Lamaran Dadakan

1879 Words
Di dalam ruang rapat bersama dengan Pak Haikal Prabu yang merupakan CEO Prabu Corn. Sedang ada presentasi dari rancangan bangunan Mall baru yang akan di bangun di ibu kota. Dan Dika sebagai arsitek yang akan menangani proyek tersebut. Ia terlihat dengan begitu apik menjelaskan segala gambaran nya. Memberikan penegasan yang sangat tepat. Juga detail-detail yang sangat mudah di mengerti. Meski tanpa senyum di wajah tampan nya itu. Namun sudah cukup membuat Pak Haikal dan beberapa petinggi lain nya mengangguk kagum. Semua pertanyaan yang di ajukan, semua bisa di jawab dengan jawaban yang memuaskan. Hingga semua di rasa cukup dan tidak ada kekurangan suatu apapun. Dika menutup presentasi nya dua jam kemudian. "Maaf pak, saya duluan". Kata Dika berpamitan pada Bos nya. Beliau hanya mengangguk dengan senyuman bangga. Dan Dika langsung berlalu keluar dari dalam ruangan itu dengan di ikuti oleh seorang wanita berpenampilan menarik. Yaitu, Luna. Sekertaris nya, yang sudah dua tahun berkerja sama dengan nya. Mengurus semua keperluan nya selama bekerja. Tiba di ruangan nya, Dika langsung membuka laptop nya. Dan membuka beberapa file yang ada di atas meja. "Teh nya, Pak". Luna datang membawakan segelas teh hangat. Dika hanya mengangguk tanpa menoleh. Pria tampan itu tetap fokus pada kerjaan nya. Tidak memperdulikan tatapan memuja sang sekretaris yang siap melempar diri kapan saja untuk melayani nya jika di butuhkan. Namun sayang nya, Dika sama sekali tidak membutuhkan nya. Di dalam pekerjaan nya, mungkin iya. Tapi di luar itu tidak. Dika adalah orang yang sangat profesional. "Bapak mau saya pesan kan makan siang?". Tanya Luna padanya. Dika berhenti mengetik. Pria itu diam sejenak, kemudian baru mengangkat matanya pada Luna. Mata tajam bagai elang itu bisa langsung menembus diri Luna. Bahkan, rona kemerahan langsung tampak di wajah perempuan cantik itu. Luna berdiri tidak nyaman, tatapan itu terasa begitu dalam. Sampai, ia merasa hanya dengan tatapan ia sudah basah di bawah sana. "Tidak usah, saya akan makan di luar". Jawab Dika kemudian. Pria itu langsung menutup laptop nya, mengambil jas di sandaran kursi nya. Kemudian langsung berlalu pergi tanpa menunggu Luna keluar dari ruangan nya. Bahkan, Dika melewati nya begitu saja. Luna terdiam di tempat, jantung nya berdebar cepat. Ini pertama kali nya, sang atasan menatap nya lebih dari lima detik. Sukses membuat jantung nya berdetak sangat cepat. Tapi sayang nya, raut wajah itu tidak menunjukkan apapun. Membuatnya langsung mendesah kecewa. *** Pukul satu siang, Dika sudah memarkirkan mobil nya di parkiran rumah sakit Medical Hospital. Ia langsung keluar dari dalam mobil nya. Sempat memandangi rumah sakit besar itu dengan pandangan menilai. Kemudian, baru melangkah menuju lobi rumah sakit. Sebuah ambulance dengan suara sirine nya melintas di depan nya. Membuat nya menghela napas sendiri. Ia tetap melanjutkan langkah nya menuju lobi rumah sakit yang lumayan ramai orang-orang berlalu lalang. Mulai dari suster, perawat atau orang-orang lain nya. Dirinya langsung menuju resepsionis, di mana ada dua orang suster yang sedang berada di balik meja setinggi di bawah dadanya. "Permisi" ucapnya langsung mengambil perhatian kedua suster tersebut. Keduanya menoleh, awalnya sih biasa saja. Namun di detik ketiga, mereka berdua langsung membuka mulut dengan mata melotot tidak percaya. Dika tetap dalam ekspresi kaku dan datar nya. "Ruang praktek nya Dokter Kandil dimana, ya?". Tanya Dika dengan nada yang sama. Keduanya tampak diam sejenak. Hingga kemudian tersadar dari keterkejutan mereka. Dengan sikap salah tingkah dan gugup mereka langsung menjawab nya. "Mari saya antar, Mas!". Salah satu dari dua suster tersebut. Membuat teman nya terkaget dan tidak terima. Dika bisa melihat perdebatan sengit melalui mata keduanya. "Saya sendiri saja, bisa kasih tau ruangan nya dimana?". Kata Dika yang enggan melihat lebih jauh perdebatan tak kasat mata itu. "Eh, lantai 5. Belok kiri. Nanti ada papan nama nya kok". Jawab suster yang bernama Keli, tertera di papan nama yang ada di atas d**a nya. Dika mengangguk, langsung berbalik menuju lift setelah mengucapkan terimakasih. Dan keduanya langsung menjerit histeris begitu Dika masuk kedalam lift meninggalkan lantai satu. "Gilaaa... Itu Dika kan?. Gitaris nya The Altlas!?. Oh God!!.. aslinya ganteng banget !!". Seru Keli dengan histeris namun tetap tertahan. "Iya ih!. Ya Alloh.. mau satu dong yang kayak gitu... Aaahh.. suara nya lhoo... Gue sampai nahan napas... Suara nya sekseh abesss..!". Orang-orang hanya bisa menggeleng heran melihat keduanya. *** Ting Pintu lift terbuka, Dika melangkah keluar. Seperti yang di katakan oleh suster di bawah. Ia berbelok kiri dan terus berjalan mencari papan nama yang di sebutkan oleh suster tadi. Hingga ia menemukan sebuah ruangan, yang di depan nya sudah ada empat orang ibu-ibu membawa anak-anak kecil sedang menunggu antrian sepertinya. Ia berjalan mendekati seorang suster yang duduk di balik meja yang ada di depan pintu ruangan bertulis Dr. Kandil Hutama. "Permisi?" Sapanya sopan namun dengan nada suara tegas. "Iya, ada ya-". Lagi. Respon suster itu hampir sama dengan dua suster di bawah. Dika tidak heran. Bagi nya dan juga teman-teman nya itu sudah biasa. Jadi, ia tidak akan merasa kaget juga bingung. "Saya mau ketemu Dokter Kandil". Kata Dika tidak suka berbasa-basi. Suster itu tanpa sadar langsung mengeluarkan selembar kertas. Memberikan nya pada Dika. Membuat dahi pria itu mengernyit. "Di isi dulu, mas.". Dika semakin bingung. Namun, ketika suster itu memberikan pulpen dengan muka memerah. Ia pun menurut. Ia membaca sejenak, yang ternyata formulir untuk pengisian data pasien. Ia pun mengisinya. Dalam hati tergeliti sendiri. Setelah itu memberikan kembali pada si suster. Dan, ia diberi nomor antrian. Membuat Dika pasrah harus ikut mengantri. "Anaknya gak di bawa mas?". Tanya seorang ibu-ibu ketika Dika duduk di samping ya. "Ha?. Oh, saya belum punya anak" jawab Dika. Ia melirik seorang gadis kecil yang terpangku lemah di pangkuan ibu itu. "Mas yang sakit?". Tanya beliau lagi. Dika tidak menjawab, hanya mengulum senyum tipis. Ia pun memilih untuk diam dan menunggu sambil memainkan ponsel nya. Tidak memperdulikan lirikkan si suster dan seorang ibu muda yang duduk di kursi dekat pintu. *** "Rena, masih ada?". Kandil yang baru saja melepaskan maskernya bertanya pada asisten pribadi nya. "Satu orang lagi, Dok. Ini data nya". Kata Rena memberikan data pasien berikutnya. Kandil, wanita cantik dengan rambut panjang itu mengangguk. Ia menerima selembar kertas itu dan duduk di balik mejanya sambil membaca data pasien berikutnya. Sedangkan, Rena pergi memanggil si pasien terakhir siang ini. Cklek Kandil langsung mengangkat kepalanya ke arah pintu. Dan mengernyitkan dahi saat melihat siapa yang masuk. Seorang pria tampan dalam balutan stelan kantoran rapi melangkah mendekat ke meja nya. "Permisi". Ucap Dika formal. Kandil menyunggingkan senyum nya. Kepalanya menunduk lagi membaca data pasien nya. Nama : M. Randika Ramadhan. Umur : 28 tahun. Keluhan : DM nya tidak dibalas dan di abaikan. "Jadi, itu beneran akun kamu?". Tanya Kandil ketika Dika duduk di depan meja nya. "Iya" jawab Dika. "Kenapa tidak membalas?". Kandil lagi-lagi menyunggingkkan senyuman manis nya. Bahkan, pria di depannya tidak sama sekali berusaha untuk berbasa-basi dengan nya. Padahal mereka sudah tidak bertemu hampir sepuluh tahun lebih. Dan tiba-tiba muncul, dengan mengirim pesan melalui ** nya. "Aku fikir itu akun fake" jawab Kandil. "Jadi?". Dahi wanita itu langsung menciptakan garis berlipat. "Apa?". "Balasan DM ku?". Tanya Dika. Kandil langsung di buat tertawa mendengar pertanyaan itu. Membuat Dika terus memandangi nya dengan pandangan yang memancarkan kagum. "Aku baik. Kamu?". Jawab nya dan kemudian kembali bertanya. "Sama" jawab Dika. Kandil sudah tau. Ia mengangguk dan kemudian mulai memandang serius pria di depan nya. "Kamu datang kesini, karena DM nya tidak aku balas?". "Iya". Jawab Dika singkat dan begitu berterus terang. Membuat ia lagi-lagi tidak bisa menahan senyuman nya. Pria itu tidak berubah. Selalu serius dan kaku. Si kakak kelas yang tiba-tiba menjaga jarak dan menghilang setelah menembak nya saat masih sekolah dulu. "Hanya karena itu?". Tanya Kandil mulai penasaran. Tidak mungkin seorang Dika datang menemui nya hanya karena DM ** tidak ia balas. Bukan karena ia sombong, tapi ia memang tidak yakin kalau itu benar-benar akun nya Dika. Ada banyak akun fake yang mengatasnama kan pria superstar ini. Apalagi fandom nya. Namun, ia tidak lihat tanda centang biru. Tapi, tidak sedikit juga fandom Dika sudah ada centang biru nya. Kembali lagi pada pria itu. Ia masih menunggu jawaban nya. "Tidak juga". "I see". Gumam nya sudah menebak. "Jadi, ada apa ?". Pria itu kembali diam sebentar. Memandangi nya dengan lekat dan sangat dalam. Sehingga membuat Kandil bingung. Ia dibuat Dejavu dengan pandangan tajam yang penuh minat itu. Dulu, pria itu pernah menatap nya seperti itu satu kali. Pria itu tiba-tiba datang menghampiri nya yang sedang di perpustakaan. Lalu mengajak nya berpacaran. Namun, besok nya langsung menjaga jarak dengan nya setelah ia memberi jawaban. "Menikah sama aku, mau?". Mulutnya langsung terbuka dengan kedua mata melotot kaget dan tidak percaya. Nyaris sama seperti tiga suster yang tadi ia temui. Namun, kali ini Dika tidak mendengus. Tidak mendelik, tidak risih. Justru, ia terus memandangi perempuan di hadapan nya itu dengan pandangan serius. Ia memilih diam, sampai Kandil selesai dengan raut kaget nya. Kemudian wanita itu membuang muka ke kanan. Langsung terkekeh geli sendiri. Kemudian, kembali menampilkan raut wajah tenang. Kembali seperti sedia kala. Kandil menatap Dika lagi. Memandangi pria itu dengan lekat dan menilai. Ia mengenal Dika. Walau tidak dekat, tapi ia tau bagaimana sosok Dika. Kakak kelas yang tidak pernah tersenyum bahkan tertawa. Hanya menampilkan raut wajah datar dan kaku. Bahkan, di atas panggung. Pria itu lebih sering mengenakan topi dan masker. Membuat banyak fans nya mati penasaran. "Aku sudah punya pacar". Jawab Kandil masih memandang lurus pada Dika. Pria itu masih menampilkan wajah tenang nya. Itu adalah jawaban yang sama yang ia berikan dulu. Dan, reaksi laki-laki itu tetap sama. Kaku dan datar. Namun, setelah itu laki-laki itu langsung berkata. "Oke". Lalu berbalik pergi meninggalkan nya. Itu dulu, sebelas tahun atau dua belas tahun yang lalu. Ia sudah lupa soalnya. Namun, sekarang laki-laki itu masih duduk di depan nya. "lalu?". Tanya itu timbul. "Kamu tidak akan pergi seperti dulu?". Dika membuang mukanya ke kanan sebentar. Menyunggingkan senyum tipis. Lalu kemudian menghela napas nya. Ia kembali menatap Kandil, tubuhnya sedikit ia majukan. Kedua tangan nya ia letakkan di atas meja Kandil. Saking bertaut. Dan mata itu menatap tepat ke manik mata Kandil. "Dulu, sebelas tahun yang lalu aku hanya mengajak mu berpacaran. Dan kamu menjawab sudah punya pacar. Otomatis aku gak bisa apa-apa lagi. Jadi, aku milih pergi.". Kata Dika padanya. "tapi saat ini, aku mengajak mu menikah. Bukan untuk pacaran, jadi kamu punya pacar atau tidak itu bukan lah masalah. Toh, dia masih cuma pacar. Bukan suami kamu". Jelas Dika dengan nada serius. Kandil diam, alasan yang sangat masuk akal. Ia diam lagi. Matanya kembali memandang Dika. Dan kemudian menghela napas berat. Sampai hp di samping tangan nya bergetar dan menampilkan sebuah kontak bernama Steven disana. Membuatnya terdiam, dan mata itu menjadi redup. Membuat Dika bingung sendiri. Ia ikut melirik pada layar ponsel wanita itu. "Aku mau". Helaan napas lega langsung Dika rasakan. Bahkan ia terkejut sendiri dengan jawaban itu. "Tapi dengan syarat". "Apa?" Tanya Dika langsung. Kandil mematikan panggilan di hp nya. "Temani aku makan siang sekarang". Dika langsung di buat melongo. Lalu kemudian langsung tertawa. Tawa yang begitu lepas. Bahkan, ia sendiri tidak tau kapan terakhir kali ia bisa tertawa selepas itu. Tapi, hari ini ia tertawa karena Kandil. Wanita yang baru saja menerima lamaran nya.   Tiba-tiba teman lama datang, tidak ada angin tidak ada hujan. Teman yang sama sekali tidak dekat. Datang dan dilamar seperti itu?. Apa jawaban kalian, guys?. Heheh
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD