LEMBAR 7

1116 Words
Seiring berjalannya waktu, Ariska dan Raniya juga semakin dekat. Walau tidak besama saat semester awal. Namun tingkatan kedua, mereka mulai dekat satu sama lain. Dan Ariska semakin tau bagaimana harus bersikap kepada Raniya. Ariska masih saja tertutup terhadap kehidupannya yang lalu – lalu. Namun, saat Ariska melihat Raniya pulang dari suatu tempat bersama Gigi, ada rasa de javu. Rasanya, Ariska sudah pernah mengalami kejadian dimana Ariska semakin ditinggalkan oleh orang – orang di sekitarnya karena terlalu memprioritaskan kekasihnya dari pada temannya. Di masa – masa Ariska sekolah dulu, banyak hal yang sudah di lalui. Dimana Ariska menjadi tahu siapa teman Ariska yang sebenarnya. Ariska sering sekli ditinggalkan. Dan melihat Raniya dan Gigi bersama – sama. Melihat mereka tertawa senang tanpa Ariska, rasanya Ariska kembali ke masa dimana Ariska akan segera ditinggalkan. Padahal, Raniya sepertinya buka tipe orang yang mudah meninggalkan teman seperti yang adi dipikiran Ariska. Namun, Ariska memiliki hati yang baru saja pulih dari sakit hati gara – gara teman dekatnya. “Dari mana ?” tanya Ariska begitu Gigi dan Raniya sampai di teras kosan mereka. Ariska sedang menunggu Raniya untuk mengerjakan tugas kelompok dengan Raniya. Dan Raniya dengans angat sadar sudah menjanjikannya. Raniya juga tidak lupa. Namun, jalanan Jakarta malam senin juga termasuk padat. “Gue abis main. Ketemu Gigi dijalan, sekalian aja gue ajak bareng.” Kata Raniya sudah membuka pintu kamarnya. Gigi mengekor dari belakang sebelum Ariska. Mereka bertiga masuk ke kamar Raniya. Walaupun Gigi punya kamar besar, rasanya di kamar Raniya yang selalu banyak makanan dan suasana lebih hangat ini menjadikan mereka lebih nyaman di sini. Dan Ariska tidak biasa jika satu ruangan bersama Gigi. Gigi adalah orang yang paling terakhir mengisi ruang kosong di kost mereka. Dan tentu saja, antara Gigi dan Ariska masih ada kecanggungan. Tapi, Ariska berusaha untuk membuat kecanggungan itu mencair. “Tadi itu cowok lo ?” Ariska menatap Gigi yang membuka perbincangan itu di atas kasur Raniya. Sedangkan, Ariska duduk di kursi yang menjadi satu dengan meja belajar Raniya. Dan biasanya, Ariska yang sibuk rebahan di kasur Raniya. Namun, sekarang ada Gigi. Lagi. Ariska merasa ditinggalkan begitu Raniya sangat semangat menceritakan semuanya kepada Gigi. Raniya tidak menjelaskan detailnya. Namun, Ariska tidak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan. Hanya mereka berdua yang mengerti satu sama lain. “Ran, panggil gue pas lo udah selesai ngobrol. Gue lupa bawa handphone di atas.” Kata Ariska menghindari obrolan yang bahkan Ariska sendiri tidak tau kenapa harus di hindari. Pada intinya, handphone yang dibicarakan Ariska ada di saku celana pendeknya. Dan Ariska hanya mencari alasan untuk keluar dari suasana diamnya saat itu. Ariska benar – benar merasa ditinggalkan. Bahkan Raniya dan Gigi, asik mengobrol tanpa memperdulikan keberadaan Ariska. Dan itu yang membuat Ariska sangat tidak enak untuk tetap berada di sana. Ariska pernah beberapa kali mengalami hal dimana Ariska punya teman dekat, dan teman dekatanya itu tiba – tiba membawa teman baru. Dikenalkan kepada Ariska, namun ada saatnya, Ariska ditinggalkan dan teman lamanya Ariska itu lebih memilih untuk ada di sisi teman barunya yang lebih dari Ariska. Entah itu lebih pintar, lebih cantik atau bahkan lebih kaya. Dan Ariska takut jika ditinggalkan temannya lagi. Tapi, Ariska sangat ingat dimana Raniya lebih mementingkan Ariska dari pada teman lainnya. Begitu Tamara waktu itu bertengkar dengan Iqsa dan Ariska memilih pulang dengan taxi, sepertinya Raniya paham dengan wajah kusut yang ditampilkan oleh Ariska. Dan untuk itu, Raniya mencercanya malam itu. "Ris, gue ada janji sama Rendra malam ini. Dia mau main ke kost. Katanya mau di bawain apa ?”   Rendra katanya ? Yang mana lagi orangnya ? Ariska bahkan tidak mengenalnya. "Lo ga mau apa - apa gitu ?" Raniya mendekati Ariska yang tengah duduk membuka sepatunya di teras kost. "Beliin eskrim yang bejibun deh kalo boleh. Gue lagi pengen yang dingin - dingin," kata Ariska ngasal. Raniya tertawa, "Okay. Kalo mau dingin mah lu berendem sana di air es." Ariska naik ke lantai atas setelah mendapat anggukan ijin untuk langsung pergi ke kamar pada Raniya. Hal yang pertama yang dia inginkan untuk malam ini adalah kasurnya. Tanpa melepas baju yang melekat di tubuhnya, Ariska membenamkan kepalanya di ranjang empuknya. Tidak. Ariska tidak mau menangis malam itu. Arika jadi ingat malam itu. Ariska sangat ingin mengeluarkan semuanya. Tapi, Ariska harus menjaga hatinya dulu. Namun gagal.  Ponselnya bergetar saat dia bangkit menuju kamar mandi. 'Harusnya malam ini berkesan, Ris. Ini tahun keenam aku bareng kamu. Aku ga mau kamu pergi Ris. Bisa ga kamu di sini ? Bareng aku lagi untuk tahun - tahun berikutnya ? Aku harap kamu mau. Maaf buat tadi. Aku sama sekali ga mikirin kamu bikin aturan buat hidup aku lebih baik. Tapi, aku benar - benar bisa sendiri, Ris. Jangan berantem ya ? Nanti kita nonton. Kamu mau kan ? Katanya ada film baru di bioskop. Kenapa kamu ga ngajak aku nonton ? Kesukaan kamu banget kan ? Udah ya, jangan ngambek. Aku sayang kamu, Ris.' Bahkan setelah pertengkaran itu, Ariska bakal gatal menceramahi rambut Iqsa yang berantakan. Kumis Iqsa yang ketebalan dan aturan-aturan lainnya yang dibuat Ariska untuk Iqsa. Tidak. Seharusnya, Ariska menahannya. Agar tidak menimbulkan lagi pertengkaran semacam ini. Ariska tidak ingin kehilangan Iqsa. Ariska sangat membutuhkan teman cerita. Tapi, Ariska tidak  bisa menceritakan masalahnya pada Raniya. Selain, tugasnya yang mulai banyak, Ariska tidak ingin membebankan Raniya yang harus mencari solusi untuk masalah Ariska. Cukup Ariska saja yang tau dan mencoba untuk menyelesaikan semuanya dulu. Sampai di sini, Ariska benar – benar merasa jika Raniya tidak akan meninggalkannya. Mungkin sampai lama – lama. Saat Ariska memiliki masalah besar dengan Raniya yang tidak bisa dimaafkan, mungkin saat itu, Raniya akan meninggalkan Ariksa. Semoga saja tidak sampai seperti itu. Ariska tidak mau ditinggalkan lagi oleh teman perempuannya. Dan hanya Raniya saja yang mau menemaninya sampai sini. Meski Ariska tertutup dengan kehidupan pribadinya, Raniya tetap di sini. “Udah selesai galaunya ?” Tanya Raniya begitu melihat Ariska yang turun dari tangga menuju ke kemar Raniya malam itu . Ariksa nyengir, “galau apaan dah ?” Raniya mengangkat bahunya acuh kemudian masuk ke dalam kamar. Dan Ariska menyusul, sudah tidak ada Gigi. Dan Ariska bersyukur jika Raniya mengerti dirinya dan juga Ariska harus mengerjakan beberapa tugas kelompok. “Kenapa sih ? Tadi lo tiba – tiba naik ke atas ?” Ariska menatap Raniya yang sudah mempersiapkan bukunya. “Ga papa tuh, hp gue ketinggalan.” Ucap Ariska ngasal kemudian mulai menulis beberapa kalimat di bukunya. “Gigi itu baik. Coba aja temenan sama dia.” Kata Raniya. Ariska mengangguk, “udah kok. Gue udah coba. Tapi rasanya beda aja sama lo.” Raniya tertawa, “ya beda lah. Dia kan bukan gue.” Lagi, Ariska mengangguk. “iya deh iya nanti coba pdkt lagi.”  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD