Bab 2 Bertemu dengan Bencana (2)

1051 Words
Papa dan Mama yang Nindy hormati. Sebelumnya Nindy minta maaf karena harus pergi seperti ini. Nindy pasti sudah membuat papa dan mama malu. Nindy sudah memalukan keluarga ini. Nindy tidak bisa menikah dengan lelaki itu, Pah, Mah. Maafkan Nindy. Dia bukan jawaban dari salat istikharah, Nindy. Dia bukan jawaban dari Allah buat Nindy. Nindy lebih percaya pada keputusan Allah daripada kedua orang tua Nindy. Persyaratan pernikahan itu yang tak bisa Nindy terima, Pah, Mah. Nindy tidak bisa melepas jilbab demi sebuah berkas. Nindy tidak mau melepas jilbab demi foto surat nikah yang diharuskan membuka jilbab. Nindy takut akan dosa Pah, Mah. Nindy tidak bisa mengantar Papa ke neraka hanya karena kesalahan Nindy. Maafkan Nindy, Papa, Mama. Nindy tidak bisa berbakti pada Papah dan Mamah.         Aku hanya bisa tertegun membaca tulisan rapi Kak Nindy. Sebegitunya dia mencintai kerudung itu. Aku tak bisa menyalahkan siapa-siapa juga saat ini. Kakakku tidak salah karena mempertahankan keyakinannya. Peraturan itu juga tidak salah karena itu sudah peraturan. Lagian, memang tidak semua wanita bisa jadi istri tentara. Huft, pantesan papa dan mama bingung dengan kejadian ini. Saat ini mereka sedang menghadapi kenyataan bahwa nama keluarga kami sedang tercoreng.  "Danu, kenapa anakmu bisa membatalkan pernikahan ini hanya karena hal sepele. Peraturan itu kan bisa dicari celahnya. Kalau memang Nindy tidak mau membuka hijabnya, nanti saya atur semuanya. Saya bisa tembusi danyon Erlan untuk memberi kelonggaran," ucap Pak Firman dengan nada kesal di malam harinya. Keluarga pak Firman datang ke rumah kami dengan wajah masam. "Saya minta maaf Firman. Anakku Nindy memang kaku orangnya. Saya juga tidak menyangka kalau dia bisa berbuat seperti ini. Seharusnya dia membicarakan dulu dengan kami baru memberi keputusan. Bukannya malah pergi seperti ini. Kami sebagai orang tua juga tidak bisa membenarkan sikap Nindy," ucap papa tulus yang ditanggapi dingin oleh pak Firman. Aku tahu pasti mereka kecewa dengan Kak Nindy. "Lalu bagaimana sekarang, Dan? Keluarga kami sudah terlanjur menyebarkan berita bahwa Erlan akan menikah sebentar lagi. Kalau sudah begini, kami harus menanggung malu," ujar Pak Firman lesu. Papaku hanya menunduk sebentar. "Iya Firman. Berikan saya waktu untuk mencari Nindy. Kami juga tidak mau menanggung malu. Seluruh keluarga dan kolega sudah tahu dengan rencana pernikahan ini," ujar papaku lesu.         Aku bagaikan kambing congek di tengah-tengah mereka. Sedari tadi mama menahanku untuk tak pergi dari sisinya. Tanganku berulangkali diremas oleh mama demi meredakan kesedihannya. Pasti orang tuaku bingung harus mencari Kak Nindy kemana. Kak Nindy jarang keluar rumah kecuali untuk bekerja di sebuah perpustakaan masjid. Dia juga jarang punya teman dekat. Kemana-mana juga diantar oleh supir. Ia tak semandiri aku. Tapi, mengapa dia bisa mengelabuhi papa dan mama? ---         Sejak malam itu, suasana rumahku bak kutub es. Dingin. Senyap. Tanpa canda dan tawa seperti biasa. Mama lebih banyak bermukena dan berdoa di ruang salat. Papa lebih banyak sibuk dengan ponselnya sambil sesekali berzikir. Lelaki kesayanganku itu pasti banyak berdoa agar Kak Nindy pulang ke rumah. Papa sesekali juga menerima telepon dari anggotanya yang dikerahkan untuk mencari Kak Nindy. Pasti mudah saja sebenarnya menemukan Kak Nindy dengan mengerahkan anggota sebanyak itu. Kapasitas papa sebagai seorang Wakil Komandan Sesko TNI pasti memudahkannya untuk menemukan 1 orang saja. Namun, kakak cantikku itu hilang bagai ditelan bumi. Prajurit sebanyak itu belum mampu menemukan Kak Nindy hingga 2 hari kehilangannya. "Abel ambilkan teh lemon ya, Pah?" tawarku pelan. Papaku mendongak dan memandangku. "Abel, mulai sekarang jangan pergi sendiri. Papa akan tugaskan beberapa ajudan dan supir untuk mengawal dan mengantarmu ke mana-mana," ujar papa dingin. "Hah, buat apa Pah? Abel gak butuh gituan," elakku. "Tidak ada sanggahan. Papa tidak mau sampai kecolongan," ujar papa galak. "Emangnya Abel yang mau menikah sampai harus dikekang seperti itu? Abel kan tidak ada sangkut pautnya dengan Kak Nindy," ujarku kesal. Papa tak menjawabku. Rupanya aku salah menawari papa teh lemon.         Gara-gara Kak Nindy hidupku jadi ikut-ikutan menderita. Kebebasanku yang seperti merpati mendadak disangkarkan. Sekarang kemana saja aku pergi, selalu dikawal oleh om-om berseragam. Apapun yang kulakukan selalu dicurigai. Ya ampun, aku tuh gak ada hubungannya dengan kaburnya Kak Nindy. Gak mungkinlah aku membantu Kak Nindy kabur dari rumah. Malah aku jadi pihak yang paling mendukung pernikahannya. Semua kekacauan hidupku dimulai gara-gara Kak Nindy.         Kekacauan hidupku tak berhenti sampai di situ. Seminggu setelah kak Nindy menghilang, tetiba ide konyol dan gila itu datang dari benak mama. Andai ide itu disetujui papa, lengkaplah kehancuran hidupku. Mama hendak mengganti posisi kak Nindy sebagai CALON ISTRI Erlan dengan AKU. Aku!!! Akulah yang hendak dinikahkan dengan Erlan demi menyelamatkan muka keluarga. Please papa jangan setujui ide mama. Aku belum siap menikah muda, mama papa. Aku masih suka belanja dan jalan bersama teman-temanku, bisikku berulang dalam doaku. "Benar juga ide mama. Lagian Nindy juga sudah mendapat penilaian buruk di mata keluarga Firman. Nabilla pasti bisa menolong nama keluarga kita," ujar papa sambil manggut-manggut. Ada kecerahan di wajah suram mama. "Iya Pah, mamah cuma berharap semoga keluarga Pak Firman masih mau menerima menantu dari keluarga kita," balas mama. Aku sudah memasang tameng wajah suntuk. "Abel gak mau!" ujarku dingin. "Sayang, tidak maukah kamu menolong keluarga ini. Tolong kami, Nak. Selamatkan nama keluarga kita ini. Tidak bisakah kamu berkontribusi sedikit saja?" pinta mama memelas. "Mah, emangnya dunia bakalan kiamat kalau salah satu anak papa mama tidak jadi menantu keluarga itu? Jangan jadikan Abel korban dong, Mamah!" protesku marah. Mama mendekatiku dan mengelus rambutku lembut. "Nabilla, Abel Sayang. Pernikahan ini bukan sekedar pernikahan, Nak. Selain berdampak pada karier papa, pernikahan ini untuk mempererat persahabatan kami yang sudah berjalan selama 30 tahun. Masak persahabatan yang sudah 30 tahun ini hancur. Tolong kami, Nak. Erlan itu adalah lelaki sempurna untukmu," pinta mama lembut. "Mamah, persahabatan yang erat gak hancur karena hal semacam ini. Lagian, dia kan calon kak Nindy, mana bisa jadi lelaki sempurna untukku!" tolakku berulangkali. Aku melepas tangan mama di rambutku. Aku tak mau menjadi tumbal mereka. "Abel, apa kamu suka melihat keluarga kita malu? Apa kamu tidak kasihan pada kami? Orang tua yang sudah rapuh ini. Tolong kami anakku, cuma kamu yang bisa menyelamatkan kami saat ini. Keluarga Om Firman hanya memberi waktu 5 hari untuk menemukan Nindy," pinta papa memelas. Papaku yang galak memohon padaku seperti itu. Pasti persahabatan ini sangat berarti untuknya. "Papah, Mamah, tolong jangan hancurkan masa depan Abel...!" sahutku menangis.         Namun, kedua orang tuaku tak menjawab lagi. Mereka mulai membentuk senyuman lega. Inilah otoriter terselubung dalam keluarga militer ini. Hiks. ***   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD