Episode 1

1083 Words
"Reni, tolong gantikan saya dulu. Saya mau menjemput anak saya." Felicia menyuruh salah satu bawahannya, lebih tepatnya manager dari Cafenya untuk menggantikannya mengurus bawahannya. Sedangkan untuk jabatan manager toko rotinya adalah kepala koki itu sendiri. Felicia sengaja membedakan kedua manager tersebut agar memudahkannya mengatur kafe sekaligus toko rotinya tersebut. "Baik bu." Reni menjawab perintah Felicia dengan santun lalu mulai mengambil alih pekerjaan Felicia. Setelah mendengar kesanggupan manager nya, Felicia beranjak dari kesibukannya dan berjalan memasuki mobilnya untuk menjemput anaknya di sekolah. Tak butuh waktu lama untuk sampai disekolah anaknya, SMP Cendikia. Felicia segera keluar dari mobilnya dan berjalan kearah anaknya yang sedang menunggunya bersama salah satu guru disana. Terlihat guru tersebut tersenyum manis kearah Felicia yang nampak keluar dari mobilnya untuk menghampiri anaknya. "Bu Felicia, hari ini Daniella cukup pintar sekali dalam belajar." Saat sudah sampai dihadapan guru dan anaknya tersebut, tanpa diminta oleh Felicia guru disamping anaknya mengatakan bagaimana keseharian Daniella --anaknya-- di sekolah. "Begitukah?" Felicia kemudian beralih kepada anaknya dan menepuk halus puncak kepala anaknya yang sudah setinggi dadanya. Postur tubuh Daniella yang tinggi membuat orang yang pertama kali melihatnya akan mengira dia anak SMA. Padahal umurnya masih 12 tahun. "Jangan menepuk kepalaku seperti itu bunda. Ella bukan anak kecil lagi." Daniella menepis lembut tangan Felicia dari atas kepalanya, lalu mulai mengerucutkan bibir mungilnya tanda bahwa dia sedang kesal. "Iya iya sayang. Kalau cubit bolehkan." Felicia beralih mencubit pipi cubby milik Daniella. Dan tingkah laku bundanya itu membuat wajah Daniella semakin cemberut. Setelah puas menjahili anaknya, Felicia berpaling kearah guru disamping anaknya itu. "Kalau begitu saya permisi dulu Pak Tito." Dengan sopan, Felicia berpamitan kepada Pak Tito yang selalu menemani Daniella saat sedang menunggu kedatangan Felicia dan Pak Tito membalas dengan senyuman genitnya kearah Felicia, tapi Felicia mengacuhkan senyuman itu. "Ayo sayang." Felicia beralih mengamit tangan kanan Daniella dengan tangan kirinya untuk berjalan memasuki mobil. Setelah sampai di dalam mobil, ini saatnya Felicia mendengar cerita Daniella selama disekolah. Sudah menjadi rutinitas bagi Felicia saat menjemput anaknya itu. Menurutnya, mendengarkan cerita keseharian anaknya menjadi salah satu hiburan yang sangat menyenangkan bagi Felicia. Dia tidak bisa membayangkan jika nanti anaknya itu sudah tumbuh dewasa dan mulai memiliki keluarga baru, pastilah ia akan merasakan kehilangan yang cukup dalam. "Bagaimana sekolahmu?" Felicia bertanya untuk membuka percakapan diantara keduanya sambil mulai menjalankan mobilnya kearah letak apartemennya. "Biasa saja, tidak seperti apa yang dikatakan oleh Pak Tito pada bunda. Pak Tito selalu memuji - mujiku ketika di depan Bunda. Tapi ketika tidak ada bunda, dia selalu mencoba bertanya soal bunda sampai Ella pusing menjawabnya" Daniella bercerita dengan ekspresinya yang nampak lucu, dia mengatakan bahwa gurunya itu naksir kepada bundanya. "Amit - amit jabang bayi, Ella tidak mau punya ayah tiri seperti Pak Tito!" batin Daniella memaki - maki gurunya dan menolak dengan keras jika seandainya Pak Tito benar - benar jadi ayah tirinya. "Benarkah? Berarti Pak Tito adalah orang yang baik." Felicia menanggapi pembicaraan anaknya sambil tetap fokus kearah jalan raya dan sesekali melirik anaknya yang nampak kesal, saat Felicia malah memuji gurunya itu. "Asal bunda tahu, Pak Tito itu suka sama bunda. Dia pernah tanya sama Ella kalau seumpama Pak Tito jadi ayah Ella, Ella mau gak? Gitu bunda." Daniella memperingatkan bundanya akan sikap Pak Tito kepada bundanya itu dan bercerita dengan menirukan suara Pak Tito. Sangat lucu didengar oleh Felicia, sehingga membuatnya tertawa kecil. Melihat bundanya yang menertawakannya, Daniella mendengus sebal "Mengapa bunda tertawa?" Felicia menghentikan tawanya saat mendapati wajah cemberut anaknya. "Lalu apa jawaban Ella? Kira - kira Ella mau gak kalau Pak Tito jadi ayah Ella?" Felicia mencoba menggoda anaknya itu dengan pertanyaan yang sama dengan apa yang ditanyakan Pak Tito. "Gak mau. Bunda jangan sekali - kali berpikiran untuk menikah dengan Pak Tito yah. Atau Ella akan kabur dari rumah!" Daniella mengancam bundanya itu untuk tidak dekat - dekat dengan Pak Tito. "Kalau begitu, jawaban Ella ke Pak Tito gimana?" "Ella jawab aja 'gak mau, Pak Tito tua. Bunda Ella kan masih muda' kujawab aja begitu." Mendengar jawaban anaknya, Felicia tertawa terbahak - bahak. Benar - benar anak yang jujur. ### Tak sampai 30 menit, Felicia dan Daniella telah sampai di apartemen mereka. Kini mereka sedang berjalan menaiki lift untuk menuju ke lantai dimana apartemen mereka berada. Setelah sampai di depan pintu apartemen, Felicia mengetikan beberapa kode kunci sampai terdengar klik dari dalam apartemen. Lalu kemudian berjalan memasuki apartemen mereka. "Daniella mau makan apa?" Setelah menaruh tas tangannya di atas sofa, Felicia segera berjalan kearah dapur. "Mie instan." Jawab Daniella dengan gembira sambil berlari menuju meja makan yang terletak tepat disamping dapur, sehingga Daniella dapat melihat Felicia yang sedang memasak. "Tidak untuk mie instan." Mendengar penuturan Felicia, membuat Daniella mendengus sebal. Felicia mengaduk - aduk isi kulkasnya dan tidak mendapati satu tangkai sayur pun. "Sepertinya bunda kehabisan sayur sayang. Bagaimana kalau kita makan nasi goreng saja yah." Felicia kembali berjalan kearah magicom dan mengambil nasi dari dalamnya untuk dibuatnya menjadi nasi goreng. Tanpa sepengetahuan Felicia, Daniella terlihat kegirangan saat menu makan hari ini tidak ada sayur. Yes, yes, yes. ### Tak butuh waktu lama untuk Felicia memasak dua piring nasi goreng. Setelah jadi, Felicia membawa dua piring nasi goreng itu keatas meja makan untuk dimakan bersama - sama dengan anaknya. "Bunda..." Daniella memanggil bundanya yang sedang asik melahap nasi gorengnya. "Iya sayang?" Untuk sesaat, Felicia mengalihkan perhatiannya dari nasi gorengnya kepada Daniella. "Bunda gak berencana menikah lagi?" Daniella berkata denngan takut - takut. Pasalnya, alasan mengapa Daniella mengatakan ini adalah karena dia merasa iri kepada teman - temannya yang selalu dijemput oleh orang tua lengkap mereka. Sedangkan Daniella? Hanya dijemput oleh bundanya seorang, padahal Daniella ingin sekali dijemput seorang ayah. Tapi kalau calon ayahnya Pak Tito, Daniella lebih baik memilih tidak punya ayah. "Kenapa bertanya seperti itu sayang?" Felicia merasa heran terhadap sikap Daniella yang tiba - tiba menanyakan tentang pernikahan. "Aku hanya ingin bertanya saja." Daniella kembali melanjutkan makannya dan tidak bertanya apapun lagi. "Sebenarnya, kalau seumpama Bunda ketemu sama yang cocok mungkin Bunda akan memikirkannya kembali." Felicia seakan mengerti tentang kegundahan Daniella sehingga ia menjawab akan mempertimbangkan masalah pernikahan. Karena melihat kondisi Daniella yang kurang kasih sayang seorang ayah, membuat felicia tampak sedih. Dan benar dugaan Felicia, lihatlah sekarang wajah Daniella menjadi cerah kembali. "Aku ingin ayah yang tampan dan kaya. Tidak seperti Pak Tito yang tua tapi masih genit aja ke bunda. Bunda harus kenalin dulu calon ayah Ella ke Ella biar Ella seleksi." Melihat Daniella yang kembali bersemangat membuat Felicia tersenyum bahagia. Meskipun dia ragu, apakah dia benar - benar telah siap untuk menikah lagi. To Be Continued...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD