Jasmine Pergi?

2277 Words
Jasmine kikuk didepan pintu. Antara iya atau tidak untuk menjawab pertanyaan Anna. Ini semua masih terasa aneh untuknya. Anna bukan gadis manja ataupun penakut. Selama ini, Anna tidak pernah kesepian meskipun kedua orang tuanya sering bepergian ke luar negeri. Tapi kenapa? sekarang Anna justru bersikap seperti wanita manja?  "Jasmine, boleh ‘kan ...? " pintanya dengan memohon. Anna yakin. Jasmine pasti akan memperbolehkannya untuk tinggal. "Please Jasmine. Boleh ya?" lanjutnya mengeluarkan jurus andalannya untuk menaklukkan hati Jasmine. Selama ini, Jasmine tidak pernah tahan dengan sikap memelasnya. Jasmine pun mengangguk pelan. Mengizinkan Anna untuk tinggal sementara waktu di rumahnya. Lagi pula, dia memang tidak punya pilihan lain selain meng iyakan permintaan Anna. Jika dia menolak, tentu saja Anna akan curiga.“Masuklah! " ucapnya dan Anna dengan cepat melangkah masuk melewatinya. Jasmine menutup pintu. Sepertinya malam ini Peter tidak akan pulang ke rumah. Dan dia harus bersyukur, Anna datang di waktu yang tepat untuk menemaninya. Tapi, perubahan Anna yang tiba-tiba itulah yang membuatnya bertanya-tanya. Jasmine melangkah masuk ke kamarnya. Dan di sana, Anna sudah terbaring santai di ranjangnya. "Jasmine. Kau sendirian? Dimana Peter?" Huh?! Yang benar saja. Pertama kali bicara dan kau sudah menanyakan kekasihku? "Emm ... Entahlah. Aku juga tidak tau," jawab Jasmine cepat. Kenapa pertanyaan Anna langsung mengarah pada Peter? Oke, Jasmine tau Anna memang menyukai Peter. Tapi, sampai pindah ke rumahnya untuk mendekati Peter, bukankah sangat tidak elegant untuk wanita terhormat sepertinya? Jasmine juga turut serta merebahkan tubuhnya keranjang. Menarik selimut menutupi tubuhnya. “Paman dan bibi kemana? Sampai-sampai kau mau menginap di sini?” tanya Jasmine sambil melirik ke arah Anna yang sedang memainkan ponselnya. Anna pun juga melirik Jasmine kilas dengan ekor matanya. “Mereka pergi ke luar kota dan akan menginap beberapa hari,” jawab Anna membuat Jasmine mengangguk. “Jasmine, tadi pagi, kenapa kalian mendadak pergi?” Pertanyaan Anna, membuat Jasmine harus kembali membuat alasan yang tepat agar Anna tak mencurigainya. “Tidak ada apa-apa Anna,” jawab Jasmine singkat. Sungguh, dia pun tak memiliki alasan kuat untuk saat ini. “Apa gara-gara aku?” lanjut Anna membuat Jasmine memilih berbaring menyamping memunggungi Anna. "Anna aku mengantuk. Aku tidur dulu. Good Night," ucapnya sambil mencoba memejamkan mata. Sebenarnya dia bohong. Dia sama sekali tak mengantuk. Hanya saja, Jasmine enggan untuk bercakap-cakap lebih dengan Anna. Bisa-bisa rahasianya dan Peter terbongkar. Anna melirik kilas ke arahnya. "Night too Jasmine," balasnya. Anna pun belum mengantuk. Jika ada kesempatan dia masih ingin menunggu Peter. Kepergian Jasmine dan Peter yang tiba-tiba, juga masih membuatnya penasaran. Dia ingin mengungkap sebenarnya ada apa dengan keanehan sikap mereka berdua. Mulai besok, aku harus bertindak cepat untuk mengetahui kebenarannya. *** Jam masih menunjukkan pukul 4 pagi. Jasmine bangkit dan mengambil jaketnya. Sudah lama dia tidak melakukan pekerjaan yang di tekuninya setelah mengetahui jika dirinya adalah Putri sang penguasa London. Yah, hari ini dia hanya ingin sekedar bersepeda saja. Mengelilingi daerah tempat tinggalnya yang asri. Untuk mengantar s**u pun, pemilik peternakan tidak akan lagi mengizinkannya. Seluruh dunia tau apa statusnya sekarang. Dia bukan lagi anak haram yang hanya memiliki ibu dengan status mantan jalang. Marga D' ORION yang ditakuti dan disegani oleh semua orang kini melekat, dan bersanding dengan namanya. Jasmine bergegas mengambil sepedanya di garasi belakang. Sepeda yang di berikan Peter dengan modus ancaman. Padahal yang sebenarnya, karna rasa bersalah tapi malu untuk mengatakan. Rasa ego dan sifat pendiamnya menahan pria itu untuk bersifat manis layaknya pria pada umumnya dengan meminta maaf. Jasmine sedikit mengelap bagian sepedanya yang ter tempeli debu, sudah sekia lama sepeda itu tak dia gunakan. Jasmine, kemudian mengeratkan jaketnya sebelum mulai mengayuh sepedanya menjauh dari halaman rumahnya. Dia juga ingin mengunjungi Nenek Jessy, dia pun merindukan wanita tua itu setelah sekian lama. "Nenek," panggilnya, begitu sampai di halaman rumah nenek Jessy dan melihat wanita tua renta yang sangat baik dan rakah itu, sedang mengambil s**u dan koran yang sudah tersedia di tempatnya. "Apa kabar? Nenek sehat ‘kan?" Nenek Jessy menatapnya dengan pandangan menelisik. Pagi masih gelap, penglihatannya yang sudah menua seiring usia tidak begitu fokus melihat objek yang di lihatnya. “Ya. Jasmine, kau kah di sana ...?" tanyanya. Jasmine melangkah mendekat dan memeluk Nenek Jessy dari samping. Membagi kehangatan sebuah keluarga yang tidak nenek Jessy miliki begitupun dengan dirinya. Sejak dulu, Nenek Jessy sudah dia anggap sebagai bagian keluarga yang tidak di milikinya. "ya. Aku Jasmine. Dan aku sa ... ngat merindukanmu." "Astaga, Jasmine. Aku juga sangat merindukanmu," girangnya. "ke mana saja kau beberapa bulan ini? Kau dan Peter menghilang begitu saja dan tak ada kabar. Kalian tega meninggalkanku ... " lirihnya, tertunduk sedih. Dia sangat menyayangi kedua anak muda yang sudah dia anggap cucu itu. Jasmine si periang dan Peter si pendiam. Meskipun karakter mereka yang berkebalikan, mereka tetaplah menjadi kesayangannya. Jasmine mengusap lengan Nenek Jessy yang berbalutkan jaket tebal dengan lembut. "Maaf Nek. Sesuatu yang besar harus membuat kami pergi untuk beberapa saat. Tapi, jangan sedih. Aku dan cucu menakutkanmu itu sudah kembali lagi ke kota ini." "Benarkah? Jadi, Peter disini juga? Di kota ini?” "Yap!" Jasmine menganggukkan kepalanya kuat. "Hanya saja, Peter tinggal di rumahku. Si keras kepala itu tidak mau tinggal di rumahnya sendiri. Menyebalkan, bukan?” "Di rumah mu?" Jasmine tertawa pelan. Dari raut wajah Nenek Jessy, dia bisa membaca keterkejutan dan tanda tanya besar dari wanita paruh baya yang suka memata-matai hubungannya dan Peter sejak dulu. "Ceritanya panjang Nek. Kau hanya perlu mengetahui, jika aku dan Peter adalah sepupu." "Apa? sepupu?" Nenek Jessy semakin kaget mendengar kebenaran yang dikatakan Jasmine. Jasmine kembali mengangguk mengiyakan. "Ya Nenek. Ayah kami bersaudara." "Apa? Saudara?" "Kau terlalu banyak terkejut. Itu tidak baik untuk kesehatanmu," ucap Jasmine sambil melirik kilas rumah Peter di samping rumah Nenek Jessy. Rumah minimalis yang menjadi titik awal pertemuan mereka dan berlanjut pada hubungan kisah Cinta. "Aku harus kembali. Jika ada waktu, aku akan kembali kesini untuk makan kue coklat buatan Nenek yang paling enak sedunia itu." Senyuman tipis terbit di bibir Nenek Jessy yang mengering seiring bertambahnya usia. "Kau sangat menggemaskan," ucapnya sambil mencubit gemas pipi Jasmine. "lalu, bagaimana dengan hubungan kalian?" lanjutnya. Jasmine tersenyum tipis. Nenek Jessy adalah orang pertama yang merasakan getar hubungannya dan Peter. "Do’ akan, semoga semuanya akan baik-baik saja, Nek," ucapnya. Nenek Jessy memegang tangan dingin Jasmine yang lembut di genggamannya. “Ingat perkataanku Jasmine! Jangan pernah mengorbankan perasaanmu untuk orang lain. Mungkin kau berhutang budi pada seseorang. Tapi, perasaan dan rasa Cinta bukanlah alat tukar atau alat pembayaran untuk sebuah hutang budi, mengerti?" Jasmine mengangguk. Nenek Jessy masih ingat saat-saat dirinya menghindar dari Peter karna Anna beberapa bulan yang lalu. Dan sampai sekarang pun dia masih mengkhawatirkan hal itu. Ya. Kau benar Nek. Apa yang menjadi kekhawatiranmu terjadi pada hubunganku dan Peter. Saat ini, aku harus memilih, antara memperjuangkan cintaku atau mengorbankannya demi persahabatan. "Aku pergi, dah Nenek ... " pamitnya sambil melambaikan tangannya, tapi Nenek Jessy kembali memanggilnya. "Jasmine, berikan ini pada Peter. Dia sangat menyukainya," ucapnya sambil memberikan se Toples kue jahe berbentuk setengah lingkaran. Jasmine menerimanya, kemudian pergi dari sana. "Jasmine, sampaikan salamku pada Peter! Suruh dia kemari, aku sangat merindukannya! " teriak Nenek Jessy dengan suara paraunya yang bergetar. Jasmine mengangguk, lalu mengayuh sepedanya meninggalkan tempat itu. Di harus segera sampai. Masih banyak pekerjaan rumah yang ingin dia lakukan. Aku akan memasak. Peter pasti akan segera pulang. Setelah sampai, Jasmine meletakkan sepedanya di halaman rumah. Sejenak, dia melepaskan jaketnya kemudian menggulung rambutnya yang tergerai bebas ke atas dengan asal. Hanya tinggal beberapa anak rambut yang menjuntai di bagian wajahnya saja. Jasmine melangkah ke dalam rumah sambil membawa titipan Nenek Jessy untuk Peter di tangannya. Jasmine haus, bersepeda di pagi hari membuatnya selalu berkeringat hingga Akhirnya, dia menuju dapur untuk minum. Tapi, alangkah kagetnya dia saat melihat Peter sedang berpelukan dengan ... Anna? Bugh! Toples yang dipegangnya tiba-tiba lepas dari tangannya dan terjatuh, hingga membuat kedua manusia yang sedang membagi kehangatan itu sontak menoleh padanya. "Jasmine?!" ucap mereka bersamaan. Jasmine tersenyum kikuk. Dia menunduk mengambil Toples yang nyatanya tidak pecah sedikit pun. Tangannya terangkat untuk menghapus air matanya yang tiba-tiba mengalir disudut matanya. Apa-apaan kau Jasmine? Kenapa kau menangis? Memalukan! Jasmine pun bangkit. Dia meletakkan Toples itu di atas meja dengan kepala tetunduk menyembunyikan matanya yang berkaca-kaca. "Maaf mengganggu kalian. Aku hanya ingin meletakkan ini," ucapnya. "Anna, aku mau ke supermarket sebentar. Mmm, maaf. Kalian sudah terganggu olehku," lanjutnya lalu melangkah keluar dengan cepat. Tangis yang di tahan nya pun pecah. Pemandangan tadi, benar-benar membuatnya kecewa. Melihat mobil Peter yang tak terkunci, Jasmine segera masuk dan mengendarainya. Beruntungnya, Peter sempat mengajarinya untuk mengemudikan mobil. "Jasmine berhenti!" teriak Peter, tapi Jasmine tak perduli. Dia tetap melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Meninggalkan Peter yang sempat menggedor-gedor kaca dan memaksanya untuk berhenti. "Jasmine ...! Berhenti, Jasmine! Aku bilang hentikan mobilnya!" teriak Peter lagi. Jasmine tetap tidak perduli. Dia melajukan mobilnya, membelah jalanan padat kota Paris. Dia kacau, sakit dan kecewa. Dia tau dirinya egois dengan membuat Peter bingung untuk mengambil sikap. Bukannya dia sendiri yang membuat perjanjian dan memaksa Peter untuk menyetujuinya. Lalu, kenapa dia harus menangis saat melihat kedekatan Peter dan Anna? "Hiks... Hiks... " Air matanya mengalir deras. Tidak tau kenapa, akhir-akhir ini dia mudah sekali menangis. "Kau lemah Jasmine. Seharusnya kau tidak menangis!" ucapnya sambil mengusap air matanya kasar. Jasmine berhenti di sebuah kafe. Deretan gambar es krim dan cup cake mini membuatnya menahan salivanya yang hampir menetes keluar. Mendadak semua kekacauannya tadi, lenyap begitu saja. Yang dia rasakan sekarang adalah, dia ingin sekali merasakan bagaimana dingin es krim itu dan manisnya cup cake itu menyentuh lidahnya. Tapi, dia tidak punya uang sepeserpun. Peter tidak memberinya uang, karna takut dia pergi tampa pamit. Tapi, dia tak bisa menahannya, dia sangat menginginkan es krim dan cup cake itu. Jasmine memilih keluar dari mobil dan masuk ke kafe itu. Dia melangkah cepat menghampiri meja menu. Dia tau, apa yang harus dia tukarkan untuk memenuhi keinginannya. “Berikan aku es krim dengan 5 rasa ini, dan semua cup cake di dalam etalase itu. Dan kau bisa mengambil mobil itu," ucapnya sambil memberikan kunci mobil milik Peter tampa ragu. Perkataan Jasmine, sontak membuat pelayan itu ter nganga dan mengerjap tak percaya. Apa wanita di depannya sudah tidak waras, sehingga tega menukarkan mobilnya hanya demi es krim dan cup cake saja? "Anda serius Nona?" tanya pelayan itu tak percaya. Jasmine mengangguk. Sedangkan matanya tak lepas dari cup cake yang terjejer cantik di dalam etalase itu, "Ya. Aku serius," jawabnya. "ku mohon, cepat berikan permintaanku tadi," lirihnya sambil menelan salivanya beberapa kali. Pelayan itu bekerja cepat. Jarang-jarang dia menemukan pelanggan yang kelewatan kaya sampai-sampai memberikan mobilnya secara cuma-cuma. Karna menurutnya, harga es krim dan cup cake yang dimintanya tadi, bahkan tidak lebih mahal dari harga gantungan kunci dengan inisial P$D yang nampaknya terbuat dari emas asli. "Nona, ini pesanan Anda," ucap pelayan itu sambil memberikan pesanan Jasmine dalam tas besar. "Terimakasih banyak, dan ini kuncinya," jawabnya sambil memberikan kunci mobil milik Peter. Jasmine keluar dari kafe itu dengan wajah sumringah. Perasaan sedihnya tadi, menghilang begitu saja saat es krim rada coklat itu menyentuh lidahnya. "Wah, ini es krim terbaik di dunia!” girangnya sambil terus menikmati es krimnya. Saat ini, Jasmine sedang berada di dekat kolam yang berada di tengah taman. Dia tak perduli pada apapun lagi. Hanya es krim dan cupcake dalam pangkuannya yang menjadi pusat perhatiannya. Dia ingin segera menghabiskan semua itu dan Peter ... Masa bodoh! Aku hanya ingin bersama es krim dan cup cake ini. "Kenapa tiba-tiba kepalaku pusing?" lirih Jasmine sambil memijat pelan pelipisnya. Yang di pandangnya terlihat berputar dan perlahan pandangannya mulai mengabur hingga... Brugh! Jasmine pingsan di taman itu. *** Peter mengemudikan mobilnya seperti pembalap profesional. Dia sudah menemukan titik lokasi di mana Jasmine berada. Seandainya saja, Justine datang tepat waktu, dia tidak akan kehilangan banyak waktu seperti ini. Peter menghentikan mobilnya di depan sebuah Cafe. Mobilnya yang dibawa Jasmine terparkir di depan Cafe itu dan itu artinya, Jasmine berada di dalam sana. Peter melangkah masuk, lalu memfokuskan pandangannya pada setiap pelanggan yang ada disana. Tapi nihil. Jasmine tidak ada disana. "Ke mana wanita yang membawa mobil itu?" tanyanya begitu menghampiri meja menu. Pelayan itu, melihat Peter dengan pandangan ngeri. Melihat bagaimana berantakannya penampilan pria itu dan kegusaran yang nampak di wajahnya. Pelayan itu, menarik satu kesimpulan begitu melihat penampilan Peter yang seperti sedang kehilangan sesuatu yang berharga. "Maksud Tuan, mobil di depan sana?" tanyanya dan Peter mengangguk mengiyakan. “Tadi, Nona yang membawanya sudah menukarkan mobil itu dengan semangkok es krim 5 rasa dan separuh cup cake dalam etalase ini Tuan," lanjut pelayan itu. "Apa?!" kaget Peter tak percaya. " Benarkah?" "Ya Tuan. Ini buktinya." Pelayan itu memberikan kunci mobil yang diberikan Jasmine tadi. "Apa Nona tadi mencurinya?" "Tidak!" sanggah Peter cepat. “Lalu, di mana wanita itu sekarang?" "Entahlah, saya tidak tau Tuan. Begitu mendapat apa yang di inginkannya, Nona itu langsung pergi dengan wajah sumringah." "Baiklah. Ambil ini sebagai pembayaran untuk es krimnya. Aku tidak membawa uang cash, card ku juga ketinggalan di rumah." "Tapi, ini terlalu banyak, Tuan," ucap pelayan itu, saat Peter memberikan gantungan kunci mobilnya dengan inisial P$D tadi. "Sisanya untukmu." Setelah mengucapkan itu, Peter melangkah keluar lalu memasuki mobilnya yang ditinggalkan Jasmine hanya demi cup cake dan semangkok es krim 5 rasa. Rasa khawatirnya sedikit terganti menjadi tawa geli mengingat tingkah lucunya. " Apa yang terjadi, sehingga hanya demi semangkok es krim kau menukarkan mobilku untuk mendapatkannya?" lirihnya sambil terus menyusuri kota, mencari keberadaan Jasmine yang tidak di ketahui dimana letak lokasinya. Saat melihat kedekatannya dan Anna, Jasmine pergi begitu saja tampa membawa apapun yang bisa dia lacak keberadaannya. Beberapa kali, Peter mengusap wajahnya kasar. Jasmine tidak ada, sedangkan sudah beberapa tempat dia datangi. Di mana kau saat ini, Jasmine? Maafkan aku. Itu tidak seperti yang kau lihat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD