“Ma ... Ra-rayan,” ujar Reyno gagap.
“Kenapa dia?” Maya sedikit emosi ketika mendengar nama Rayan di sebut.
“Rayan kecelakaan ... aku akan ke rumah sakit sekarang. Mama mau ikut?”
“Tidak! Mama tidak mau ikut, biarkan saja dia di sana!” Maya berucap ketus dan berlalu meninggalkan anak sulungnya.
Reyno menatap punggung Maya sampai menghilang di balik pintu, dari luar ia bisa menampilkan kebencian pada Rayan, namun di dalam hatinya... Reyno yakin jika Maya tidak akan pernah bisa membenci Rayan. Reyno mengerti kenapa Maya sampai kecewa pada adiknya itu, ia pun juga kecewa dengan pilihan Rayan yang menikahi Mela dan meninggalkan mereka.
Benar saja, di dalam kamarnya... Maya menangis tersedu-sedu. Wanita itu meremas erat dadanya mendengar Rayan kecelakaan, namun sisi ego dari dalam hatinya mengalahkan rasa sayangnya pada Rayan. Maya merasa dikecewakan, sikap Rayan yang lebih memilih Mela dari dirinya membuat hati Maya hancur. Ia yang telah melahirkan dan membesarkan Rayan dengan sepenuh hati dan cinta, tapi Rayan malah memilih wanita itu daripada mendengarkan perkataannya. Padahal Maya tidak meminta apa-apa selain Rayan menikah dengan wanita pilihannya yang setara dengan keluarga mereka. Hanya itu...
Maya sudah menyiapkan seorang gadis untuk Rayan, tapi Rayan menolaknya.
“Maaa....” Reyno mengetuk pelan pintu kamar Maya.
“Aku mau pergi ke rumah sakit, Mama tidak mau ikut denganku?” tanya Reyno dibalik pintu.
“Tidak!” Maya menjawab dengan cepat.
“Baiklah, nanti Mama aku kabari keadaan nya,” ujar Reyno sambil berbalik, meninggalkan kamar Maya dan berlari menuju mobilnya yang terparkir di halaman.
Reyno sampai di rumah sakit ketika dua ambulance meninggalkan area rumah sakit, pria itu mencari space kosong untuk memarkirkan mobilnya. Setelah mendapatkan tempat yang tepat, ia pun berjalan cepat menuju bagian informasi untuk mencari tahu keadaan Rayan, adiknya.
Reyno berdiri dengan tidak sabar menunggu pintu ruang ICU tersebut di buka, menurut informasi yang ia terima, banyak korban kecelakaan yang masuk saat itu. Ia tidak di izinkan masuk ke sana dan mesti menunggu di luar untuk mendapatkan informasi tentang adiknya dan korban kecelakaan yang lain.
Banyak juga pihak keluarga lain yang menunggu bersama Reyno untuk memastikan keadaan keluarga mereka, termasuk Rusdi, ayah Mela.
Rusdi dan Reyno tidak saling kenal, mereka belum pernah bertemu, meskipun berada di tempat yang sama, mereka tidak saling mengenal dan tidak saling menyapa. Lalu Rusdi memilih untuk menunggu Mela di luar rumah sakit karena ia mendapat kabar jika Mela dalam perjalanan ke rumah sakit.
Beberapa perawat keluar dari ICU dengan mendorong dua brankar, di atas barankar ada korban kecelakaan yang wajahnya sudah di tutupi. Orang yang menunggu bersama Reyno berlarian mengejar mencari tahu siapa yang terbaring di balik kain putih yang menutupi wajah tersebut. Berbeda dengan mereka, Reyno hanya melihat dari jauh karena ia tidak berharap jika orang itu adalah Rayan.
Perawat yang mendorong brankar meminta pihak keluarga untuk tenang dan menunggu informasi dari dokter. Mereka tidak mengizinkan sembarang orang untuk membuka kain penutup sampai mereka tiba di kamar yang paling menakutkan bagi penghuni rumah sakit. Kamar mayat.
Informasi berkembang dengan cepat, dua mayat yang di bawa tadi telah di ketahui identitasnya. Ada tujuh orang korban kecelakaan, dua orang dinyatakan meninggal dan lima orang lainnya mengalami luka berat dan ringan. Anggota keluarga sudah mengunjungi saudara mereka yang mengalami kecelakaan, dan ada yang masih menunggu ambulance terakhir yang akan datang membawa korban kecelakaan.
Rusdi mengejar brankar yang baru datang, Mela anaknya yang menjadi salah satu korban di bawa oleh ambulance terakhir. Langkah kakinya yang sudah ringkih mengiringi perawat yang membawa Mela ke ruang ICU. Mata tua Rusdi menatap Mela yang terbaring lemah, putrinya di tangani dengan cepat oleh dokter dan ia dengan sabar menunggu sembari berdoa kepada tuhan supaya anaknya tidak mengalami luka berat seperti korban lain yang datang lebih dahulu dari Mela.
Sembari menunggu Mela di periksa dokter, Rusdi mencari keberadaan Rayan, sewaktu ia mendapat kabar kalau anaknya masih di perjalanan, Rusdi menunggu Mela di luar rumah sakit. Rusdi pikir, Rayan juga berada di ambulance yang sama dengan Mela ternyata Rayan tidak ada. Rusdi kembali ke tempat Mela, hanya ada seorang perawat yang sedang memasang infus di sana, Dokter yang memeriksa tadi sudah pergi meninggalkan Mela menuju pasien yang lain.
“Bagaimana keadaan anak saya,” tanya Rusdi pada perawat yang berseragam biru tersebut.
“Sudah diperiksa dokter, Pak. Ada luka di kepala dan lengan kiri tapi kondisinya tidak separah korban yang lain. Nanti Bapak bisa tanyakan lebih lanjut pada Dokter,” jelas perawat tersebut.
“Pasien kami pindah ke ruang rawat, ya, Pak.” Perawat tersebut kembali mendorong brankar yang Mela tempati setelah mendapat anggukan kepala dari Rusdi.
Baru saja brankar Mela keluar dari ruang ICU, seorang wanita berpakaian modis datang terburu-buru mengejar brankar Mela sambil berteriak histeris.
“Dasar wanita sialan! Pembunuh!” Maya mengumpat dan berteriak di dekat brankar Mela. Gadis itu menatap Maya dengan mata berkaca-kaca. Ia ingin sekali menyapa, namun bibirnya terasa berat dan tenggorokannya tercekat.
Rusdi yang melihat wanita yang belum ia kenal itu mencakar-cakar tubuh Mela berusaha menghalangi dengan tubuhnya. Perawat yang mendorong brankar berusaha mendorong lebih cepat untuk melindungi Mela.
Reyno hanya memandangi Maya dari kejauhan. Jika ia seorang perempuan mungkin ia akan melakukan hal yang sama seperti yang mamanya lakukan. Akan menghajar orang yang telah membuat adiknya meninggal dunia.
“Kau pembunuh! Kau telah membunuh anak ku,” teriak Maya lagi.
Mendengar kata Maya itu, Rusdi memberanikan diri memegang tubuh Maya dari belakang untuk melindungi Mela karena Maya terus berusaha untuk menyakiti Mela. Kemudian Rusdi memberi kode pada perawat tersebut untuk membawa Mela ke ruangan nya.
“Bu... Ibu orang tua Rayan?” tanya Rusdi.
“Lepaskan aku,” Maya menyikut perut Rusdi. Disaat pegangan Rusdi merenggang, Maya kembali mengejar Mela dan berhasil menarik selang infus yang baru saja terpasang. Darah segar keluar dari bekas jarum yang terlepas dengan paksa dari tangan Mela, Mela meringis menahan sakit.
Melihat aksi Maya yang hampir membahayakan nyawa Mela, Reyno segera mengejar Maya dan memeluk Maya dengan kuat sementara Mela dilarikan dengan cepat ke ruang rawat.
“Ma... sabar!” ucap Reyno menenangkan.
“Tidak bisa! Dia telah membunuh Rayan. Wanita itu telah membunuh anak mama. Mama tidak akan memaafkan nya.”
Rusdi yang mendengar hal itu datang menghampiri.
“Rayan kenapa?” tanya Rusdi dengan bibir yang gemetar.
“Apa kau tidak dengar?” tanya Maya sambil melotot.
“Anakmu sudah membunuh anak ku. Anak mu seorang pembunuh. Dia telah membunuh Rayan. Dia pembunuh! Dia membunuh Rayan ku!” Maya kembali berteriak histeris.
Rusdi mundur beberapa langkah ke belakang, reflek ia menggelengkan kepala karena tidak percaya dengan yang di sampaikan Maya.
“Dengar! Wanita itu akan mendapatkan balasannya. Dia juga harus mati seperti anak ku. Aku tidak rela!” teriak Maya lagi.