Episode 2

1130 Words
Tampak disebuah gedung perkantoran yang cukup megah, Bryan sibuk dengan semua berkas - berkas yang ada dihadapannya kini, sesekali ia membubuhkan tanda tangannya di salah satu berkas tersebut lalu melanjutkan membaca berkas yang lain. Hingga suara ketukan mengintrupsi pekerjaannya, ternyata yang mengganggunya adalah Dimas, sahabat lamanya. Sudah lama Bryan tidak melihat sahabatnya itu, bahkan dia sempat berpikir sahabatnya itu telah mati dimakan bumi, tapi itu hanya candaan semata mengingat sahabatnya ini selalu membuat dirinya kesal di kehidupan sebelumnya. "Hai bro. Gimana kabar lo?" Dimas dengan tampang songongnya menyapa Bryan kemudian duduk dengan menjatuhkan tubuhnya diatas sofa yang ada tepat di depan meja kerja Bryan. "Ada apa?" Bryan bertanya cuek dengan mata yang tak terlepas dari berkas - berkas di tangannya, bahkan melirik sahabatnya saja dia terlihat enggan. "Cuek banget sih. Ini udah istirahat makan siang lo masih kerja aja sih, keluar kek cari makan gitu." Dimas mulai memancing Bryan untuk bisa diajaknya makan diluar, karena ini merupakan pertemuan pertama mereka setelah sekian lama Dimas berada diluar negeri. Hanya menghabiskan waktu di dalam kantor Bryan? yang benar saja, dia datang bukan untuk merasakan kebosanan. Dimas menghembuskan nafasnya, jika benar seperti itu Dimas terpaksa harus menyeret Bryan secara paksa. "Aku sibuk." Bryan yang tidak terbiasa dengan 'gue-elo' menjawab pertanyaan Bryan dengan dingin. "Ayolah, ini pertama kalinya kita ketemu setelah sekian lama lho. Masa' lu gak mau nemenin gue sih." Dimas mengeluh akan penolakan dari Bryan dan terus mencoba untuk mengajak Bryan keluar dari sangkar megahnya ini. Merasa pusing dengan segala rengekkan Dimas, Akhirnya Bryan menutup berkasnya dan mengalihkan pandangannya kearah Dimas. Sedangkan Dimas yang dipandang seperti itu menampilkan wajah imutnya. "Mau kemana?" Bryan menyerah untuk menolak ajakan Dimas. Dia cukup tau tentang sahabatnya ini, jika keinginannya tidak dikabulkan, dia akan terus - terusan meminta hal itu. "Gue punya tempat bagus." Seketika terlintas dipikiran Dimas akan tempat favoritnya yang sering didatangi saat dulu ia masih tinggal di negara ini. ### Akhirnya Dimas berhasil membuat Bryan keluar dari sangkarnya dan mengajaknya kesebuah kafe dengan tulisan "Chocolate's cafe and bakery" yang terpampang dengan jelas di atas pintu masuk kafe tersebut. "Cokelat?" Bryan bertanya kepada Dimas dengan tanda tanya besar di dalam otaknya. Masalahnya adalah Bryan tidak terlalu suka dengan cokelat. "Yap, ini tempat andalan gue kalau ada dinas di sekitaran sini." Dimas menjelaskan mengapa dia tahu tentang tempat ini. Bryan tak menanggapi lagi penjelasan Dimas, dia lebih memilih diam dan mengikuti apa yang sahabatnya inginkan. Tanpa berpikir panjang, mereka pun masuk kedalam kafe yang merangkap dengan toko roti tersebut. Bahkan pengunjung di kafe tersebut yang kebanyakan adalah kaum muda dan anak - anak. Sesaat para pengunjung nampak kaget saat melihat kedatangan Bryan, karena penampilan Bryan yang kurang biasa untuk seukuran pengunjung kafe ini. Bryan yang memakai jas kantoran terlihat lebih menonjol disana, sedangkan Dimas hanya memakai kaos casual tidak menarik banyak perhatian. Penampilan Bryan yang rapi khas kantoran membuatnya tampak seperti bapak - bapak yang doyan cokelat sehingga menjadi sorotan perhatian semua pengunjung. Bahkan beberapa pengunjung terlihat terang - terangan berbisik dibelakang Bryan, sesekali menertawakan penampilan Bryan. Sial! Bryan mendengus dalam hati saat melihat beberapa orang menatapnya remeh. Ayolah, apa salahnya bapak - bapak makan cokelat? Bryan dan Dimas duduk di meja yang tak jauh dari tempat roti dipajang, sehingga mereka dapat dengan jelas melihat berbagai jenis roti yang berbahan dasar cokelat bertengger dengan rapi di atas etalase. "Mau pesen apa?" Dimas menawarkan kepada Bryan sambil membuka satu persatu lembar buku menu. "Kopi ada?" Bryan menanyakan minuman favoritnya itu, tetapi seketika dia menjadi ragu apa benar di tempat ini menjual kopi? "Gak ada." Gatcha! Benar dugaan Bryan bahwa kafe ini tidak akan menjual kopi. Mana ada kopi rasa cokelat? "Adanya apa?" Bryan menanyakan menu yang ada di kafe ini. "Milkshake cokelat s**u, milkshake cokelat strawberry, soda cokelat vanilla, cokelat panas, cokelat dingin.." Dimas terus membacakan menu yang ada di buku menu, yang sebagian besar terbuat dari cokelat. Bryan menjadi pusing saat mendengar cokelat dari mulut Dimas, bahkan soda pun ada yang rasa cokelat? Ayolah yang benar saja. "Soda cokelat.." Bryan langsung menjatuhkan pilihannya agar Dimas berhenti membacakan isi buku menu itu. "Oke." Dimas memanggil pelayan dan menyebutkan pesanannya. "Bryan lo tau gak, katanya pemilik kafe ini adalah cewek lho." Dimas memulai acara rumpinya dengan menyebutkan jenis kelamin pemilik kafe ini. Yaiyalah! Mana ada cowok yang akan membuka kafe serba cokelat seperti ini. Bryan menghardik Dimas di dalam hati saat Dimas memulai acara  rumpinya itu. "Dan katanya sih, cantik. Aku belum bertemu dia sih, tapi banyak yang telah membicarakannya." Dimas melanjutkan rumpinya, berharap Bryan akan terpancing dengan ceritanya. Tapi nyatanya tidak, Bryan tetap memasang tampang coolnya, saat mendengar cerita Dimas. "Kalau tidak tau orangnya mending kamu diam. Kamu tidak lihat semua orang memandangku karena penampilanku?" Bryan berkata dengan kesal kearah Dimas yang tiba - tiba mengajaknya kesini dengan masih mengenakan pakaian kerjanya. "Tenang aja, gak usah dihiraukan." Dimas menganggap enteng semua perhatian yang tertuju pada mereka berdua. "Jangan - jangan kau mengajakku kesini karena ingin melihat pemilik kafe ini?" Bryan mencoba menebak maksud terselubung Dimas. "Enggak kok. Sumpah dah, lo lupa yah gue suka cokelat? Melihat istana cokelat seperti ini gimana gue gak tergoda?" Ah iya! Bryan kembali ingat satu fakta tentang sahabatnya ini, Dimas adalah penyuka cokelat akut. "Jadi kau mengajakku hanya untuk menemanimu?" Bryan kembali kesal saat mengetahui bahwa dia telah dimanfaatkan oleh sahabatnya. "Tidak sahabatku. Aku mengajakmu kesini, siapa tau aja lo naksir sama pemilik kafe ini. Lo gak penasaran sama muka dia?" Dimas membuat alasan - alasan lain agar Bryan tidak meninggalkannya untuk kembali menyibukkan diri dengan berkas - berkas dikantornya. "Hem, oke baiklah." "Tapi lo gak bakal nyesel kok ngerasain minuman cokelat disini. Cokelatnya tuh enak banget, manis tapi gak bikin mual. Malah anehnya rasa manis cokelat dari kafe ini tuh bikin ketagihan. Lo kan gak suka cokelat, sekali lo coba cokelat ini lo bakal ketagihan. Serius deh." Dimas mempromosikan kafe ini layaknya seorang sales yang menawarkan barang dagangannya. Dan perkataannya itu hanya dibalas dengan helaan nafas berat dari Bryan. Tak lama setelah itu, pesanan mereka datang. Bryan yang pertama kali merasakan soda cokelat dengan takut - takut mulai mencicipi rasa cokelat dalam soda itu. Dan benar, cokelatnya sangat enak dan tidak membuatnya mual. Malah menjadikannya ketagihan, dalam sekali cicip Bryan telah meneguk hampir separuh dari gelas cokelat itu. "Gimana? Enak kan?" Dimas menggoda Bryan yang terlihat mulai keenakan. "Hem, lumayan" Bryan mengusap bibir bagian atasnya yang terkena soda dengan ibu jarinya. "Sudah kupastikan, lo akan menjadikan tempat ini tempat favorit lo. Percaya deh." Benar atau tidaknya, ternyata perkataan Dimas tersebut benar - benar meramalkan hidup Bryan kedepannya. Dan Bryan sendiri tidak menyadari hal itu. Dia merasa cocok dengan tempat tersebut tanpa tau apa yang membuat dia cocok dengan tempat ini, selain cokelatnya yang enak tentunya. Dia seperti merasakan kenyamanan yang asing di tempat ini dan Bryan menyukainya. To Be Continued...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD