LEMBAR 20

554 Words
‘Sori, gue ga yakin bisa ajak lo pergi keluar.’ Ariska tidak menjawab pesan itu, dia masih saja sibuk dengan tugasnya yang hari itu akan di kumpulkan. Meskipun Ariska tahu jika mencontek itu satu hal yang tidak boleh dilakukan oelh seorang mahasiswa dan pelajar, tetap saja Ariska mencontek karena tidak menyukai beberapa pelajaran yang diambilnya di kelas ini. “Ris, malam ini mau nitip apa ?” Ariska menjawab tanpa menatap siapa yang bertanya, “malam ini ? Ada siapa emang ?” Lebih tepatnya Ariska malah bertanya ulang. Yang ditanya oleh Ariska saat itu adalah Raniya. Jawaban yang diharapkan Raniya bukan pertanyaan lagi. Maka dari itu, pertanyaan dari Ariska membuat Raniya berdecak. “Gue udah bilang bukannya ? Kalo Gilang mau ajak gue main.” Ucap Raniya, “sebelum main, katanya dia mau beliin makanan buat lo, Gigi sama Camel.” Ariska mengangguk – anggukkan kepalanya lantas menutup bukunya dan juga buku Raniya sekalian. Dia mencontek buku Raniya tentu saja. Tadinya, Ariska mau mencoba menghentikan kegiatan itu. Namun susah. Mencontek sepertinya sudah mendarah daging di tubuhnya. “Gue nitip beliin kwetiau aja deh, pedes.” Ucap Ariska cuek kemudian mengumpulkan dua buku di tangannya kepada penanggung jawab kelas, “jangan lupa, jus manga.” Raniya terkekeh, “lo manfaatin Gilang jangan segitunya.” Kata Raniya. Ariska dengan menyebalkan menampilkan wajah tidak bersalah dengan bibir bawah maju ke depan dan mengendikkan bahunya. “Serah gue, dia ‘kan yang nawarin.” Sebenarnya, Ariska tidak enak jika terus – terusan minta dari Gilang. Namun, jika Ariska bersikap berbeda pada Raniya tentang Gilang, kemungkinannya Raniya akan curiga jika ada sesuatu di antara Gilang dan Ariska. Dengan kenyataan sebenarnya mereka tidak ada apa – apa selain berteman dan Gilang yang selalu bersikap berlebihan pada Ariska. Salahnya Ariska, dia malah merespon kebutuhannya yang diberikan oleh Gilang. Salah memang. Namun, sudah terlanjur. Ariska mungkin tidak akan begitu jika Iqsa memenuhi apa yang Ariska butuhkan dan perlukan. Sekarang Iqsa lebih memilih untuk sibuk dengan yang namanya kerjaan dan itu membuat waktu Iqsa untuk Ariska sedikit. Ariska juga memerluka waktu Iqsa dan Iqsa tidak memberikannya. “Kata Gilang iya.” Ucap Raniya membuat Ariska membuka ponselnya. Tidak membalas pesan yang tadi, hanya melihatnya dan setelahnya kembali untuk bermain game. Jam kosong kala itu membuat Ariska sedikit badmood. Apalagi Raniya terus menerus membicarakan Gilang. Sepertinya Raniya memang serius dengan Gilang. Padahal, waktu itu Raniya sempat mengatakan jika Gilang dan Raniya mungkin hanya cukup sampai sebulan. Namun, omongan Raniya meleset jauh. Sudah hampir tiga bulan dan Raniya masih intens berhubungan dengan Gilang. Entah, hanya saja Ariska sedikit iri dengan Raniya yang selalu memanggil Gilang saat dibutuhkan. Itu membuat Ariska benar – benar mengagumi sosok Gilang yang mungkin sangat punya waktu luang untuk Raniya. “Gilang itu kerjaanya apa ?” Tiba – tiba Ariska bertanya tanpa sebab. Sebenarnya, Gilang pernah mengatakan jika dirinya kerja di bawah orang. Dia sebagai pekerja harian di kantor. Sehingga Ariska penasaran sekarang pekerjaan Gilang apa. Karena jika di lihat, Gilang dan Raniya sering kali kencan dan main keluar dari kos – kosannya. Raniya mengendikkan bahunya. Entah, namun Raniya juga kurang paham dengan pekerjaan Gilang. Dia hanya tahu Gilang punya pekerjaan yang cukup untuk mengisi ruang waktunya. Tentu saja menghasilkan uang. “Katanya sih dia mulai bisnis gitu.” Pada akhirnya, jawaban itu yang keluar dari mulut Raniya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD