7 Bulan Sebelumnya.

1577 Words
Berbagai spanduk bertuliskan penolakan penutupan jalan tersebar di sepanjang jalan ke arah rumah Mimi. Hari ini seharusnya akses jalan yang merupakan lahan kosong milik PT. Indah Permai ditutup oleh perusahaan karena terlalu mengkhawatirkan bahwa lahan kosong tersebut akan dijadikan tempat pembuangan sampah akhir, dibanding mengkhawatirkan warga yang bermukim di kampung belakangnya tidak bisa jalan.Karena memang hanya tanah lapangan itu saja akses jalan satu-satunya yang bisa dilalui oleh warga kampung Mimi. Kampung itu memang tidak terlalu besar hanya ada sekitar tiga puluh rumah disana, namun sudah sedari lahir Mimi tinggal bersama warga yang lainnya. Perkampungan yang diapit oleh komplek-komplek yang sama jahatnya dengan tidak memberikan jalan untuk warga. Sebelumnya ramai terdengar bahwa lahan itu tersangkut kasus sengketa tanah, sehingga puluhan tahun tidak diurus dan aman-aman saja bagi warga. Tapi sepertinya perusahaan yang memenangkan sengketa tanah tersebut sudah tidak bisa tinggal diam melihat lahan kosong, perusahaan yang bergerak di bidang subkontraktor dan properti itu rencananya ingin membangun apartmen namun tidak memberi jalan bagi warga dan ingin menutup jalan satu-satunya itu dengan pagar beton. Dan disinilah para warga berdiri, di pinggiran jalan raya memakai atribut demo dengan berbusana warna kuning-kuning. Entah ide pak RT datang darimana sehingga seluruh warga diwajibkan memakai baju kuning yang terlihat seperti salah satu partai. Seperti Mimi di pagi ini tubuh gemuknya yang memproduksi keringat cukup berlebih sudah membuat peluh mengalir di kening dan lehernya. Beruntung dia menguncir tinggi rambutnya sehingga angin dapat menghembus ke leher itu. Demi akses jalan, dia rela izin kerja untuk ikutan demo, apalagi pak RT yang paling lantang berseru itu adalah bapak kandungnya, membuat dia mau tak mau, suka tak suka, maju dibarisan paling depan. Sementara abang semata wayangnya yang bernama Radit, sudah memakai toa dan berseru lantang di atas kursi yang entah dibawa dari warteg mana? Beda halnya dengan Mimi, Radit kakaknya berusia tiga tahun diatas Mimi berperawakan tinggi dan bertubuh kurus, hal yang selalu membuat Mimi protes karena merasa abangnya tidak adil dengan meninggalkan seluruh lemak tubuhnya di rahim emak, sehingga dia yang menjadi anak terakhirlah yang mewarisi lemak-lemak buangan dari Radit tersebut. Ngaco memang, apa saja yang menyangkut tentang berat badan membuat Mimi terkadang kehilangan nalar. Wajah Radit terbilang cukup diatas rata-rata lah dengan hidung mancung dan wajah mulus tanpa jerawat. Beda halnya dengan Mimi yang wajahnya didominasi oleh pipi gembulnya. Sejak Bayi Mimi terlahir gendut dengan berat badan empat kilo dua ons. Dia menjadi bayi yang sangat menggemaskan bagi ibu-ibu di posyandu karena berat badan selalu bertambah, apalagi nafsu makannya pun besar, namun kegemasan itu hanya bertahan sampai kelas tiga sekolah dasar, ketika kelas empat orang mulai iseng membullynya dengan tubuh gendut. Sedih sih tapi mau gimana lagi, toh Mimi juga sudah berupaya menurunkan berat badan namun karena tidak bisa menurunkan nafsu makan, akhirnya dia pun berjuta kali gagal diet. Hidung Mimi cukup mancung kalau saja tidak ketarik pipi, bibirnya jadi terlihat mengerucut dan kecil. Beruntung dia juga tak diwarisi jerawat di wajahnya, karena emak sering mengolesi pipinya dengan telor ayam kampung yang baru saja keluar dari jalan lahir ayam betina. Konon katanya telur yang masih hangat itu jika di oles ke wajah akan membuat wajah jadi jauh dari jerawat. Kata Emak itu juga. Mimi dan Radit merupakan keturunan Betawi asli sehingga dalam percakapan sehari-hari pun mereka sering menggunakan bahasa itu. "Kami Menolak penutupan akses jalan!" Orasi Radit berapi-api sambil sesekali melirik ke pacar pujaan hatinya yang berada tak jauh dari dirinya, memakai baju kuning juga sama seperti warga lain, karena sang pacar itu memang tetangga mereka. "Kami sudah tinggal disini puluhan tahun! Dan kami tak mau jalan kami satu-satunya ditutup!" teriaknya lagi. "Setuju!! Setuju!!" Jawab warga serempak mengamini ucapan Radit. Bapak Mimi hanya senyum-senyum dan angguk-angguk bangga pada anak laki satu-satunya itu, sambil memelintir kumis tebalnya, dia ikut teriak setuju-setuju. "Turunkan harga BBm, Harga beras, naikkan jatah belanja!!" Teriak satu ibu, disetujui ibu lainnya. "Setuju!! Eh emak bukan itu ih cari kesempatan nih si emak!" Protes Radit pada wanita yang melahirkannya itu, yang juga disetujui para bapak-bapak disana. "Mi, kapan kelarnya ini demo, gue mau kuli nih, lagian bapak lo kenapa norak banget sih kita disuruh pake kuning-kuning gini, disiram damkar aja! Ngambang kita ntar!" Rutuk salah satu sahabat Mimi sejak kecil, namanya Shela, dia berukuran tubuh lebih kecil dari Mimi sehingga dari tadi dia bersembunyi di sebelah Mimi dari teriknya mentari pagi yang sepertinya mengerahkan seluruh sinarnya untuk peserta demo hari ini. "Kata bapak makin ngejreng warnanya makin diliat sama atasan." Balas Mimi sambil menunjuk para petugas keamanan dari PT. Indah Permai yang memakai kacamata hitam dan berseragam hitam, mungkin karena silau akan busana yang mereka kenakan. Di tengah aksi yang mulai putus asa, ditengah kericuhan yang hampir terjadi. Tiba-tiba beberapa mobil besar pengangkut barang dan perata tanah masuk ke lahan. Mobil yang diyakini milik Perusahaan itu. Tak jauh dari sana, sebuah mobil sedan mewah berhenti dan memandangi aksi demo yang cukup membuat sedikit kemacetan karena pengendara yang kepo dengan kejadian yang berlangsung. Di dalam sedan itu lah Vino berdiam diri. Pria berusia tiga puluh dua tahun, yang mengenakan setelan jas mahal. Wajahnya tirus, kulitnya putih, dengan hidung mancung dan bola mata yang terlihat jernih, sangat tampan seperti patung dewa yunani. Bibir merah khas pria yang tidak merokok pun menambah daya tariknya. Tingginya seratus delapan puluh senti meter, tubuhnya pun terlihat kekar karena sering fitness. Mungkin jika bertelanjang d**a, akan terlihat roti sobek di sepanjang d**a dan perutnya. Dia menoleh ke arah kerumunan warga dan tersenyum mendapati Mimi yang ikutan berteriak lantang. "Pak Restu, coba cari tahu nama PT yang ingin menutup jalan itu, dan alasannya apa?" Perintah Vino pada pria yang terlihat usianya lebih tua darinya itu yang menjabat sebagai supir sekaligus assisten pribadinya. "Baik Pak, sebentar ya." "Tolong lakukan diam-diam dan jangan mencolok." "Siap." Tak berapa lama Pak Restu kembali dan duduk lagi di depan kemudi. "Nama PT nya PT Indah Permai, perusahaan properti dan kontraktor, rencananya ingin dibuat apartemen tapi dalam jangka waktu lama. Mereka sepertinya takut lahannya dijadikan tempat sampah umum pak." "Solusi bodoh, bukannya diberikan petugas keamanan malah mau ditutup!" Sungut Vino, dia pun membuka tablet dan mencari nama perusahaan tersebut, apakah mempunyai hubungan kerja dengan perusahaannya. Setelah memastikan bahwa perusahaan tersebut mempunyai ikatan bisnis dengan perusahaan miliknya, Vino pun menelepon Cathy sekretarisnya. "Halo Ket, tolong sambungkan saya dengan pemilik PT. Indah Permai. Sekarang ya saya tunggu." Telepon pun diputus oleh Vino tak berapa lama teleponnya berbunyi lagi dari Cathy yang sepertinya sudah berhasil menyambungkan telepon dengan pemilik perusahaan tersebut. Terjadilah negosiasi kerjasama dadakan antara Vino, Pemilik PT. Central Asia Pratama, dengan pemilik PT Indah Permai. "Pak Restu, saya minta tolong bapak ajak cewek yang diri disitu yang rambutnya dikuncir tinggi itu, ajak kesini diam-diam ya." Pinta Vino dengan senyum mengembang yang tak bisa ditutupinya. Diapun menekan dadanya pelan-pelan berusaha menetralkan detak jantungnya, ini pertama kalinya dia menampakkan diri depan Mimi, wanita spesial dalam hidupnya sejak belasan tahun lalu. Mimi mungkin tak sadar, kalau selama ini Vino sering memperhatikannya diam-diam, Mimi yang memang keranjingan undian selalu merasa beruntung ketika nomornya mendapatkan hadiah pulsa, produk kecantikan atau baju bahkan pernak pernik lucu yang sebenarnya diberikan oleh Vino. Terkadang Vino meletakkan mata-mata di sekolah Mimi sejak SMP sampai SMA bahkan sampai kuliah, untuk membantu Mimi apabila dia dibully. Tapi untungnya selama rentang waktu sekolah Mimi termasuk siswa yang pandai membaur sehingga tak pernah ada pembullyan berarti yang menimpanya. Bahkan tak jarang Mimi menertawakan dirinya sendiri dengan lelucon lelucon yang dibuatnya. Teman Mimi pun semakin banyak. "Permisi." Ucap Mimi ketika Pak Restu memintanya masuk dan duduk disamping Vino. Udara dingin dari AC menyambutnya, dengan suka cita Mimi menikmati perubahan udara itu karena sumpah diapun sudah sangat kepanasan sejak tadi. "Bapak panggil saya?" "Iya, aku mau menawarkan sesuatu untuk kamu." See, dari awal Vino sudah memakai kata aku-kamu ke Mimi. "Produk pelangsing ya pa? Saya selalu gagal diet pak." "Hahaha, kamu lucu banget sih, memangnya aku ada tampang sales obat diet?" Vino menyemburkan tertawanya, sungguh respon yang jauh dari dugaan. "Ya terus mau nawarin apa dong?" Mimi memperlihatkan Puppy Eye pada Vino, yang membuat Vino ingin mengusap-usap kepalanya lalu mengelitiki perut buncitnya. Ups! "Hmm, kamu mau jadi sekretaris aku, di perusahaan?" "Saya enggak pernah jadi sekretaris pak, dari lulus SMA saya kerja di bagian pengiriman barang. Enggak ada pengalaman sekretaris sama sekali." "Ya nanti kan bisa diajarin." "Tapi kenapa tiba-tiba ya pak?" Vino berdehem dan melonggarkan dasinya, bingung mulai bicara dari mana? "Kalau kamu jadi sekretaris aku, aku pastikan jalanan ke rumah kamu enggak akan ditutup. Bagaimana?" "Ciyus pak? Miapah?" Sontak Mimi berteriak histeris karena dia melirik kerumunan pun mulai ricuh karena desakan mobil besar yang tak mau berhenti dan terus melesak maju ke dalam lapangan. "Serius, aku kenal sama pemilik PT. Indah Permai itu." "Hm, oke aku mau pak," tutur Mimi kegirangan. Setelah memberikan nomor handphonenya dan menerima kartu nama Vino, diapun turun dari mobil sambil melambai ala miss universe. Senyumnya sumringah menghampiri keluarganya. Dia tetap tak berceloteh tentang apa yang telah terjadi. Hingga kemudian, rombongan keamanan PT. Indah Permai memberitahukan bahwa demo warga diterima atasan dan jalanan tidak jadi ditutup. Rombongan tersebut pergi dengan bersalaman dengan para warga, diikuti oleh mobil-mobil besar yang kembali ke peraduannya. "Ket, tolong siapkan surat pembelian lahan PT. Indah Permai, minta bantuan tim hukum perusahaan ya. Saya sedang on the way kantor, nanti pemilik perusahaan itu akan datang ke kantor, jadi tolong disiapkan cepat ya." Ucap Vino sambil meminta Pak Restu menjalankan mobil, untuk terakhir kalinya dia menoleh ke arah kerumunan warga yang mulai membubarkan diri dengan ekpresi wajah gembira. Termasuk Mimi yang tersenyum sangat ceria. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD