknya kalau harus naik angkutan, namun tawaran itu hanya berlaku saat Nia sedang sadar saja, atau lebih tepatnya dia tengah ingat kepada adik perempuannya.
Mata Naya berbinar, "Beneran kak?" tanya Naya.
"Iya, soalnya kan kita searah kalau di anter Papa nanti puter baliknya jauh," jawab Nia sambil berjalan mendekat pada Naya. Setelah itu kedua orang itu pergi meninggalkan rumah.
* * *
Naya berjalan memasuki sekolahnya dengan sedikit risih kenapa? Karena semua tatapan murid hanya tertuju kepada dirinya. Banyak sekali cibiran-cibiran yang Naya dengar bahkan ada yang terang-terangan menggoda dirinya.
"Wih ada murid baru, kenalan boleh kali ya?"
"Kayak familiar tapi siapa sih?"
"Gila itu anak baru cantik njirr,"
"Hai, boleh kenalan?"
Itu beberapa ucapan yang didengar oleh Naya.
Berarti dulu gue jelek banget ya?
Naya berjalan menuju ke dalam kelas 12 IPA 3, makhluk yang ada di dalam sana mendadak berhenti, Naya hanya menggerakkan bahunya acuh dan berjalan menuju pada kursinya.
"Kelas kita ada anak baru gengs," ucap Rafly yang kini duduk tepat di sebelah Naya.
"Eh itu tempatnya Naya, kalau dia sampai datang dan lihat lo duduk sama orang spesialnya lo nanti bisa dijambak,” Rafly berkata dengan sok galak.
Naya menoleh, "Oh gitu, tapi gue maunya duduk sama dia gimana dong?" goda Naya kepada Rafly. Naya sekilas melihat Davin yang tidak bereaksi kepadanya.
"Gue nggak tanggung jawab ya, kalau Naya ngamuk sama lo, mending lo duduk sama gue aja, gimana?" tawar Rafly.
"Aduh sori ya gue nggak minat tuh," dan Naya pun duduk di samping Davin yang masih tidak melihat dirinya.
"Davin," panggil Naya kepada cowok yang duduk di sebelahnya.
Davin mengernyit heran, Darimana dia tau nama gue? Pikir Davin heran.
"Ih jahat lo kacangin gue," dumel Naya.
Cantik sih, mirip Naya. Davin membatin.
Karena sebal tidak dijawab oleh Davin akhirnya Naya bungkam. Dia marah kepada cowok yang ada di sebelahnya itu karena dia tidak mengenali sahabatnya sendiri. Sangat kejam menurut Naya.
Raka yang melihat itu ingin sekali tertawa dan akhirnya dia mempunyai sebuah permainan yang mungkin akan seru ketika dimainkan.
"Lo dikacangin kan? Lebih baik lo duduk sama gue," tawar Raka kepada Naya.
Naya menolehkan kepalanya lalu melihat pada Raka. Awalnya dia ingin memarahi Raka tapi dia urungkan saat Raka mengkode dirinya. Seolah-olah laki-laki itu berbicara, lo mau buat Davin cemburu? Kalau iya lo duduk di samping gue.
Mau tidak mau Naya harus pindah ke samping Raka.
"Gimana sama Betty?" tanya Naya setengah berbisik.
"Mana hape lo?" tanya Raka sambil menjulurkan tangannya.
"Buat apaan?" jawab Naya bingung.
"Udah cepetan, trus lo cariin nomornya Betty," ucap Raka kepada Naya.
Naya dengan menurutnya menyerahkan ponselnya kepada Raka yang sebelumnya sudah dicantumkan nomor milik Betty.
To: 081xxxxx
Bet nanti lo duduk di samping Davin. Nanti kita main drama okay? Dan lo nanti pura-pura syok sama cewek yang di sebelah gue.
-Raka-
Send.
Setelah itu Raka mengirimkan pesan tersebut ke Betty.
From: 0823xxxx
Siapp :))
Raka tersenyum dan kemudian mengembalikan ponselnya kepada Naya. Beberapa menit kemudian Betty datang dia memasuki kelas dengan mata melihat langsung ke arah tempat duduknya dan dia tersenyum.
Drama di mulai!
Dengan berjalan santai Betty melewati teman-temannya, "Lah? Siapa dia Ka?" tanya Betty pura-pura kaget dengan kehadiraan Naya yang berubah jauh dari sebelumnya.
Jijay deh gue lihatnya, batin Naya.
"Anak baru katanya sih," balas Raka dengan menekankan ucapannya.
"Mampus lo Bet karma masih ada!" sinis Rafly yang kini duduk di samping Naya.
"Eh curut diem ya lo! Gue masih bisa duduk di samping Davin! Yakan, Dav? Ah kelamaan lo jawabnya!" dengan sigap Betty duduk di samping Davin tanpa mendengar balasan dari cowok itu.
Ke mana sih Naya? batin Davin sembari menghela nafasnya gusar.
"Dav, Naya mana?" tanya Betty pura-pura tidak tahu.
"Enggak tahu," jawab Davin cuek.
"Ck! Gimana sih lo? Lo kan sahabat hidup dan matinya masa gitu aja lo nggak tahu sih?" pancing Betty.
Diam-diam Naya mendengarkan upercakapan antara mereka berdua, "Ya kali gue sahabat hidup dan matinya," jawab Davin tanpa dipikir dulu.
Terus gue lo anggep apa? Batin Naya miris.
"Dia itu udah gue anggep kayak adik sendiri," jawab Davin.
Ohh gitu, rasanya ngejleb banget ya. Naya tersenyum miris.
"Sabar, Nay, ini masih awal okay? Jangan sedih gitu dong muka lo kalau cemberut kayak dugong," goda Raka berusaha untuk menghibur Naya sambil menaik turunkan alisnya.
"Tega lo siput ngatain gue!" Naya mencubit pinggang Raka.
"Adaw!" pekik cowok itu seacara refleks.
* * *
Jam pelajaran telah dimulai dari tadi, untung guru hari ini tidak mengabsen muridnya jadi Naya masih aman untuk memainkan perannya seperti orang asing.
"Arletha Kanaya tolong kamu maju ke depan," ucap Pak Dadang.
"Nayanya nggak ...," saat Davin ingin mengucapkan itu Naya yang berada di bangku belakangnya pun langsung berjalan ke arah depan. Sontak semua pandangan murid satu kelas menatap Naya melongo apalagi Davin dan Raffly. Mereka tidak mengira kalau Naya bisa berubah menjadi perempuan yang sangat cantik, bagaikan bidadari. Oke ini lebay, tapi faktanya Naya memang cantik atau justru malah sangat cantik.
Davin langsung menghadap ke belakang, "Lo nggak bilang kalau dia Naya?!" tanya Davin dengan nada mengintimidasi kepada Raka.
Raka menghendikkan bahunya acuh, "Lo sendiri aja gak tanya dan nggak mau tahu," jawab Raka seadanya.
"Jadi kenapa, Pak?" tanya Naya saat sampai di depan meja guru.
"Tolong bawakan buku saya ke kelas IPA 4 ya," ucap Pak Dadang.
"Iya siap Pak," balas Naya.
Pak Dadang kemudian berjalan meninggalkan kelas dan Naya kini berusaha membawa setumpuk buku yang dikumpulkan oleh teman sekelasnya.
Davin maju ke depan membantu Naya untuk membawa setumpuk buku-buku itu.
Udah gue duga, batin Raka dan Betty yang melihat kejadian tersebut.
"Bet pindah sini lo!" ucap Raka kepada Betty.
"Santai mas, sebentar gue mau ngambil tip-ex gue dulu ke rempong," kata Betty sambil berjalan menuju ke arah Rafly yang tengah berkacak pinggang.
Betty berdiri di samping Rafly, "Heh rempong balikin tip ex gue nggak?! Mahal itu limitied edition tahu gak?!" ketus Bettty sambil berkacak pinggang di depan Rafly tersangka yang mengambil tip-ex milik Betty dengan seenaknya.
"Beli di tanah abang aja belagu! Sok-sokan limited," jawab Rafly.
"Enak aja! Mana cepetan! Alat tulis gue di elo itu udah numpuk! Untung ada Raka yang duduk sama gue jadi sekarang gak ada yang begal!" sinis Betty sambil merebut tip-ex yang dibawa Rafly.
"Lo sama Naya itu ternyata masih childish ya?" ucap Raka tiba-tiba.
Betty mengangguk, "Tapi kalau kembarannya si Davin itu dewasa banget."
"Davin punya kembaran?" tanya Raka tidak percaya.
"Iya, namanya Venna, dia di kelas IPA 4," jawab Betty.
Raka hanya mengangguk saat dia mengetahui satu fakta lagi mengenai Davin. Ternyata dia mempunyai kembaran yang bernama Venna.
Ternyata itu anak kembar, batin Raka.
* * *
Di perjalanan menuju ke kelas IPA 4 Davin dan Naya hanya saling diam mereka tidak tahu bagaimana memulai percakapan. Sampai tiba-tiba cowok yang disebelahnya itu meminta maaf kepada dirinya.
"Maaf, Nay," kata Davin.
Naya pun yang mendengar permintaan maaf dari Davin kemudian menoleh. Ditatapnya cowok itu sebentar, "Minta maaf buat apa?" tanya Naya.
"Tadi gue ngacangin lo, trus gak sadar kalau yang duduk di samping gue itu lo," ujar Davin.
Kapan lo sadar sama gue sih, Dav? batin Naya pasrah. Naya tersenyum, "Iya nggak apa-apa."
"Jujur lo hari ini cantic, Nay," puji Davin langsung dan membuat Naya menegang. Pipinya memanas dan jantungnya berdetak lebih cepat. Sama halnya yang dirasakan oleh Davin ia juga merasakan hal yang sama. Namun Davin tidak terlalu peduli dan menyadarinya.
Gue nggak punya penyakit jantungkan? Kok gini amat? batin Davin.
Plis jangan buat gue ngefly kalau ujung-ujungnya lo ngejatuhin gue untuk kesekian kalinya. Batin Naya.
"Makasih," balas Naya dengan mengukir senyum tulusnya.
Kenapa sih sama jantung gue sebenarnya? Setiap deket sama Naya dan liat senyumnya itu kayak gini? batin Davin terus berfikir soal perasaan yang ia rasakan saat ini.
"Btw lo kenapa jadi berubah gini, Nay? Pasti lo mau kode gebetan lo kan?" tanya Davin menerka. Sebenarnya ia tidak bermaksud bertanya seperti itu tapi hati kecilnya bertanya-tanya mengenai perubahan yang tercipta pada diri gadis itu.
Gue ngode lo begok! Tapi lo nggak peka-peka! batin Naya gemas dengan tingkah sahabatnya yang kelewat tidak peka tersebut. Bagaimana dia bisa mempunyai pikiran seperti itu, tapi dia tidak peka terhadap perasaanya.
"Iya, gue mau ngodein dia! Tapi dia nggak peka-peka sama gue!" ketus Naya, dan kemudian dia berjalan meningalkan Davin yang masih diam memantung di tempatnya.
"Begok dong cowok itu? Masa ditaksir sama cewek cantik kayak lo dia nggak bisa peka?" ucap Davin mulai mengajar Naya saat ia tersadar dari keterdiamannya dan berusaha menyejajarkan langkahnya untuk bisa dekat dengan Naya.
"Iya dia begok pakek banget!" jawab Naya asal. Rasa kesal dan geregetan begitu mendominasi perasaannya sekarang.
Dan percakapan itu berhenti ketika mereka telah sampai di kelas 12 IPA 4 yang berarti itu adalah kelas Venna---kembaran Davin. Naya dan Davin kemudian berjalan memasuki kelas itu dan meletakkan buku-buku kelasnya di atas meja kelas tersebut, dan setelah itu keduanya keluar dan kembali ke kelasnya.