LEMBAR 2

1081 Words
Jauh sebelum Ariska mengenal Raniya, Ariska mengenal beberapa temannya sebelumnya. Ariska benar – benar bukan tipe teman yang disukai semua kalangan. Ceritanya panjang jika dilembaran ini di ceritakan semua. Singkatnya, Ariksa ini tidak pilih – pilih dalam berteman. Ariska juga tidak pernah memeilih untuk ebrteman dengan siapa. Ariska lebih senang dipilih. Contohnya, ketika dalam pembagian kelompok, Ariska lebih sering duduk diam. Sampai dimana nanti ada temannya yang memilih dirinya untuk dijadikan anggota kelompok meskipun terpaksa dan Ariska adalah pilihan terakhir mereka. Ariska juga tidak pernah perduli dengan omongan – omongan yang membicarakan Ariska tentang bagaimana keadaan Ariska yang sebenarnya saat seseorang berusaha mendekati Ariska. Teman – temannya selalu berujung menjauhi Ariska dan berteman seala kadarnya dengan Ariska setelah mengetahui jika Ariska lebih memprioritaskan laki – lakinya daripada teman – temannya. Kenapa ? Karena Ariska memiliki beberapa kejadian buruk saat berteman. Ariska bahkan harus mengubur dalam – dalam ingatan itu agar Ariska tidak menjadi introvert walaupun sebenarnya, Ariska tidak masalah jika dirinya ini dianggap introvert. Masa – masa sulitnya sudah diubah sejak Ariska bertemu dengan Abraham Iqsa. Dia mengubah segala hal yang menurut Ariska buram menjadi cerah tidak terabaikan. Dan untuk itu, Ariska lebih memilih laki – lakinya daripada teman – temannya. Sejak kuliah, beberapa teman yang awalnya ingin menjadi dekat dengan Ariska harus mundur dengan mengatakan jika Ariska tidak bisa untuk di temani. Dan yang tersisa hanya Raniya. Itupun Raniya yang mendekatkan diri dan memaksa Ariska untuk berteman dengannya. Padahal, jika dilihat lebih jauh, Raniya memiliki kelompok kecil pertemanan. Namun karena Ariska memberikannya kenyamanan lebih, Raniya lebih memilih untuk dekat dengan Ariska. Dan bisa dikatakan jika Raniya adalah orang terakhir yang akan meninggalkan Ariska jika Ariska punya kesalahan besar tentu saja. “Jadi lo mau nyusul ngumpulin ini ?” Raniya masih saja mengomeli Ariska ketika memaksa Raniya mengajarkannya rumus – rumus yang bahkan Raniya sendiri tidak terlalu suka dalam hal mengulang. Jadi lebih baik, Raniya yang mengerjakannya. Untung saja, Raniya baik dan tentu saja harus ada bayarannya. Dan itu tidak masalah untuk Ariska. Orang tuanya tidak tahu uang yang setiap minggu dikirim untuknya dipakai Ariska untuk apa saja. Dan mereka mungkin tidak akan peduli. “Iyalah, gue balik ke kampus abis ini.” Kata Ariska begitu Raniya mengeluhkan kata selesai. Raniya mendesis ketika dengan seenaknya Ariska menarik kertas yang sudah Raniya corat – coret denga nisi jawaban soal essay itu. “Awas aja kalo balik ke kost ga bawa pizza. Ariska terburu – buru pergi dari sana. Pizza saja mah gampang. Yang penting, tugasnya selesai dan besok dia selamat di kelas. * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * Ariska kini sedang berada di depan laptopnya. Sebenarnya banyak tugas yang harus dikumpulkan akhir minggu ini. Tapi lihatlah Ariska sekarang. Dia sedang menonton acara ulang tahun boyband  dari Korea favoritnya sambil teriak-teriak pegang lightstik. Baju Korea dan atribut lainnya ia pakai. Bahkan dia memakai bandu dengan wajah aib biasnya. "Ah sumpah ya. Mereka kayaknya makhluk tuhan yang paling seksi, anjir gila anjir. Kenapa lucu banget sih. Anjir aaaaah gila gue bisa gilaaaa." Teriakan seperti itu sudah biasa didengar oleh teman satu kost dengannya. Iya. Di Jakarta Ariska memang menyewa kamar kost untuk dirinya. Tidak ada apartemen mewah walaupun sebenarnya Ariska sangat mampu menyewa apartemen di salah satu tempat terkenal. Tapi tidak, rasanya seperti ini nyaman. Dimana ada dua kamar di lantai atas dan dua kamar di lantai bawah. Semuanya empat kamar dengan TV, listrik dan kamar mandi untuk masing – masing kamar. Kamar tidurnya di buat sesederhana mungkin. Dan bahkan kasurnya hanya selembar tipis busa yang di lapisi kain berkarakter kartun. Dan juga bantal guling yang sudah di sediakan. Melihat keserhanaan itu, orangt ua Ariska sengaja membelikan tempat tidur tinggi untuk masing - masing kamar kostnya. Ibunya bilang kalau tidur di bawah dengan kasur tipis begitu takutnya terkena penyakit paru - paru bahkan sampai TBC. Dan ini yang kata Raniya bahwa Ariska sudah membuatnya nyaman. Kamar Raniya juga tak luput dari perhatiannya orang tua Ariska. Dan setidaknya, mengerjakan tugas seperti itu tidak sepadan dengan apa yang sudah diberikan kedua orang tua Ariska. Tidak hanya kasur, bahkan lemari pakaian ala kadarnya juga sempat akan diberikan jika Raniya tidak menolak. "Lo ga makan Ris ?" Itu teriakan Camellia. Teman satu kampusnya. Camellia Andala. Jurusan ekonomi tingkat tiga. "Iya, Mel bantaran lagi abis ini," Ariska membalas tak kalah teriak. Setelah habis acara yang Ariska tonton, dia keluar dengan pakaian sederhana. Pakaian yang biasa ia pakai jika akan makan ke bawah. Di kamar Gigi biasanya mereka berempat memakan makanannya. Karena kamar Gigi di lantai bawah dekat dengan dapur dan kamar Gigi yang paling besar juga barangnya tidak banyak, menjadikan kamarnya sebagai basecamp untuk mereka semua. Gigi. Gita Vayola. Jurusan MIPA tingkat ketiga. "Mana Raniya ?" Camellia bertanya karena Gigi satu lantai dengan Raniya. Tepatnya, kamarnya bersebelahan dengan Raniya. Gigi mengangkat bahunya kecil lalu menyendokkan nasinya lagi kemulutnya sampai mulutnya kembung. Kebiasaan Gigi adalah memasukan makanan full kemulutnya lalu mengunyahnya. "Bentar gue angkat telpon dulu," sahut Ariska kemudian berjalan menuju teras kost yang luamayan luas.   Dia berjalan keluar kamar Gigi dan mengangkat telepon. "Kenapa Sa ?" Mendengar suara dari seberang bukan Iqsa, membuat Ariska merasa bersalah karena memanggil Iqsa begitu saja. Itu adalah orang tuanya Iqsa. Mamanya Iqsa lebih tepatnya. Memberitahukan kepada Ariska bahwa Iqsa belakangan ini selalu kerja sampai tengah malam. Dan hari ini, Iqsa pulang dengan keadaan lemas dan langsung tertidur. Biasanya, Iqsa jarang pulang ke rumah orang tuanya. Iqsa punya apartemennya sendiri, dan jika Iqsa pulang ke rumah itu artinya Iqsa perlu perhatian dari orang tuanya. “Tolong ajakin main, Ris. Mama takut dia stress.” Percakapan itu memanjang sampai pada akhirnya mamanya Iqsa memutuskan panggilang yang lumayan panjang. Dan rencanaya, Ariska akan mengajak Iqsa main besok. Oleh karena itu, Ariska harus bisa menghubungi Iqsa lebih awal sebelum dia punya jadwal dengan yang lainnya. Semenjak diangkat menduduki kursi cukup tinggi di kantornya, Iqsa memang sibuk. Hampir selalu sibuk. Begadang bukan masalah mereka lagi. Tapi Iqsa menjadi berubah. Dan itu yang Ariska kurang suka. Iqsa menjadi orang yang super sibuk. Dan bahkan, Iqsa memiliki sedikit waktu yang bisa dibagikan dengan Ariska. Rasanya, sudah lama juga tidak main dengan Iqsa. “Ngapain di sini ?” Ariska menatap Raniya yang baru saja pulang. Ariska juga masih bisa melihat mobil di depan yang tadi mengantar Raniya pulang. “Abis telponan tadi, lo udah makan ?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD